- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sejarah "Papah" dan "Mamah"
TS
abcde...z
Sejarah "Papah" dan "Mamah"
SETELAH Ahmad Fathanah, giliran Luthfi Hasan Ishaaq yang dikait-kaitkan dengan perempuan. Nama Darin Mumtazah mencuat setelah dua kali mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia akan diperiksa sebagai saksi kasus pencucian uang yang melibatkan mantan presiden Partai Keadilan Sejahtera tersebut.
Hubungan Luthfi dan Darin memang belum terungkap jelas. Namun, menurut Sayitno, satpam di tempat tinggal mereka di Jatinegara Jakarta Timur, seperti dilansir media, Darin memanggil Luthfi papah, dan Luthfi memanggil Darin mamah.
Rupanya berbagai media massa, baik online maupun cetak, lebih tergelitik mengangkat angle tulisannya mengenai panggilan papah dan mamah. Dengan panggilan itu, pembaca dipersilakan menduga sendiri hubungan Luthfi dan Darin.
Panggilan papah dan mamah lazim dipakai dalam lingkungan keluarga. Biasanya karena orangtuanya saling memanggil papah dan mamah, anak-anaknya pun menyapa orangtuanya dengan panggilan tersebut. Bahkan, penggunaan panggilan papah dan mamah bersaing ketat dengan panggilan ayah/bapak dan ibu.
Dari manakah asal panggilan papah dan mamah?
Menurut Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia Volume 5-8 terbitan 1984, pada masa kolonial Belanda, orang yang berpendidikan Belanda memakai kata sapaan mammie dan pappie, mamma dan pappa, atau mammaatje dan pappaatje. Dari kata sapaan itu lahirlah mami dan papi atau mama dan papa.
“Panggilan tersebut dipandang sebagai pembeda antara orang berpendidikan Belanda dengan yang tidak. Akan lucu rasanya (sebenarnya) bila ibu dan bapak tidak tahu/menguasai bahasa Belanda, tetapi menyuruh anak-anaknya memanggil mereka dengan sapaan mami dan papi,” tulis majalah tersebut. “Namun, hal itu juga yang kita lihat dalam masyarakat.”
Dewasa ini, lanjut majalah tersebut, kata sapaan yang banyak dipakai oleh keluarga ialah mama dan papa, apalagi di kota-kota besar. “Panggilan papa dan mama seolah-olah juga menunjukkan status bahwa keluarga itu keluarga modern. Orang tua ibu dan bapak dipanggil opa dan oma, bukan kakek dan nenek, kata baku bahasa Indonesia ragam resmi.”
Di Jawa Barat panggilan mami/papi dan mama/papa menjadi mamih/papih dan mamah/papah. Ini terjadi karena pengaruh bahasa Sunda, yang kerap memberikan imbuhan huruf “h”, baik pada awal, tengah, maupun akhir kata. Seperti ayam menjadi hayam (h, di awal), buaya menjadi buhaya (h, di tengah), dan rapi jadi rapih (h, di akhir). Tentu saja, sapi tetap sapi, kalau sapih, artinya “menyarak atau menghentikan anak menyusu.”
Panggilan papa/mama atau papah/mamah tidak lagi eksklusif bagi keluarga modern. Keluarga-keluarga di desa pun tak sungkan menggunakannya. Belakangan muncul sapaan baru, biasanya dipakai di lingkungan “Islami”, yang diambil dari bahasa Arab: abi (ayah/bapak) dan umi (ibu). Menariknya, Luthfi, yang berasal dari lingkungan tersebut, lebih memilih panggilan papah/mamah, ketimbang abi/umi.
SUMBER
Hubungan Luthfi dan Darin memang belum terungkap jelas. Namun, menurut Sayitno, satpam di tempat tinggal mereka di Jatinegara Jakarta Timur, seperti dilansir media, Darin memanggil Luthfi papah, dan Luthfi memanggil Darin mamah.
Rupanya berbagai media massa, baik online maupun cetak, lebih tergelitik mengangkat angle tulisannya mengenai panggilan papah dan mamah. Dengan panggilan itu, pembaca dipersilakan menduga sendiri hubungan Luthfi dan Darin.
Panggilan papah dan mamah lazim dipakai dalam lingkungan keluarga. Biasanya karena orangtuanya saling memanggil papah dan mamah, anak-anaknya pun menyapa orangtuanya dengan panggilan tersebut. Bahkan, penggunaan panggilan papah dan mamah bersaing ketat dengan panggilan ayah/bapak dan ibu.
Dari manakah asal panggilan papah dan mamah?
Menurut Majalah Pembinaan Bahasa Indonesia Volume 5-8 terbitan 1984, pada masa kolonial Belanda, orang yang berpendidikan Belanda memakai kata sapaan mammie dan pappie, mamma dan pappa, atau mammaatje dan pappaatje. Dari kata sapaan itu lahirlah mami dan papi atau mama dan papa.
“Panggilan tersebut dipandang sebagai pembeda antara orang berpendidikan Belanda dengan yang tidak. Akan lucu rasanya (sebenarnya) bila ibu dan bapak tidak tahu/menguasai bahasa Belanda, tetapi menyuruh anak-anaknya memanggil mereka dengan sapaan mami dan papi,” tulis majalah tersebut. “Namun, hal itu juga yang kita lihat dalam masyarakat.”
Dewasa ini, lanjut majalah tersebut, kata sapaan yang banyak dipakai oleh keluarga ialah mama dan papa, apalagi di kota-kota besar. “Panggilan papa dan mama seolah-olah juga menunjukkan status bahwa keluarga itu keluarga modern. Orang tua ibu dan bapak dipanggil opa dan oma, bukan kakek dan nenek, kata baku bahasa Indonesia ragam resmi.”
Di Jawa Barat panggilan mami/papi dan mama/papa menjadi mamih/papih dan mamah/papah. Ini terjadi karena pengaruh bahasa Sunda, yang kerap memberikan imbuhan huruf “h”, baik pada awal, tengah, maupun akhir kata. Seperti ayam menjadi hayam (h, di awal), buaya menjadi buhaya (h, di tengah), dan rapi jadi rapih (h, di akhir). Tentu saja, sapi tetap sapi, kalau sapih, artinya “menyarak atau menghentikan anak menyusu.”
Panggilan papa/mama atau papah/mamah tidak lagi eksklusif bagi keluarga modern. Keluarga-keluarga di desa pun tak sungkan menggunakannya. Belakangan muncul sapaan baru, biasanya dipakai di lingkungan “Islami”, yang diambil dari bahasa Arab: abi (ayah/bapak) dan umi (ibu). Menariknya, Luthfi, yang berasal dari lingkungan tersebut, lebih memilih panggilan papah/mamah, ketimbang abi/umi.
SUMBER
0
1.7K
9
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan