- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
REKAM JEJAK BAMBANG DH (1)
TS
cakjempol
REKAM JEJAK BAMBANG DH (1)
Bambang DH, Surabaya, Sebelas Tahun Lalu
Kota Surabaya tahun 2002. Sampah menumpuk dimana-mana. Di pinggir jalan. Di kampung-kampung. Kota Metropolitan itu dikepung bau sampah: busuk, anyir, tidak karuan-karuan. Warga kota bergolak. Karena, dari hari ke hari, sampah terus menumpuk dan berserakan di berbagai penjuru kota.
Di pihak lain, kepemimpinan Kota Surabaya sedang kosong. Walikota saat itu, Sunarto Sumoprawiro, menghilang. Tidak diketahui keberadaannya. Belakangan diketahui Cak Narto sedang sakit dan dirawat di Australia.
Wakil walikota, Bambang DH, yang sedang kursus Lemhanas di Jakarta, didesak untuk turun tangan. Tapi ia tidak memegang mandat atau perintah dari walikota. Sedang Sekretaris Kota Surabaya, M. Yasin, juga tidak berkutik. Kemacetan itu terus menanjak, menuju klimaks.
Pangkal masalah dari sampah yang menumpuk dan berserakan itu karena warga Keputih, Kecamatan Sukolilo, yang menjadi lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir), bergolak protes, dan menutup tempat pembuangan sampah. Jalan masuk ke lokasi TPA diganjal dengan palang kayu oleh warga.
Warga Kota Surabaya pasti mengenang krisis politik saat itu. DPRD Kota Surabaya akhirnya memberhentikan Sunarto Sumoprawiro karena beralangan tugas lantaran sakit. Saat itu, pemilihan kepala daerah masih melalui parlemen. Belum dipilih langsung oleh rakyat seperti saat ini. Bambang DH akhirnya ditunjuk untuk menggantikan sebagai walikota.
Bambang DH pun bertindak cepat. Ia turun langsung menemui warga Keputih. Ia lakukan dialog, dan membangun titik temu. Akhirnya, warga bersedia membuka portal kayu di tengah jalan. Gunungan sampah dari berbagai penjuru kota bisa dibuang di TPA Keputih. Walikota Bambang DH kemudian memindahkan Tempat Pembuangan Akhir untuk sampah ke lahan Pemkot Surabaya di Benowo. Lokasi itu terus berfungsi sampai saat ini. (bersambung bagian 2)
Kota Surabaya tahun 2002. Sampah menumpuk dimana-mana. Di pinggir jalan. Di kampung-kampung. Kota Metropolitan itu dikepung bau sampah: busuk, anyir, tidak karuan-karuan. Warga kota bergolak. Karena, dari hari ke hari, sampah terus menumpuk dan berserakan di berbagai penjuru kota.
Di pihak lain, kepemimpinan Kota Surabaya sedang kosong. Walikota saat itu, Sunarto Sumoprawiro, menghilang. Tidak diketahui keberadaannya. Belakangan diketahui Cak Narto sedang sakit dan dirawat di Australia.
Wakil walikota, Bambang DH, yang sedang kursus Lemhanas di Jakarta, didesak untuk turun tangan. Tapi ia tidak memegang mandat atau perintah dari walikota. Sedang Sekretaris Kota Surabaya, M. Yasin, juga tidak berkutik. Kemacetan itu terus menanjak, menuju klimaks.
Pangkal masalah dari sampah yang menumpuk dan berserakan itu karena warga Keputih, Kecamatan Sukolilo, yang menjadi lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir), bergolak protes, dan menutup tempat pembuangan sampah. Jalan masuk ke lokasi TPA diganjal dengan palang kayu oleh warga.
Warga Kota Surabaya pasti mengenang krisis politik saat itu. DPRD Kota Surabaya akhirnya memberhentikan Sunarto Sumoprawiro karena beralangan tugas lantaran sakit. Saat itu, pemilihan kepala daerah masih melalui parlemen. Belum dipilih langsung oleh rakyat seperti saat ini. Bambang DH akhirnya ditunjuk untuk menggantikan sebagai walikota.
Bambang DH pun bertindak cepat. Ia turun langsung menemui warga Keputih. Ia lakukan dialog, dan membangun titik temu. Akhirnya, warga bersedia membuka portal kayu di tengah jalan. Gunungan sampah dari berbagai penjuru kota bisa dibuang di TPA Keputih. Walikota Bambang DH kemudian memindahkan Tempat Pembuangan Akhir untuk sampah ke lahan Pemkot Surabaya di Benowo. Lokasi itu terus berfungsi sampai saat ini. (bersambung bagian 2)
0
832
2
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan