Puncak - Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe bersama 16 Bupati di wilayah Pegunungan Papua, direncanakan bertolak ke Amerika Serikat (AS) untuk bertemu dengan Presiden AS Barack Obama bulan Juli 2013. Selain itu, Gubernur dan para bupati akan menggelar pertemuan dengan pemilik PT Freeport Indonesia di Amerika Serikat.
"Bulan depan, sesuai rencana, saya akan memimpin para bupati di wilayah pegunungan tengah ke Amerika untuk bertemu dengan Barack Obama, Presiden AS," ungkap Gubernur Papua, Lukas Enembe, kepada wartawan di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua, Senin (24/6/2013).
Pertemuan dengan Barack Obama difasilitasi adik sang presiden, Maya Soetoro. "Adik Barack Obama, Maya Soetoro sebelum berangkat ke Amerika akan berkunjung ke Papua, karena dia sangat tertarik dan berkeinginan besar untuk mendukung program pendidikan dan kesehatan di tanah Papua," kata Lukas.
Sementara, untuk pertemuan dengan pemilik PT Freeport Indonesia, Moffett, Lukas mengatakan akan dibicarakan masalah Freeport di tanah Papua. Gubernur berharap dapat membicarakan keberpihakan Freeport kepada rakyat Papua, khususnya pemilik tambang, yang selama ini belum merasakan hasil buminya sendiri.
"Kami berharap, dengan cara ini, Freeport bisa berbuat yang lebih banyak lagi kepada rakyat Papua, khususnya masyarakat pemilik tambang, seperti di kabupaten Puncak dan Intan Jaya, karena satu persen yang diberikan selama ini tidak seimbang dengan apa yang diambil dari perut bumi Papua," bebernya.
[url]http://news.detik..com/read/2013/06/25/005945/2283039/10/gubernur-dan-16-bupati-pegunungan-papua-akan-bertemu-barack-obama?991101mainnews[/url]
SBY Setuju Papua Merdeka Pasca Pilpres 2014?
Senin, 20 Mei 2013 | 10:09 WIB
Presiden Susilo Banmbang Yudhoyono (SBY)
Herman Dogopia, belum lahir ketika seluruh wilayah Papua dan Papua Barat dijajah Belanda hingga t1963. Tetapi dari ceritera orangtua dan kakeknya, Belanda bukanlah bangsa penjajah bagi rakyat Papua, Mengapa? Karena Belanda, dalam memperlakukan rakyat Papua selalu melakukan pendekatan dengan cara kasih dan persaudaraan. Belanda, di dalam membangun Irian Barat - nama seluruh Papua ketika itu, melakukan dengan perencanaan jelas. Setiap kota memiliki peruntukan. Ada kota pendidikan, kota dagang, kota wisata, kota budaya, dan kota pemerintahan.
Dan yang mengesankan, ratusan tahun Belanda menjajah Papua. selama itu tak satu pun peluru yang mereka gunakan untuk membunuh rakyat Papua. Pelanggaran HAM oleh Belanda hanyalah karena penjajah itu tidak mempersiapkan atau mengizinkan wilayah itu menjadi negara merdeka. Pelanggaran HAM memang belum menjadi sebuah istilah populer di era Belanda. Namun menghadapi rakyat Papua yang melakukan pelanggaran hukum yang ditetapkan pemerintah Belanda, selalu diselesaikan melalui hukum.
Konkritnya walaupun ada rakyat yang melakukan pelanggaran, seberat apapun kategori pelanggarannya, solusi hukum tidak dengan eksekusi mati. Ketika Herman masih berbentuk seorang anak "ingusan" baru mulai belajar abjad dan bahasa Indonesia, ia mengalami periode – yang orangtua dan kakeknya melakukan perlawanan terhadap pemerintah Indonesia. Pada 1969, ketika Papua baru enam tahun kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, sejumlah laki-laki rakyat Papua masuk ke hutan. Mereka tidak puas dan mempertanyakan manfaat dari Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) yang dibentuk oleh PBB dan hasilnya menguntungkan Indonesia.
Menghadapi 'pemberontakan' itu, TNI yang dipimpin Brigjen Sarwo Eddhie Wibowo (kini almarhum), menerjunkan pasukan TNI ke sejumlah tempat yang menentang Pepera. Yang mengesankan sehingga tak bisa dilupakan Herman Dogopio, anak buah almarhum Sarwo Eddhie itu, tidak pernah bertindak kasar apalagi membunuh sekalipun yang mereka temui orang Papua yang membenci Indonesia. Keadaannya sangat berbeda dengan situasi saat ini. Tak ada lagi pendekatan seperti yang dilakukan oleh Belanda maupun pasukan anak buah Sarwo Eddhie. Jenderal almarhum ini, merupakan mertua dari Presiden RI periode 2004-2014.
Perubahan 180 derajat tersebut, kini semakin membuat rakyat Papua ingin cepat-cepat lepas dari NKRI. Selama 50 tahun rakyat Papua menjadi bagian dari jutaan penduduk Indonesia, sudah tak terhitung nyawa anak Papua yang melayang akibat pembunuhan oleh eksekutor Indonesia yang nota bene merupakan bangsanya sendiri. Anak bangsa dibunuh oleh bangsa sendiri. "Hampir tak satu persoalan yang tidak diselesaikan dengan cara kekerasan, termasuk pembunuhan. Sehinga menjadi pertanyaan di kalangan kami, apa arti kemerdekaan dalam bingkai NKRI", keluh Herman Dogopia, anggota Kaukus Papua dalam perbincangan dengan inilah..com di Jakarta baru-baru ini.
Perbincangan dipicu oleh adanya perkembangan politik terbaru yang kental dengan keinginan memisahkan Papua dari NKRI. OPM (Organisasi Papua Merdeka) pertengahan April lalu mendapat izin dari pemerintah kota Oxford di Inggeris untuk memiliki perwakilannya di kota tersebut. Pembukaan kantor perwakilan itu secara de facto merupakan pengakuan Inggris atas OPM. Menurut Herman, Kaukus Papua langsung mersepons dan mengundang pejabat terkait untuk membahas masa depan Papua dalam bingkai NKRI. Tetapi hasil pembicaraan atau diskusi dengan Kaukus Papua, tidak sama dengan penerapannya di lapangan .
Herman, ataupun para anggota Kaukus, yakin sekalipun secara diplomatis Inggeris selalu menyatakan tetap mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua. Tetapi, menurut dia Inggris bahkan negara manapun yang memahami perlakuan Indonesia atas rakyat Papua akan selalu berpihak kepada gerakan anti Indonesia. Herman yang sehari-hari bekerja di Jakarta bahkan sudah menjadi anggota salah satu partai peserta Pemilu 2014 tanpa ragu menegaskan dengan agresifitas OPM, kemerdekaan Papua, terpisah dari NKRI tinggal soal waktu. Kemerdekaan itu sudah ditunggu sebab pada hakekatnya seluruh rakyat Papua saat ini sudah menjadi pendukung OPM.
Sejujurnya, tutur Herman Dogopio, gerakan apapun yang dilakukan pentolan OPM saat ini dan ke depan, akan selalu didukung secara oleh semua rakyat Papua. Banyak yang diam-diam, tetapi seperti pepatah tua, diam itu emas (silent is golden). Begitulah sejatinya sikap masyarakat Papua dewasa ini. "Saya berani bertaruh, sekalipun dia pejabat, mendapatkan perlakuan istimewa dari pemerintah Jakarta, tetapi darah dan jantung mereka sudah berubah menjadi anggota atau pendukung OPM", katanya. Alasannya sangat sederhana. Pemerintah Indonesia yang mengendalikan Papua secara remote dari Jakarta, tidak pernah mau melakukan dialog sehingga tidak paham atas keadaan sebenarnya. Ia selalu terkenang dengan almarhum Gus Dur. Presiden ke-4 RI itu, bersedia membuka dialog dengan pemimpin OPM, termasuk merubah nama daerah itu dari Irian Jaya menjadi Papua.
Pertanyaan yang membayangi masyarakat Papua, mengapa dengan GAM (di Aceh) pemerintah bersedia membuka dialog, tapi dengan OPM, tidak bersedia? Herman mengakui eskalasi atas keinginan untuk merdeka sempat meredup. Tapi kemudian membara lagi setelah pemimpin OPM, Theys Eluay dibunuh atau terbunuh. Pada 11 Nopember 2001 ia ditemukan tewas di dalam mobilnya yang berada di luar kota Jayapura. Keinginan menjadi merdeka, semakin membara terutama dipicu oleh pernyataan Presiden SBY tahun lalu.
Menurut Herman, sudah menjadi rahasia umum di masyarakat Papua bahwa Presiden SBY tidak mau berdialog lagi dengan rakyat Papua. Entah apa alasannya tapi yang pasti SBY sendiri sudah menyatakan setuju Papua merdeka. Syaratnya: nanti setelah SBY tidak lagi menjadi Presiden RI. pemerintahannya. "Kalian boleh merdeka, asalkan jangan di era pemerintahan saya", kata Herman mengutip pernyataan Presiden SBY ketika bertemu dengan para pemimpin agama dari Papua, 11 Desember 2011.
Pernyataan yang tidak disampaikan kepada media itu kemudian secara berantai diceritakan oleh para pemimpin gereja Papua yang menemui SBY di Cikeas di ujung tahun 2011 tersebut. Pernyataan Presiden SBY cukup mengejutkan sekalipun ada di antara tokoh Papua masih bertanya-tanya, apakah SBY tidak sedang salah ucap. Herman juga termasuk yang mempertanyakan kebijakan Presiden SBY yang membentuk UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) yang dipimpin pensiunan jenderal Bambang Darmono (bukan Darsono - red). "Apa tugas dan tujuannya kalau UP4B tidak diberikan dana operasi dan personel yang memadai?" bertanya Herman.
Herman juga heran, mengapa pemimpin UP4B tetap diam seribu bahasa? Apakah unit kerja itu memang dibentuk hanya untuk menampung sahabat Presiden SBY agar punya status dan kegiatan? Dengan fakta di atas - sebagai anggota Kaukus Papua, Herman berkesimpulan bahwa persoalan Papua dalam NKRI saat ini memang sengaja dibiarkan oleh rezim Yudhoyono. Ia masih bisa tersenyum sekalipun dengan senyum kecut, sebab berbagai masalah yang dibiarkan oleh rezim saat ini, ternyata bukan hanya persoalan Papua. Sebuah pembiaran yang berisiko. Tapi apa mau dikata. "
Don't Cry For Me Papua ”
[url]http://web.inilah..com/read/detail/1991004/sby-setuju-papua-merdeka-pasca-pilpres-2014#.Ucjbl9LfCfc[/url]
Menseskab Dipo Alam:
"Bohong Besar SBY Menyetujui Papua Merdeka Pasca Pilpres 2014"
Selasa, 21 Mei 2013 - 20:20 WIB
Dipo Alam
Pernyataan anggota Kaukus Papua, Herman Dogopia, sebagaimana dikutip oleh Derek Manangka dalam Inilah Celah edisi Senin (20/5), bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyetujui Papua merdeka pasca Pilpres 2014 menurut Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam merupakan sebuah kebohongan besar. "
Presiden SBY tidak pernah membuat pernyataan itu. Yang diupayakan Presiden SBY justru memastikan kedaulatan dan integritas wilah Republik Indonesia atas Papua. Pendirian politik itu merupakan komitmen politik yang dipelihara seraya mendorong pembicaraan yang lebih jujur untuk mewujudkan Papua tanah damai,” kata Seskab Dipo Alam di Jakarta, Selasa (21/5) malam.
Menurut Seskab Dipo Alam, Presiden menginginkan agar semua hambatan yang mengganggu upaya pembicaraan itu disingkirkan dengan membangun kepercayaan bahwa Jakarta bersungguh sungguh ingin menuntaskan masalah Papua. Ia menegaskan, Presiden berkehendak bahwa dalam masa pemerintahannya dapat ditemukan sebuah formula akhir untuk mewujudkan kesejahteraan dan kedilan di Papua dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sama sekali tidak sebagaimana disampaikan Herman Dogopia bahwa SBY sudah menyatakan setuju Papua merdeka. “Pernyataan anggota Kaukus Papua itu merupakan kebohongan besar. Presiden SBY tidak pernah membuat pernyataan, termasuk dalam pertemuan dengan para pemimpin agama dari Papua, di kediamannya Cikeas, 11 Desember 2011,” tegas Seskab Dipo Alam.
Propaganda Politik
Senada dengan Seskab Dipo Alam, Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa mengatakan, pernyataan Herman Dogopia yang menyebutkan bahwa‘Presiden SBY menyetujui Papua merdeka pasca pilpres 2014’ adalah sebuah hasutan yang tidak saja sangat menyesatkan namun juga merupakan sebuah propaganda politik yang diarahkan untuk menyuburkan paham separatisme di Papua. “Selain tidak berdasar, propaganda ini menyembunyikan fakta yang sebenarnya tentang Prakarsa Jakarta untuk menuntaskan masalah Papua dalam waktu yang segera,” kata Daniel Sparringa melalui pesan tertulisnya Selasa (21/5) malam.
Menurut Daniel, Presiden SBY justru berketetapan untuk melakukan pembicaraan yang intensif agar dalam masa pemerintahannya semua persoalan Papua dapat diselesaikan. “Mewujudkan Papua tanah damai, sejahtera, dan berkeadilan merupakan komitmen politik Presiden SBY,” terang Daniel. Ia menegaskan, Papua adalah bagian yang utuh dari Republik Indonesia. Formula politik di luar itu tidak pernah, tidak boleh, dan tidak mungkin menjadi pilihan. “Presiden mengajak semua elemen di dalam dan luar Papua untuk memberikan yang terbaik demi cita cita Papua yang maju bersama daerah lain di negeri ini," tukas Daniel, sekaligus membantah pernyataan Herman Dogopia bahwa Presiden SBY tidak mau berdialog lagi dengan rakyat Papua.
http://setkab.go.id/berita-8734-boho...pres-2014.html