- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita Luar Negeri
Wawancara Dina Sulaeman dengan Wartawan Senoir Suriah


TS
032700
Wawancara Dina Sulaeman dengan Wartawan Senoir Suriah
Sumber :http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=12099&type=99#.UcepSZy_0ko
Update : Tanggapan Balik Wawancara Dina Sulaeman dengan Wartawan Senior Suriah
Sumber : http://www.theglobal-review.com/cont...0#.UcgLyZwcXVA
Ada yg kenal dekat dengan Dina Sulaeman :
Spoiler for Wawancara:

Quote:
Wawancara Dina Y Sulaeman dengan Jurnalis Syria
'Mereka' Datang Untuk Membunuh Rakyat Syria
Penulis : Dina Y. Sulaeman, alumnus Magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, research associate of Global Future Institute
Atas jasa seorang teman, saya terhubung dengan seorang jurnalis senior Syria. Atas seizin sang jurnalis, perbincangan saya dengannya saya tuliskan di sini. Namun untuk menjaga keamanannya, identitasnya tidak bisa diungkap. Foto yang saya taruh di sini pun saya samarkan pada bagian wajahnya. Kita sebut saja namanya Mr. As-Souri. Sebenarnya, pertanyaan yang saya ajukan kepadanya hanyalah sekedar konfirmasi atas apa yang sudah saya ketahui selama ini. Namun perbincangan ini memiliki nilai penting karena –dalam penelitian ilmiah dengan metode kualitatif—perbincangan saya dengannya bisa disebut sebagai ‘data primer’.
Dina [D]: Di kota mana Anda tinggal?
As-Souri [S]: di kota *****
D: Ah ya.. saya dengar kota itu. Itu daerah asal seorang ulama yang gencar menggerakkan aksi pemberontakan melawan pemerintah. Namanya ******* Apa pendapat Anda tentang dia?
S: Anda mau jawaban yang sebenarnya?
D: Tentu saja.
S: Dia pria yang buruk, pernah ada skandal seks. Lalu dia pergi ke luar negeri dan sekarang tinggal di luar negeri.
D: Tapi saya lihat di internet, ada demo-demo warga yang mengelu-elukan namanya?
S: Ya, memang dia punya pendukung tapi tak banyak, mungkin 5-10%
D: Jadi, apa yang terjadi sebenarnya di Syria?
S: Baik, saya akan jelaskan dengan adil dan terus-terang. Usia saya sudah ** tahun. Sepanjang hidup saya, saya bahkan tidak tahu apa agama tetangga-tetangga saya. Saya tidak peduli apa mazhab orang yang duduk di sebelah saya. Begitulah kehidupan kami. Yang penting bagi kami adalah hati dan perilakunya. Syria adalah untuk semua orang, Kristen, Sunni, Syiah, Druze, Alawi, Yahudi…
D: Tapi ada kelompok pemberontak, Jabhah al-Nusrah yang mendeklarasikan khilafah.
S: Mereka bukan orang Syria. Pasukan mereka datang dari 40 negara asing. Mereka datang untuk membunuh rakyat Syria.
D: Kalau Assad tidak bermasalah, tentu tak ada penentangan rakyat?
S: Bashar Assad adalah presiden yang sangat cerdas. Segera setelah ada demonstrasi, dia mengundang mereka untuk duduk bersama, mendiskusikan apa keinginan mereka. Assad bahkan menyetujui dilakukannya perubahan UU sesuai permintaan para demonstran. Lalu, dilakukan referendum untuk meminta persetujuan rakyat atas UU baru itu. Dan kini kami sudah memiliki UU yang baru.Tapi mereka tidak berhenti. Inilah buktinya, mereka ingin Syria hancur, bukan ingin demokrasi atau kebebasan.
Buktinya, mereka membunuh dokter, insinyur, pilot-pilot yang sedang dalam perjalanan menuju bandara. Untuk apa? Apa ini diajarkan Islam? Mereka menculik orang-orang lalu meminta tebusan. Apa ini Islam?
Anda tahu, setiap pagi istri saya menangis sehabis sholat Subuh. Dia menangis sambil berdoa untuk Syria. Bagi kami Bashar tidak penting. Yang penting adalah Syria. Mereka sedang menghancurkan Syria. Syria benar-benar sendirian. Padahal selama ini Syria sangat mendukung nasionalisme Arab. Syria setia pada negara-negara Arab. Semua penduduk negara Arab bebas masuk ke Syria tanpa visa.
D: Sebagian berita menyebutkan adanya shabiha [milisi pro Assad] yang membantai rakyat sipil?
S: [menggeleng-geleng] tidak.. tidak.. mereka [pemberontak] yang membunuh rakyat sipil lalu melemparkan tuduhan bahwa tentara Assad yang melakukannya.
D: Sebagian orang menyebut pemberontakan di Syria adalah jihad. Bagaimana pendapat Anda?
S: Saya sudah bilang. Selama ** tahun usia saya, saya bahkan tak tahu apa agama tetangga saya. Kami hidup damai selama ini, apapun agamanya. Lalu tiba-tiba mereka datang dari luar negeri dan membunuh kami. Apa ini jihad? Rasulullah berkata [ia mengutip hadis] membunuh satu mukmin itu jauh lebih buruk daripada menghancurkan Ka’bah. Membunuh satu orang sama seperti membunuh satu umat. Mereka mengebom sekolah, universitas, apa ini jihad?
Anda tahu bagaimana dulu Rasulullah hidup? Nabi punya tetangga Yahudi yang tiap pagi menaruh kotoran di depan pintu rumahnya. Tapi Nabi diam saja, tak melakukan apapun terhadap Yahudi itu. Suatu pagi, Nabi mendapati, tak ada kotoran lagi di depan pintunya. Nabi segera mendatangi Yahudi itu dan bertanya, “Apa kau baik-baik saja?”. Lalu si Yahudi menjawab, “Ya, aku baik-baik saja, mengapa engkau menanyakan kabarku?” Nabi menjawab, “Biasanya kau menaruh kotoran di depan pintu rumahku, tapi pagi ini tidak. Aku khawatir engkau sakit.” Saat itu juga si Yahudi yang terkesan oleh kemuliaan akhlak Rasulullah, mengucapkan syahadat.
Ada ulama yang sangat terkenal di Syria, Syekh Al Buthy. Seumur hidupnya, dia tak pernah pegang senjata. Dia menulis 21 kitab yang sangat bagus tentang Islam. Tapi mereka membunuhnya. Apa ini jihad?
Tujuan mereka adalah menghancurkan Syria, demi Israel. Kami bukan negara kaya, tapi juga tidak miskin. Tidak seperti negara-negara Arab lain yang banyak utang kepada Barat, kami tidak punya utang. Syria sedang merintis pembangunan pipa gas dari Irak dan Iran untuk dialirkan lewat Syria ke Mediterrania. Kalau ini terwujud, Syria akan sangat kaya dan bertambah kuat. Israel sangat takut ini terjadi.
D: Lalu, mengapa ada muslim yang mau datang ke Syria untuk berperang?
S: Sebagian dari mereka kurang pendidikan sehingga tidak menyadari apa yang mereka lakukan. Sebagian dari mereka miskin dan mau berperang karena ada imbalan uang dari Qatar dan Arab Saudi. Mereka juga diberi obat. Pernah seorang pemberontak ditangkap dalam keadaan berjoget-joget. Dia dikunci dalam sel. Keesokan paginya, dia ditemukan sedang meratap, “Mengapa aku di sini? Apa yang aku lakukan di sini?” Tentara Syria menemukan penyelundupan pil-pil halusinasi. Pil-pil itu banyak sekali masuk ke Syria dan dikonsumsi para pemberontak.
D: Ada sebagian aktivis muslim Indonesia yang menyerukan agar umat muslim Indonesia berjihad ke Syria. Apa pendapat Anda?
S: [menggeleng-gelengkan kepala, raut muka sedih] Saya sedih mendengarnya. Saya mencintai orang-orang Indonesia. Mengapa mereka ingin membunuh kami? Mereka bilang jihad di Syria akan membuat mereka masuk surga. Padahal ada banyak cara untuk masuk surga. Mengapa kami yang dibunuh? Mengapa tidak berjihad ke Palestina?
Pernah suatu kali ada pemberontak yang luka parah ditolong oleh dokter. Setelah sembuh, dia marah-marah kepada dokter itu. Katanya, “Mengapa kauselamatkan aku?! Kalau aku mati, sekarang aku pasti sedang makan malam bersama Rasulullah!”
[kami lalu berbicara tentang berbagai hal terkait kultur Syria, antara lain kebiasaan saling berbagi makanan di bulan Ramadhan. Mr Souri tiap hari bersama istrinya memasak makanan lalu dibagikan ke tetangga-apapun agama dan mazhabnya-dan sebaliknya, juga menerima pembagian makanan dari tetangga. Meja makan selalu penuh dengan makanan pemberian banyak orang. Di masjid, disediakan buka bersama gratis. Mr. Souri juga cerita bahwa di Syria, Kristen pun banyak mazhabnya dan masing-masing bebas punya gereja sendiri.]
S: Dalam beberapa hari mendatang tentara Syria akan menang. Perang ini sudah hampir mendekati akhir. Kota Al Qusayr yang menjadi pusat pemberontakan dan tempat masuknya suplai pasukan dan senjata dari luar negeri ke Syria sudah dikuasai tentara. [Dia menggerak-gerakkan tangannya melukiskan peta menunjukkan dimana posisi Al Qusayr dan dari arah mana saja tentara Syria mengepung pemberontak yang bercokol di sana, sambil menjelaskan bagaimana strategi tentara Syria dalam menaklukkan pemberontak]
D: [berpamitan]
S: Datanglah ke Syria. Tulislah buku tentang keindahan Syria. Syria adalah negeri yang indah. Kami adalah orang-orang yang riang. Setiap akhir pekan kami biasa membawa makanan lalu pergi ke alam terbuka dan menggelar tikar. Kami duduk-duduk berbincang-bincang, anak-anak berlarian dengan riang ke sana kemari.
D: dan sekarang…?
S: [menggeleng-gelengkan kepalanya dengan raut muka sedih]
'Mereka' Datang Untuk Membunuh Rakyat Syria
Penulis : Dina Y. Sulaeman, alumnus Magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, research associate of Global Future Institute
Atas jasa seorang teman, saya terhubung dengan seorang jurnalis senior Syria. Atas seizin sang jurnalis, perbincangan saya dengannya saya tuliskan di sini. Namun untuk menjaga keamanannya, identitasnya tidak bisa diungkap. Foto yang saya taruh di sini pun saya samarkan pada bagian wajahnya. Kita sebut saja namanya Mr. As-Souri. Sebenarnya, pertanyaan yang saya ajukan kepadanya hanyalah sekedar konfirmasi atas apa yang sudah saya ketahui selama ini. Namun perbincangan ini memiliki nilai penting karena –dalam penelitian ilmiah dengan metode kualitatif—perbincangan saya dengannya bisa disebut sebagai ‘data primer’.
Dina [D]: Di kota mana Anda tinggal?
As-Souri [S]: di kota *****
D: Ah ya.. saya dengar kota itu. Itu daerah asal seorang ulama yang gencar menggerakkan aksi pemberontakan melawan pemerintah. Namanya ******* Apa pendapat Anda tentang dia?
S: Anda mau jawaban yang sebenarnya?
D: Tentu saja.
S: Dia pria yang buruk, pernah ada skandal seks. Lalu dia pergi ke luar negeri dan sekarang tinggal di luar negeri.
D: Tapi saya lihat di internet, ada demo-demo warga yang mengelu-elukan namanya?
S: Ya, memang dia punya pendukung tapi tak banyak, mungkin 5-10%
D: Jadi, apa yang terjadi sebenarnya di Syria?
S: Baik, saya akan jelaskan dengan adil dan terus-terang. Usia saya sudah ** tahun. Sepanjang hidup saya, saya bahkan tidak tahu apa agama tetangga-tetangga saya. Saya tidak peduli apa mazhab orang yang duduk di sebelah saya. Begitulah kehidupan kami. Yang penting bagi kami adalah hati dan perilakunya. Syria adalah untuk semua orang, Kristen, Sunni, Syiah, Druze, Alawi, Yahudi…
D: Tapi ada kelompok pemberontak, Jabhah al-Nusrah yang mendeklarasikan khilafah.
S: Mereka bukan orang Syria. Pasukan mereka datang dari 40 negara asing. Mereka datang untuk membunuh rakyat Syria.
D: Kalau Assad tidak bermasalah, tentu tak ada penentangan rakyat?
S: Bashar Assad adalah presiden yang sangat cerdas. Segera setelah ada demonstrasi, dia mengundang mereka untuk duduk bersama, mendiskusikan apa keinginan mereka. Assad bahkan menyetujui dilakukannya perubahan UU sesuai permintaan para demonstran. Lalu, dilakukan referendum untuk meminta persetujuan rakyat atas UU baru itu. Dan kini kami sudah memiliki UU yang baru.Tapi mereka tidak berhenti. Inilah buktinya, mereka ingin Syria hancur, bukan ingin demokrasi atau kebebasan.
Buktinya, mereka membunuh dokter, insinyur, pilot-pilot yang sedang dalam perjalanan menuju bandara. Untuk apa? Apa ini diajarkan Islam? Mereka menculik orang-orang lalu meminta tebusan. Apa ini Islam?
Anda tahu, setiap pagi istri saya menangis sehabis sholat Subuh. Dia menangis sambil berdoa untuk Syria. Bagi kami Bashar tidak penting. Yang penting adalah Syria. Mereka sedang menghancurkan Syria. Syria benar-benar sendirian. Padahal selama ini Syria sangat mendukung nasionalisme Arab. Syria setia pada negara-negara Arab. Semua penduduk negara Arab bebas masuk ke Syria tanpa visa.
D: Sebagian berita menyebutkan adanya shabiha [milisi pro Assad] yang membantai rakyat sipil?
S: [menggeleng-geleng] tidak.. tidak.. mereka [pemberontak] yang membunuh rakyat sipil lalu melemparkan tuduhan bahwa tentara Assad yang melakukannya.
D: Sebagian orang menyebut pemberontakan di Syria adalah jihad. Bagaimana pendapat Anda?
S: Saya sudah bilang. Selama ** tahun usia saya, saya bahkan tak tahu apa agama tetangga saya. Kami hidup damai selama ini, apapun agamanya. Lalu tiba-tiba mereka datang dari luar negeri dan membunuh kami. Apa ini jihad? Rasulullah berkata [ia mengutip hadis] membunuh satu mukmin itu jauh lebih buruk daripada menghancurkan Ka’bah. Membunuh satu orang sama seperti membunuh satu umat. Mereka mengebom sekolah, universitas, apa ini jihad?
Anda tahu bagaimana dulu Rasulullah hidup? Nabi punya tetangga Yahudi yang tiap pagi menaruh kotoran di depan pintu rumahnya. Tapi Nabi diam saja, tak melakukan apapun terhadap Yahudi itu. Suatu pagi, Nabi mendapati, tak ada kotoran lagi di depan pintunya. Nabi segera mendatangi Yahudi itu dan bertanya, “Apa kau baik-baik saja?”. Lalu si Yahudi menjawab, “Ya, aku baik-baik saja, mengapa engkau menanyakan kabarku?” Nabi menjawab, “Biasanya kau menaruh kotoran di depan pintu rumahku, tapi pagi ini tidak. Aku khawatir engkau sakit.” Saat itu juga si Yahudi yang terkesan oleh kemuliaan akhlak Rasulullah, mengucapkan syahadat.
Ada ulama yang sangat terkenal di Syria, Syekh Al Buthy. Seumur hidupnya, dia tak pernah pegang senjata. Dia menulis 21 kitab yang sangat bagus tentang Islam. Tapi mereka membunuhnya. Apa ini jihad?
Tujuan mereka adalah menghancurkan Syria, demi Israel. Kami bukan negara kaya, tapi juga tidak miskin. Tidak seperti negara-negara Arab lain yang banyak utang kepada Barat, kami tidak punya utang. Syria sedang merintis pembangunan pipa gas dari Irak dan Iran untuk dialirkan lewat Syria ke Mediterrania. Kalau ini terwujud, Syria akan sangat kaya dan bertambah kuat. Israel sangat takut ini terjadi.
D: Lalu, mengapa ada muslim yang mau datang ke Syria untuk berperang?
S: Sebagian dari mereka kurang pendidikan sehingga tidak menyadari apa yang mereka lakukan. Sebagian dari mereka miskin dan mau berperang karena ada imbalan uang dari Qatar dan Arab Saudi. Mereka juga diberi obat. Pernah seorang pemberontak ditangkap dalam keadaan berjoget-joget. Dia dikunci dalam sel. Keesokan paginya, dia ditemukan sedang meratap, “Mengapa aku di sini? Apa yang aku lakukan di sini?” Tentara Syria menemukan penyelundupan pil-pil halusinasi. Pil-pil itu banyak sekali masuk ke Syria dan dikonsumsi para pemberontak.
D: Ada sebagian aktivis muslim Indonesia yang menyerukan agar umat muslim Indonesia berjihad ke Syria. Apa pendapat Anda?
S: [menggeleng-gelengkan kepala, raut muka sedih] Saya sedih mendengarnya. Saya mencintai orang-orang Indonesia. Mengapa mereka ingin membunuh kami? Mereka bilang jihad di Syria akan membuat mereka masuk surga. Padahal ada banyak cara untuk masuk surga. Mengapa kami yang dibunuh? Mengapa tidak berjihad ke Palestina?
Pernah suatu kali ada pemberontak yang luka parah ditolong oleh dokter. Setelah sembuh, dia marah-marah kepada dokter itu. Katanya, “Mengapa kauselamatkan aku?! Kalau aku mati, sekarang aku pasti sedang makan malam bersama Rasulullah!”
[kami lalu berbicara tentang berbagai hal terkait kultur Syria, antara lain kebiasaan saling berbagi makanan di bulan Ramadhan. Mr Souri tiap hari bersama istrinya memasak makanan lalu dibagikan ke tetangga-apapun agama dan mazhabnya-dan sebaliknya, juga menerima pembagian makanan dari tetangga. Meja makan selalu penuh dengan makanan pemberian banyak orang. Di masjid, disediakan buka bersama gratis. Mr. Souri juga cerita bahwa di Syria, Kristen pun banyak mazhabnya dan masing-masing bebas punya gereja sendiri.]
S: Dalam beberapa hari mendatang tentara Syria akan menang. Perang ini sudah hampir mendekati akhir. Kota Al Qusayr yang menjadi pusat pemberontakan dan tempat masuknya suplai pasukan dan senjata dari luar negeri ke Syria sudah dikuasai tentara. [Dia menggerak-gerakkan tangannya melukiskan peta menunjukkan dimana posisi Al Qusayr dan dari arah mana saja tentara Syria mengepung pemberontak yang bercokol di sana, sambil menjelaskan bagaimana strategi tentara Syria dalam menaklukkan pemberontak]
D: [berpamitan]
S: Datanglah ke Syria. Tulislah buku tentang keindahan Syria. Syria adalah negeri yang indah. Kami adalah orang-orang yang riang. Setiap akhir pekan kami biasa membawa makanan lalu pergi ke alam terbuka dan menggelar tikar. Kami duduk-duduk berbincang-bincang, anak-anak berlarian dengan riang ke sana kemari.
D: dan sekarang…?
S: [menggeleng-gelengkan kepalanya dengan raut muka sedih]
Update : Tanggapan Balik Wawancara Dina Sulaeman dengan Wartawan Senior Suriah
Sumber : http://www.theglobal-review.com/cont...0#.UcgLyZwcXVA
Quote:
Pengantar Redaksi: Wawancara Dina bersama wartawan senior Suriah beberapa waktu berselang, telah mengundang tanggapan pro maupun kontra dalam memaknai Prahara yang terjadi di Suriah. Tanggapan Dina kali ini lebih fokus menanggapi kembali beberapa tanggapan yang kontra. Terutama terkait isu validitas informasi maupun kredibilitas narasumber. Pandangan yang cenderung mendukung tentu saja tidak perlu ditanggapi secara panjang lebar karena secara prinsipil satu visi dalam membaca apa yang terjadi sesungguhnya di Suriah.
Heran, kok banyak yang protes yah, saya menuliskan perbincangan saya dengan jurnalis Suriah itu? Ada yang (seperti biasa) melemparkan fitnah sektarian, ada pula yang 'baik hati': menawarkan untuk mengenalkan saya pada aktivis atau jurnalis pro-pemberontak. Kebayang saja, kalau saya wawancara sama orang tersebut, yang ada mungkin debat kali ya..? Soalnya untuk kasus Suriah, karena saya sudah lama menelitinya, kepala saya penuh dengan banyak data. Tidak mungkin saya akan diam saja kalau si narasumber berbicara sesuatu yang tidak valid. Misalnya, dia berbicara sesuatu yang menurut pengetahuan saya itu tidak benar, pasti akan saya kasih argumen bantahan; lalu dia akan membantah lagi, dan saya bantah lagi dengan menyodorkan bukti-bukti yang saya punya.. dan seterusnya.. (masih untung kalau gak dikafir-kafirin)... Eh.. jadinya bukan wawancara dong yaaa..?
Lagipula, ngapain saya repot-repot wawancara jurnalis pro-pemberontak? Tinggal buka saja CNN, Time, Telegraph, Fox News, New York Time, AlJazeera, Eramuslim, Hidayatullah, Arrahmah, Media Umat, dll dengan gampang akan ditemukan pemberitaan pro-pemberontak dari para jurnalis itu (unik sekali, baru kali ini media muslim bisa bahu-membahu dengan media Barat dalam membahas isu jihad).
Bukankah media internasional sudah menghegemoni opini publik dengan berita pro-pemberontak? Kenapa musti marah kalau ada yang berusaha memberikan berita penyeimbang (dan lucunya, sambil menuduh 'tidak berimbang')?
Dalam setiap konflik, umumnya akan ada dua atau lebih versi pemberitaan. Allah sudah mengaruniai kita akal dan nurani; pakai keduanya untuk meneliti setiap berita.
Ini saya kutip tulisan Russ Baker,jurnalis AS, yang banyak mengkritisi pemberitaan yang dilakukan media Barat yang tidak berimbang (melulu memberitakan versi pemberontak):
"Anda tidak perlu menjadi fans Assad untuk menemukan [fakta] bahwa adalah penting untuk mendengar pendapatnya. ... Ini mengingatkan saya pada sebuah aturan yang kita pelajari di sekolah jurnalistik, namun kini sepertinya sudah diabaikan: untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, lakukan upaya maksimal untuk berbicara dengan kedua pihak."
Coba baca kembali media-media Barat, yang meskipun banyak memelintir berita-berita soal Suriah (dari sudut pandang kubu antiperang tentunya; tapi kalau dari sudut pandang kubu pemberontak, pemberitaan media Barat itu malah sangat menguntungkan mereka). Mereka itu biasanya berterus-terang bahwa sumber mereka tidak bisa terverifikasi.
Misalnya, pemberitaan BBC soal foto jenazah pembantaian di Houla, meski sudah langsung menuduh bahwa Assad pelakunya; BBC menyebut: foto ini, yang tidak bisa diverifikasi secara independen, diyakini adalah jenazah anak-anak korban pembantaian Houla yang akan dimakamkan. Dan tak lama kemudian terbukti itu foto korban teroris di Irak (fotografernya sendiri yang buka mulut di FB). Atau, wawancara koran Telegraph pada seorang anak yang mengaku bernama Ali, meski sangat tendensius, tetap menulis 'kesaksian Ali tidak bisa kami verifikasi'. Ali diwawancarai melalui Skype, si wartawan Telegraph tidak kenal/bertemu langsung, dan Ali dihadirkan oleh aktivis oposisi. Dari sisi jurnalistik ini ada cacat. Anehnya, pemberitaan dari sumber-sumber seperti ini diterima begitu saja oleh dunia internasional (termasuk kaum muslim).
Lalu, bagaimana dengan media Islam yang pro pemberontak? Apa sumber mereka terverifikasi? Apa Anda kenal siapa Abu ini.. Abu itu.. yang dikutip oleh media-media Islam itu (yang mengutip lagi entah dari media mana)? Atau, apa Anda kenal sama Al Julani, pemimpin Jabhah An-Nusrah? Bahkan anggota JN sendiri ternyata tidak kenal sama dia, dia selalu tampil dengan penutup wajah. Laporannya bisa dibaca di majalah Time dan anehnya, ini diposting ulang oleh Hizbut Tahrir Inggris dengan tanpa catatan (sanggahan atau komentar)..artinya isinya disetujui (diverifikasi oleh HT). Ini link-nya: http://www.hizb.org.uk/news-watch/in...-militia-group (terakhir kali diakses oleh saya tanggal 28 Maret 2013, 20:30).
Dan seperti saya bilang di pengantar wawancara, identitas narasumber saya tutupi demi keamanannya (teroris di Suriah sampai tega makan jantung mayat.. ulama sunni di Aleppo, Sheikh Hassan Seifeddin dimutilasi dan kepalanya digantung di menara Masjid.. Syekh Buthy dibom..kesalahan mereka hanya satu: menolak dukung pemberontak).
Mengerti sekarang, betapa ngerinya situasi di sana? (atau mau jawab: itu Fitnaaah..itu Assad yang melakukan..!?). Saya ketemu narasumber saya bukan di jalanan tapi lewat lembaga terhormat (anda pasti kaget kalau saya kasih tahu, tapi tentu tidak bakal saya kasih tahu karena saya sudah janji), identitasnya jelas dan terverifikasi. Dan saya juga mempertaruhkan kredibilitas saya sebagai analis politik di Global Future Institute. Sama sekali tidak bertentangan dengan kode etik jurnalistik bila identitasnya saya tutupi. Sekian kuliah singkat saya. Kalau masih ngeyel, no comment deh.
Oh ya, tambahan sedikit dari saya. Sama sekali tidak bertentangan dengan kode etik jurnalistik bila identitasnya saya tutupi.. dan sama sekali tidak bertentangan dengan penulisan karya ilmiah. Coba deh baca-baca tesis atau disertasi orang-orang.. biasanya nama narasumber tidak dicantumkan; tapi jelas terverifikasi (karena sudah disetujui dosen; dosen sudah menganggap narasumber yang bersangkutan layak untuk dijadikan narasumber).
Heran, kok banyak yang protes yah, saya menuliskan perbincangan saya dengan jurnalis Suriah itu? Ada yang (seperti biasa) melemparkan fitnah sektarian, ada pula yang 'baik hati': menawarkan untuk mengenalkan saya pada aktivis atau jurnalis pro-pemberontak. Kebayang saja, kalau saya wawancara sama orang tersebut, yang ada mungkin debat kali ya..? Soalnya untuk kasus Suriah, karena saya sudah lama menelitinya, kepala saya penuh dengan banyak data. Tidak mungkin saya akan diam saja kalau si narasumber berbicara sesuatu yang tidak valid. Misalnya, dia berbicara sesuatu yang menurut pengetahuan saya itu tidak benar, pasti akan saya kasih argumen bantahan; lalu dia akan membantah lagi, dan saya bantah lagi dengan menyodorkan bukti-bukti yang saya punya.. dan seterusnya.. (masih untung kalau gak dikafir-kafirin)... Eh.. jadinya bukan wawancara dong yaaa..?
Lagipula, ngapain saya repot-repot wawancara jurnalis pro-pemberontak? Tinggal buka saja CNN, Time, Telegraph, Fox News, New York Time, AlJazeera, Eramuslim, Hidayatullah, Arrahmah, Media Umat, dll dengan gampang akan ditemukan pemberitaan pro-pemberontak dari para jurnalis itu (unik sekali, baru kali ini media muslim bisa bahu-membahu dengan media Barat dalam membahas isu jihad).
Bukankah media internasional sudah menghegemoni opini publik dengan berita pro-pemberontak? Kenapa musti marah kalau ada yang berusaha memberikan berita penyeimbang (dan lucunya, sambil menuduh 'tidak berimbang')?
Dalam setiap konflik, umumnya akan ada dua atau lebih versi pemberitaan. Allah sudah mengaruniai kita akal dan nurani; pakai keduanya untuk meneliti setiap berita.
Ini saya kutip tulisan Russ Baker,jurnalis AS, yang banyak mengkritisi pemberitaan yang dilakukan media Barat yang tidak berimbang (melulu memberitakan versi pemberontak):
"Anda tidak perlu menjadi fans Assad untuk menemukan [fakta] bahwa adalah penting untuk mendengar pendapatnya. ... Ini mengingatkan saya pada sebuah aturan yang kita pelajari di sekolah jurnalistik, namun kini sepertinya sudah diabaikan: untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, lakukan upaya maksimal untuk berbicara dengan kedua pihak."
Coba baca kembali media-media Barat, yang meskipun banyak memelintir berita-berita soal Suriah (dari sudut pandang kubu antiperang tentunya; tapi kalau dari sudut pandang kubu pemberontak, pemberitaan media Barat itu malah sangat menguntungkan mereka). Mereka itu biasanya berterus-terang bahwa sumber mereka tidak bisa terverifikasi.
Misalnya, pemberitaan BBC soal foto jenazah pembantaian di Houla, meski sudah langsung menuduh bahwa Assad pelakunya; BBC menyebut: foto ini, yang tidak bisa diverifikasi secara independen, diyakini adalah jenazah anak-anak korban pembantaian Houla yang akan dimakamkan. Dan tak lama kemudian terbukti itu foto korban teroris di Irak (fotografernya sendiri yang buka mulut di FB). Atau, wawancara koran Telegraph pada seorang anak yang mengaku bernama Ali, meski sangat tendensius, tetap menulis 'kesaksian Ali tidak bisa kami verifikasi'. Ali diwawancarai melalui Skype, si wartawan Telegraph tidak kenal/bertemu langsung, dan Ali dihadirkan oleh aktivis oposisi. Dari sisi jurnalistik ini ada cacat. Anehnya, pemberitaan dari sumber-sumber seperti ini diterima begitu saja oleh dunia internasional (termasuk kaum muslim).
Lalu, bagaimana dengan media Islam yang pro pemberontak? Apa sumber mereka terverifikasi? Apa Anda kenal siapa Abu ini.. Abu itu.. yang dikutip oleh media-media Islam itu (yang mengutip lagi entah dari media mana)? Atau, apa Anda kenal sama Al Julani, pemimpin Jabhah An-Nusrah? Bahkan anggota JN sendiri ternyata tidak kenal sama dia, dia selalu tampil dengan penutup wajah. Laporannya bisa dibaca di majalah Time dan anehnya, ini diposting ulang oleh Hizbut Tahrir Inggris dengan tanpa catatan (sanggahan atau komentar)..artinya isinya disetujui (diverifikasi oleh HT). Ini link-nya: http://www.hizb.org.uk/news-watch/in...-militia-group (terakhir kali diakses oleh saya tanggal 28 Maret 2013, 20:30).
Dan seperti saya bilang di pengantar wawancara, identitas narasumber saya tutupi demi keamanannya (teroris di Suriah sampai tega makan jantung mayat.. ulama sunni di Aleppo, Sheikh Hassan Seifeddin dimutilasi dan kepalanya digantung di menara Masjid.. Syekh Buthy dibom..kesalahan mereka hanya satu: menolak dukung pemberontak).
Mengerti sekarang, betapa ngerinya situasi di sana? (atau mau jawab: itu Fitnaaah..itu Assad yang melakukan..!?). Saya ketemu narasumber saya bukan di jalanan tapi lewat lembaga terhormat (anda pasti kaget kalau saya kasih tahu, tapi tentu tidak bakal saya kasih tahu karena saya sudah janji), identitasnya jelas dan terverifikasi. Dan saya juga mempertaruhkan kredibilitas saya sebagai analis politik di Global Future Institute. Sama sekali tidak bertentangan dengan kode etik jurnalistik bila identitasnya saya tutupi. Sekian kuliah singkat saya. Kalau masih ngeyel, no comment deh.
Oh ya, tambahan sedikit dari saya. Sama sekali tidak bertentangan dengan kode etik jurnalistik bila identitasnya saya tutupi.. dan sama sekali tidak bertentangan dengan penulisan karya ilmiah. Coba deh baca-baca tesis atau disertasi orang-orang.. biasanya nama narasumber tidak dicantumkan; tapi jelas terverifikasi (karena sudah disetujui dosen; dosen sudah menganggap narasumber yang bersangkutan layak untuk dijadikan narasumber).
Ada yg kenal dekat dengan Dina Sulaeman :
Quote:
Original Posted By Monte Carlo►
dia teman sekolah ane dulu di Padang gan, dia juga ada di fesbuk ane..
biasa aja jika orang punya pendapat yg berbeda mengenai suatu masalah..
apalagi Dina itu seorang pengamat politik dan penulis untuk wilayah Arab, dia sudah keliling arab dan bertemu banyak pejabat dan ulama penting disana..
dari kecil dia sudah aktif menulis berbagai masalah sosial dalam masyarakat.. ane jamin orangnya bersih, jujur dan netral..
*ane bukan orang politik dan tidak tertarik sama sekali dg politik luar negeri, ane cuman kasian sama si Dina, jika dia diserang secara personal hanya karena berbeda pandangan dg orang lain..
dia teman sekolah ane dulu di Padang gan, dia juga ada di fesbuk ane..
biasa aja jika orang punya pendapat yg berbeda mengenai suatu masalah..
apalagi Dina itu seorang pengamat politik dan penulis untuk wilayah Arab, dia sudah keliling arab dan bertemu banyak pejabat dan ulama penting disana..
dari kecil dia sudah aktif menulis berbagai masalah sosial dalam masyarakat.. ane jamin orangnya bersih, jujur dan netral..
*ane bukan orang politik dan tidak tertarik sama sekali dg politik luar negeri, ane cuman kasian sama si Dina, jika dia diserang secara personal hanya karena berbeda pandangan dg orang lain..
Diubah oleh 032700 04-07-2013 15:38
1
13.2K
Kutip
63
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan