- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Konfusianisme Ajarkan Cinta Kasih
TS
zhouxian
Konfusianisme Ajarkan Cinta Kasih
Banyak warga Tionghoa menggunakan falsafah konfusianisme dalam kegiatan bisnis mereka. Tidak heran bila mereka dikenal sebagai pedagang sejati, tidak takut bersaing dan rugi, serta pekerja keras.
Banyak sudah penulis atau pakar membahas mengenai prinsip-prinsip bisnis warga Tionghoa. Bahkan banyak penulis juga mengatakan para pedagang Tionghoa umumnya agresif, tidak akan melepaskan peluang, namun berani mengambil risiko, tahan banting, dan tidak menyerah pada nasib.
Bila disimak lebih dalam sebenarnya Konfusianisme mengutamakan akhlak mulia, yang pada dasarnya adalah susunan falsafah dan etika tentang cara manusia berperilaku.
Hal-hal itulah yang dipraktekannya dalam mengelola usahanya, ujar Nancy Wijaya, yang juga adalah Ketua Perempuan Perhimpunan Tionghoa Indonesia. Hal senada juga diungkapkan oleh praktisi bisnis lainnya, Usman Arifin.
Pengalaman menerapkan Konfusianisme dalam praktek bisnis mengemuka dalam seminar Konfusianisme dan Etika Bisnis di FIB UI di Depok, Jawa Barat, Kamis (25/3/13), dalam rangkaian Sinofest 2013.
Bagi Nancy, inti dari ajaran konfusianisme adalah cinta kasih. Prinsip ini bisa diterapkan dalam kehidupan berbisnis maupun keluarga. "Artinya kalau bisnis dan usaha kita mau maju, maka kita harus bisa memperhatikan karyawan kita. Kita harus bisa saling tolong," ungkap Nancy Wijaya sambil menambahkan bahwa nilai-nilai cinta kasih dan kerja keras sudah ditanamkan sejak kecil dan diawali dari rumah.
Semua nilai dan kebaikan itu memang diajarkan dari rumah. Sebuah pengalaman sudah membuktikan, ungkapnya, ketika dia harus meninggalkan Garut dan bersekolah di Bandung, untuk melanjutkan pendidikan, yang dilakukan adalah bukan hanya ajaran bekerja keras, tetapi membantu orang tua berdagang. Membantu orang tua membawa berbagai kebutuhan berdagang dari Bandung untuk dijual lagi di Garut.
“Cara-cara seperti ini adalah bukti dari ungkapan rasa cinta dan tanggungjawab sebagai anak untuk membantu orangtua. Walau pun saya mempunyai tugas untuk belajar, namuan saya juga menunjukkan rasa cinta membantu orang tua dalam setiap usahanya,” tambah Nancy.
Dan kerja keras ini pun bukan ditanamkan kepada dirinya, yang berasal dari orang tuanya, tetapi juga kepada karyawannya sekarang ini. Bahkan dia tidak segan-segan membantu karyawannya untuk bisa lebih maju, kalau perlu membuka usaha sendiri. Dan memang, ada karyawannya yang bekerja keras, membuktikan diri membangun usahanya sendiri, dan mereka pun sukses.
Lain lagi pandangan praktisi bisnis, Usman Arifin. Menurut dia, karyawan adalah bagian dari kehidupan keluarga perusahaan. Karena itu, kalau keluarga dalam hidup yang baik, berpendidikan, maka kerja karyawannya juga bisa lebih baik pula.
Salah satu cara mendorongnya, ungkap Arifin, adalah memberikan bea siswa kepada anggota keluarga karyawan untuk bisa melanjutkan sekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Dan banyak pula diantara mereka yang akhirnya bekerja di perusahaannya.
”Saya juga memberikan bea siswa kepada banyak pihak di berbagai daerah, untuk tetap bersekolah. Setelah lulus banyak diantarta mereka datang untuk bekerja di perusahaan saya,” tambahnya.
Tetapi menurut Roy Darmawan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, orang-orang Tionghoa dalam mengembangkan bisnis mereka selalu nilai-nilai budaya yang dipraktekan.
Hal inilah, katanya, yang juga diterapkan oleh negari Cina. "Nilai-nilai budaya ini memperkuat sistem nilai yang dibangun dalam berbisnis," ungkapnya. "Sehingga dalam situasi krisis, mereka mampu bertahan." [E4]
http://jia-xiang.biz/read/konfusiani...an-cinta-kasih
mantap agan2
Banyak sudah penulis atau pakar membahas mengenai prinsip-prinsip bisnis warga Tionghoa. Bahkan banyak penulis juga mengatakan para pedagang Tionghoa umumnya agresif, tidak akan melepaskan peluang, namun berani mengambil risiko, tahan banting, dan tidak menyerah pada nasib.
Bila disimak lebih dalam sebenarnya Konfusianisme mengutamakan akhlak mulia, yang pada dasarnya adalah susunan falsafah dan etika tentang cara manusia berperilaku.
Hal-hal itulah yang dipraktekannya dalam mengelola usahanya, ujar Nancy Wijaya, yang juga adalah Ketua Perempuan Perhimpunan Tionghoa Indonesia. Hal senada juga diungkapkan oleh praktisi bisnis lainnya, Usman Arifin.
Pengalaman menerapkan Konfusianisme dalam praktek bisnis mengemuka dalam seminar Konfusianisme dan Etika Bisnis di FIB UI di Depok, Jawa Barat, Kamis (25/3/13), dalam rangkaian Sinofest 2013.
Bagi Nancy, inti dari ajaran konfusianisme adalah cinta kasih. Prinsip ini bisa diterapkan dalam kehidupan berbisnis maupun keluarga. "Artinya kalau bisnis dan usaha kita mau maju, maka kita harus bisa memperhatikan karyawan kita. Kita harus bisa saling tolong," ungkap Nancy Wijaya sambil menambahkan bahwa nilai-nilai cinta kasih dan kerja keras sudah ditanamkan sejak kecil dan diawali dari rumah.
Semua nilai dan kebaikan itu memang diajarkan dari rumah. Sebuah pengalaman sudah membuktikan, ungkapnya, ketika dia harus meninggalkan Garut dan bersekolah di Bandung, untuk melanjutkan pendidikan, yang dilakukan adalah bukan hanya ajaran bekerja keras, tetapi membantu orang tua berdagang. Membantu orang tua membawa berbagai kebutuhan berdagang dari Bandung untuk dijual lagi di Garut.
“Cara-cara seperti ini adalah bukti dari ungkapan rasa cinta dan tanggungjawab sebagai anak untuk membantu orangtua. Walau pun saya mempunyai tugas untuk belajar, namuan saya juga menunjukkan rasa cinta membantu orang tua dalam setiap usahanya,” tambah Nancy.
Dan kerja keras ini pun bukan ditanamkan kepada dirinya, yang berasal dari orang tuanya, tetapi juga kepada karyawannya sekarang ini. Bahkan dia tidak segan-segan membantu karyawannya untuk bisa lebih maju, kalau perlu membuka usaha sendiri. Dan memang, ada karyawannya yang bekerja keras, membuktikan diri membangun usahanya sendiri, dan mereka pun sukses.
Lain lagi pandangan praktisi bisnis, Usman Arifin. Menurut dia, karyawan adalah bagian dari kehidupan keluarga perusahaan. Karena itu, kalau keluarga dalam hidup yang baik, berpendidikan, maka kerja karyawannya juga bisa lebih baik pula.
Salah satu cara mendorongnya, ungkap Arifin, adalah memberikan bea siswa kepada anggota keluarga karyawan untuk bisa melanjutkan sekolah hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Dan banyak pula diantara mereka yang akhirnya bekerja di perusahaannya.
”Saya juga memberikan bea siswa kepada banyak pihak di berbagai daerah, untuk tetap bersekolah. Setelah lulus banyak diantarta mereka datang untuk bekerja di perusahaan saya,” tambahnya.
Tetapi menurut Roy Darmawan dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, orang-orang Tionghoa dalam mengembangkan bisnis mereka selalu nilai-nilai budaya yang dipraktekan.
Hal inilah, katanya, yang juga diterapkan oleh negari Cina. "Nilai-nilai budaya ini memperkuat sistem nilai yang dibangun dalam berbisnis," ungkapnya. "Sehingga dalam situasi krisis, mereka mampu bertahan." [E4]
http://jia-xiang.biz/read/konfusiani...an-cinta-kasih
mantap agan2
0
1.5K
18
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan