- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
(Nasionalis Bangkit) Para Dubes Mulai Memepet Capres-Capres Yang Anti Asing
TS
garudangangkang
(Nasionalis Bangkit) Para Dubes Mulai Memepet Capres-Capres Yang Anti Asing
Quote:
(Jokowi dan Dahlan, dua kandidat Capres yang dikenal amat nasionalis)
Jumat Pagi (21/6/2013) Dahlan Iskan diundang makan pagi dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Scot Marciel. Pembicaraan mereka masih terasa formal seperti soal Demokrasi di Indonesia, soal hubungan dagang, sampai soal ketersediaan listrik dan Dahlan juga bicara soal Biomass.
Adalah menarik mencermati kerja-kerja Dubes negara-negara maju di Indonesia dalam melakukan lobi-lobi politik. Harus diakui peta ideologis perang politik 2014 saat ini dominan dikuasai oleh kaum Nasionalis yang Anti Modal Asing dan melakukan politik Pro Berdikari. Ada tiga tokoh penting yang namanya kerap disebut-sebut sebagai Capres yang amat keras terhadap intervensi modal asing, mereka adalah Prabowo, Dahlan Iskan dan Jokowi.
Prabowo sejak awal kemunculannya menghendaki politik berdikari, sasaran tembak Prabowo adalah Tambang-Tambang yang dikuasai asing, Prabowo menginginkan proses Nasionalisasi secara total tapi juga tidak frontal. Banyak pengamat menyatakan Prabowo bergaya Hugo Chavez, dari segi lagak lagu dan fashion Prabowo jelas amat meniru Chavez, bahkan pernyataan-pernyataannya kerap segaris dengan Chavez. Gaya Nasionalis Puritan yang kuat dalam tawaran politik Prabowo jelas mengundang kekuatiran negara-negara maju yang sudah lama menjarah ekonomi Indonesia. Sebut saja Amerika Serikat, Jepang dan Perancis.
Sementara Dahlan Iskan juga amat menguatirkan bagi kepentingan modal asing. Sebut saja gagasan Dahlan yang ingin membubarkan Petral pada awal tahun 2012, Dahlan membangun kilang-kilang minyak tersendiri untuk memotong alur makelar minyak sampai pada puncaknya Dahlan menuntut sehabisnya kontrak Blok Mahakam dengan Total EP Indonesie. Kemudian Dahlan melakukan pembenahan di Pertamina, serta statemen-statemen Dahlan soal kekuatan Pertamina yang akan mengalahkan Petronas. Saat ini Dahlan Iskan juga mampu melakukan ekspansi bisnis BUMN yang amat mengejutkan negara-negara maju seperti kontrak pesawat, kontrak perkebunan dengan Filipina sampai invasi modal Dahlan ke Australia guna menguasai kendali Australia dalam mendikte perdagangan sapi dengan Indonesia.
Jokowi adalah "Little Sukarno" bagi banyak orang Indonesia, dia menolak bantuan-bantuan seperti World Bank, ia menginginkan politik anggaran APBD yang berdikari tidak terdikte, politik anggaran Jokowi yang terbuka bisa menghilangkan kongkalingkong asing dengan pejabat DKI. Jokowi juga menghajar monopoli air oleh PT PAM Lyonnaise Palyja dengan memaksa membeli saham milik Palyja dengan alasan ia harus bertanggung jawab terhadap warga DKI diluar kendali asing. Dalam soal ini Jokowi sering menghindari pertemuan dengan Dubes Perancis yang ingin melobi dirinya. Jokowi juga sering dipepet Dubes Jepang untuk soal MRT. Namun Jokowi selalu bersikap tegas menolak semua soal yang berbau dikte asing.
Scot Marcel sebagai dubes Amerika Serikat sendiri sekalipun pernah berceloteh soal masih digunakannya "cara lama" dalam melihat hubungan Indonesia-Amerika Serikat seperti kekuatiran penempatan Marinir di Darwin, Australia. Namun bila diperhatikan secara konstelasi politik hubungan Indonesia-Amerika Serikat diperkirakan memanas, ini berkaitan juga mulai masuknya pengaruh RRC dalam merombak struktur pasar di Asia.
Pertemuan Dubes Scot Marcel pagi tadi dengan Dahlan Iskan bisa jadi merupakan bahan pekerjaan rumah (PR) bagi Departemen Luar Negeri Indonesia untuk mengantisipasi bangkitnya kaum Nasionalis yang sangat menghendaki tegaknya Politik "Kedaulatan Modal".
Diluar konteks rebutan lobi dubes asing dengan capres-capres nasionalis perlu diperhatikan bagaimana mereka bekerja keras untuk melobi orang penting dimana mereka ditugaskan, ini sangat berbeda dengan dubes-dubes Indonesia yang dikenal amat pasif dalam melakukan kerja diplomasi.
(Laporan Anton DH Nugrahanto/Portalpolitik.com)
Sumber
Jumat Pagi (21/6/2013) Dahlan Iskan diundang makan pagi dengan Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Scot Marciel. Pembicaraan mereka masih terasa formal seperti soal Demokrasi di Indonesia, soal hubungan dagang, sampai soal ketersediaan listrik dan Dahlan juga bicara soal Biomass.
Adalah menarik mencermati kerja-kerja Dubes negara-negara maju di Indonesia dalam melakukan lobi-lobi politik. Harus diakui peta ideologis perang politik 2014 saat ini dominan dikuasai oleh kaum Nasionalis yang Anti Modal Asing dan melakukan politik Pro Berdikari. Ada tiga tokoh penting yang namanya kerap disebut-sebut sebagai Capres yang amat keras terhadap intervensi modal asing, mereka adalah Prabowo, Dahlan Iskan dan Jokowi.
Prabowo sejak awal kemunculannya menghendaki politik berdikari, sasaran tembak Prabowo adalah Tambang-Tambang yang dikuasai asing, Prabowo menginginkan proses Nasionalisasi secara total tapi juga tidak frontal. Banyak pengamat menyatakan Prabowo bergaya Hugo Chavez, dari segi lagak lagu dan fashion Prabowo jelas amat meniru Chavez, bahkan pernyataan-pernyataannya kerap segaris dengan Chavez. Gaya Nasionalis Puritan yang kuat dalam tawaran politik Prabowo jelas mengundang kekuatiran negara-negara maju yang sudah lama menjarah ekonomi Indonesia. Sebut saja Amerika Serikat, Jepang dan Perancis.
Sementara Dahlan Iskan juga amat menguatirkan bagi kepentingan modal asing. Sebut saja gagasan Dahlan yang ingin membubarkan Petral pada awal tahun 2012, Dahlan membangun kilang-kilang minyak tersendiri untuk memotong alur makelar minyak sampai pada puncaknya Dahlan menuntut sehabisnya kontrak Blok Mahakam dengan Total EP Indonesie. Kemudian Dahlan melakukan pembenahan di Pertamina, serta statemen-statemen Dahlan soal kekuatan Pertamina yang akan mengalahkan Petronas. Saat ini Dahlan Iskan juga mampu melakukan ekspansi bisnis BUMN yang amat mengejutkan negara-negara maju seperti kontrak pesawat, kontrak perkebunan dengan Filipina sampai invasi modal Dahlan ke Australia guna menguasai kendali Australia dalam mendikte perdagangan sapi dengan Indonesia.
Jokowi adalah "Little Sukarno" bagi banyak orang Indonesia, dia menolak bantuan-bantuan seperti World Bank, ia menginginkan politik anggaran APBD yang berdikari tidak terdikte, politik anggaran Jokowi yang terbuka bisa menghilangkan kongkalingkong asing dengan pejabat DKI. Jokowi juga menghajar monopoli air oleh PT PAM Lyonnaise Palyja dengan memaksa membeli saham milik Palyja dengan alasan ia harus bertanggung jawab terhadap warga DKI diluar kendali asing. Dalam soal ini Jokowi sering menghindari pertemuan dengan Dubes Perancis yang ingin melobi dirinya. Jokowi juga sering dipepet Dubes Jepang untuk soal MRT. Namun Jokowi selalu bersikap tegas menolak semua soal yang berbau dikte asing.
Scot Marcel sebagai dubes Amerika Serikat sendiri sekalipun pernah berceloteh soal masih digunakannya "cara lama" dalam melihat hubungan Indonesia-Amerika Serikat seperti kekuatiran penempatan Marinir di Darwin, Australia. Namun bila diperhatikan secara konstelasi politik hubungan Indonesia-Amerika Serikat diperkirakan memanas, ini berkaitan juga mulai masuknya pengaruh RRC dalam merombak struktur pasar di Asia.
Pertemuan Dubes Scot Marcel pagi tadi dengan Dahlan Iskan bisa jadi merupakan bahan pekerjaan rumah (PR) bagi Departemen Luar Negeri Indonesia untuk mengantisipasi bangkitnya kaum Nasionalis yang sangat menghendaki tegaknya Politik "Kedaulatan Modal".
Diluar konteks rebutan lobi dubes asing dengan capres-capres nasionalis perlu diperhatikan bagaimana mereka bekerja keras untuk melobi orang penting dimana mereka ditugaskan, ini sangat berbeda dengan dubes-dubes Indonesia yang dikenal amat pasif dalam melakukan kerja diplomasi.
(Laporan Anton DH Nugrahanto/Portalpolitik.com)
Sumber
Semoga makin banyak kaum nasionalis di negeri kita..
0
3.2K
Kutip
25
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan