- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Oh..Begini Shalatnya untuk Para Astronot/Manusia Yang Ada Di Luar Angkasa


TS
cakz800
Oh..Begini Shalatnya untuk Para Astronot/Manusia Yang Ada Di Luar Angkasa
pasti kaskuser masih banyak yang belum tahu kan .. gimana sih cara nya kita shalat jika sedang berada di luar angkasa .. nah ini juga yang tiba tiba melayang di kepala ane pada saat mengerjakan Tugas Akhir/Skripsi .. terus ane iseng google .. nihh gini ternyata cara nya gan..
sumber : link
gimana gan udah pada tau kan cara nya ? ane ga bermaksud SARAya .. nih ane nemu photo astronot malaysia yang kebetulan dia seorang muslim dirinya sedang melakukan ibadah shalat pada saat diluar angkasa ..





ada video nya juga nihh ..
jika yang ane shere berguna buat wawasan agan .. silahkan berterimakasih dengan memberi cendol .. cukup klik botton di bawah ini
Spoiler for Pertama:
Quote:
Pertanyaan
Saya ingin tahu tentang teman saya yang kini tengah mengikuti pelajaran perjalanan ke luar angkasa. Pertanyaan saya bagaimana orang menentukan kiblat di luar angkasa? Bagaimana ia berwudhu dan mengerjakan shalat? Apakah shalatnya harus ia kerjakan secara utuh (tamâm) atau diringkas (qashar)?
Saya ingin tahu tentang teman saya yang kini tengah mengikuti pelajaran perjalanan ke luar angkasa. Pertanyaan saya bagaimana orang menentukan kiblat di luar angkasa? Bagaimana ia berwudhu dan mengerjakan shalat? Apakah shalatnya harus ia kerjakan secara utuh (tamâm) atau diringkas (qashar)?
Quote:
Jawaban
Shalat-shalat wajib, bagaimana pun kondisinya, tidak akan pernah gugur dari setiap mukallaf. Setiap Muslim yang telah mencapai usia baligh (usia taklif) maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat bagaimana pun kondisinya.
Manusia yang melakukan perjalanan ke luar angkasa atau berada di pesawat luar angkasa apabila ia dapat menemukan media atau fasilitas di sebuah tempat yang diam (tidak bergerak) maka ia harus mengerjakan shalat dalam kondisi diam (istiqrâr). Apabila ia tidak dapat menemukan tempat atau fasilitas tersebut maka ia harus mengerjakan shalat bagaimana pun kondisinya meski dengan isyarat.
Orang-orang yang berada di luar angkasa, apabila ia berdiri pada arah bumi maka ia berdiri mengarah kepada kiblat. Namun apabila ia tidak mampu mengidentifikasi dan menentukan arah bumi maka ia harus mengerjakan shalat keempat arah (apabila mungkin). Jika tidak memungkinkan, maka cukup baginya untuk mengerjakan shalat seberapa arah pun yang ia mampu.[1]
Adapun terkait dengan wudhu, apabila ia dapat dan memungkinkan baginya untuk berwudhu maka ia harus berwudhu. Apabila tidak memungkinkan maka ia harus bertayammum. Apabila bertayammum juga tidak mungkin baginya maka sesuai dengan ihtiyâth, ia harus mengerjakan shalat tanpa wudhu dan tayammum, dan setelah itu, ia harus mengerjakan qadha shalat-shalat yang ia kerjakan tanpa wudhu dan tayammum.[2]
Adapun sehubungan dengan meringkas shalat (qashar) atau mengerjakannya secara utuh (tamâm), apabila ia mengetahui bahwa masa tinggalnya akan memakan waktu sepuluh hari atau lebih di suatu tempat maka ia harus mengerjakan shalat secara utuh (tamâm). Apabila tidak demikian maka ia harus mengerjakannya dengan meringkasnya (qashar).
Namun jika profesinya adalah seorang astronaut, apabila setelah perjalanan pertama, ia tidak tinggal di negerinya selama sepuluh hari atau lebih atau di luar negerinya maka pada perjalanan kedua shalatnya harus dikerjakan secara utuh (tamâm). Namun apabila ia menetap selama sepuluh hari di negerinya atau di luar negerinya lalu kembali melakukan perjalanan luar angkasa maka shalatnya harus dikerjakan secara ringkas (qashar).[3] [IQuest]
Shalat-shalat wajib, bagaimana pun kondisinya, tidak akan pernah gugur dari setiap mukallaf. Setiap Muslim yang telah mencapai usia baligh (usia taklif) maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat bagaimana pun kondisinya.
Manusia yang melakukan perjalanan ke luar angkasa atau berada di pesawat luar angkasa apabila ia dapat menemukan media atau fasilitas di sebuah tempat yang diam (tidak bergerak) maka ia harus mengerjakan shalat dalam kondisi diam (istiqrâr). Apabila ia tidak dapat menemukan tempat atau fasilitas tersebut maka ia harus mengerjakan shalat bagaimana pun kondisinya meski dengan isyarat.
Orang-orang yang berada di luar angkasa, apabila ia berdiri pada arah bumi maka ia berdiri mengarah kepada kiblat. Namun apabila ia tidak mampu mengidentifikasi dan menentukan arah bumi maka ia harus mengerjakan shalat keempat arah (apabila mungkin). Jika tidak memungkinkan, maka cukup baginya untuk mengerjakan shalat seberapa arah pun yang ia mampu.[1]
Adapun terkait dengan wudhu, apabila ia dapat dan memungkinkan baginya untuk berwudhu maka ia harus berwudhu. Apabila tidak memungkinkan maka ia harus bertayammum. Apabila bertayammum juga tidak mungkin baginya maka sesuai dengan ihtiyâth, ia harus mengerjakan shalat tanpa wudhu dan tayammum, dan setelah itu, ia harus mengerjakan qadha shalat-shalat yang ia kerjakan tanpa wudhu dan tayammum.[2]
Adapun sehubungan dengan meringkas shalat (qashar) atau mengerjakannya secara utuh (tamâm), apabila ia mengetahui bahwa masa tinggalnya akan memakan waktu sepuluh hari atau lebih di suatu tempat maka ia harus mengerjakan shalat secara utuh (tamâm). Apabila tidak demikian maka ia harus mengerjakannya dengan meringkasnya (qashar).
Namun jika profesinya adalah seorang astronaut, apabila setelah perjalanan pertama, ia tidak tinggal di negerinya selama sepuluh hari atau lebih atau di luar negerinya maka pada perjalanan kedua shalatnya harus dikerjakan secara utuh (tamâm). Namun apabila ia menetap selama sepuluh hari di negerinya atau di luar negerinya lalu kembali melakukan perjalanan luar angkasa maka shalatnya harus dikerjakan secara ringkas (qashar).[3] [IQuest]
sumber : link
Spoiler for kedua:
Quote:
Pertanyaa
hayatulislam.net – Soal: Ustadz saya ingin bertanya. Bagaimana hukum sholat bagi para astronot yang sedang di luar angkasa? Misalnya ketika mereka mendarat di bulan? Apakah mereka tetap sholat? Dan bagaimana hukum sholat bagi mereka yang tinggal di daerah kutub yang memiliki karakter waktu yang tidak tepat? Setahu saya kadang2 di kutub siangnya sangat panjang dan kadang2 malamnya yang panjang. Mohon penjelasannya
hayatulislam.net – Soal: Ustadz saya ingin bertanya. Bagaimana hukum sholat bagi para astronot yang sedang di luar angkasa? Misalnya ketika mereka mendarat di bulan? Apakah mereka tetap sholat? Dan bagaimana hukum sholat bagi mereka yang tinggal di daerah kutub yang memiliki karakter waktu yang tidak tepat? Setahu saya kadang2 di kutub siangnya sangat panjang dan kadang2 malamnya yang panjang. Mohon penjelasannya
Quote:
Jawaban
Jawab: Para fuqaha telah memahami bahwa tatkala Allah SWT mensyariatkan hukum bagi seorang mukallaf, Ia juga telah menetapkan sejumlah imarah(indikasi) yang menunjukkan kapan, dan dalam kondisi apa hukum tersebut dikerjakan atau dilaksanakan. Indikasi-indikasi (imarah) tersebut adalah sebab-sebab syar’iyyah dilaksanakannya sebuah hukum. Topik mengenai pelaksanaan hukum ini dikategorikan dalam pembahasan ahkaam al-wadli’y, dimana salah satu bagian dari ahkam al-wadl’iy adalah al-sabab (sebab).
Muhammad Abu Zahrah dalam kitab Ushul Fiqh-nya, hal. 56, menyatakan, “Sebab-sebab bukanlah termasuk bagian dari perbuatan seorang mukallaf. Akan tetapi, ia telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai tanda (imarah) untuk melaksanakan sebuah hukum, misalnya keberadaan waktu dijadikan sebab (al-sabab) bagi pengerjaan sholat; atau kondisi darurat sebagai sebab dibolehkannya memakan bangkai..dan sebagainya.”
Contohnya, sebab dikerjakannya sholat Dzuhur adalah tergelincirnya matahari. Dalam al-Qur’an dinyatakan:
“Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malan dan dirikanlah pula sholat Shubuh. Sesungguhnya sholat Shubuh itu disaksikan oleh para malaikat.” (Qs. al-Isrâ’ [17]: 78).
Dalam sebuah hadits dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
“Jika matahari telah tergelincir, maka sholatlah.” [HR. ath-Thabarani].
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Rasulullah Saw mendirikan sholat Maghrib tatkala matahari telah terbenam dan bersembunyi dalam tirainya.” [HR. Imam Lima, kecuali an-Nasâ’i[/b]].
Dalam riwayat Muslim dinyatakan, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
“Waktu Dzuhur ialah apabila telah tergelincir matahari hingga jadilah bayangan seseorang itu sama dengan panjangnya selama belum dating waktu ‘Ashar, dan waktu ‘Ashar itu selama belum kuning matahari dan waktu sholat Maghrib selama belum terbenam syafaq dan waktu ‘Isya’ hingga separuh malam dan waktu sholat Shubuh dari terbit fajar selama belum terbit matahari. Apabila telah terbit matahari, maka janganlah kamu mendirikan sholat, karena sesungguhnya matahari terbit itu diantara dua tanduk setan.” (Bulughul Maram: 36).
Namun demikian, waktu-waktu di atas hanya terwujud pada daerah-daerah yang ada di bumi saja, dan tidak pernah terwujud di sebuah lokal yang berada di luar bumi; misalnya bulan. Padahal, syara’ telah menetapkan waktu-waktu di atas sebagai sebab dilaksanakan sholat lima waktu. Jika sebab-sebab di atas tidak terwujud, tentunya sholat tidak bisa dilaksanakan oleh seorang muslim. Bukan berarti bahwa hukum sholat lima waktu telah berubah, akan tetapi sebab pelaksanaannya tidak terwujud, sehingga menghalangi seseorang untuk mengerjakannya.
Untuk itu, sholat tiga waktu, yakni Maghrib, ‘Isya’ dan Shubuh di kutub, dimana hampir setengah tahun siang, dan setengah tahunnya malam, tidak wajib dilaksanakan. Sebab, sebab dilaksanakannya ketiga sholat tersebut tidak pernah terwujud, yakni tergelincirnya matahari, terbenamnya matahari, dan terbitnya fajar tidak pernah terwujud.
Sebagian orang berpendapat bahwa sholat lima waktu tetap harus dikerjakan dimanapun saja berada, baik di kutub maupun luar angkasa meskipun sebab-sebab pengerjaannya tidak terwujud. Mereka mengetengahkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya, tentang peristiwa datangnya Dajjal. Dalam hadits itu dituturkan, bahwasanya ketika Dajjal datang, satu hari seperti satu tahun. Lantas, para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah anda menyatakan bahwa pada saat itu, satu hari sama dengan satu tahun, lantas apakah kami harus menghentikan sholat?” Rasulullah Saw menjawab, “Jangan, tapi perkirakanlah.” Hadits ini absah digunakan dalil atas wajibnya mengerjakan sholat di luar angkasa, dan daerah kutub, atau daerah-daerah yang “sebab-sebab” pelaksanaan sholat tidak terwujud.
Imam Fudlail bin ‘Iyadl berkata, “Ini adalah ketentuan hukum khusus pada hari itu saja, yang telah disyariatkan Allah atas kita. Seandainya tidak ada hadits ini, tentunya kami akan berijtihad untuk tidak mengerjakan sholat lima waktu pada hari itu.” Setelah menjelaskan komentar Imam Fudlail, Imam an-Nawawi berkata, “Maksud perkataan dari Rasulullah “perkirakanlah” pada hadits riwayat at-Tirmidzi di atas adalah, ‘Jika terbit fajar telah berlalu, maka perkirakanlah antara sholat Shubuh dengan sholat Dzuhur di setiap harinya, lalu kerjakanlah sholat Dzuhur.’ Begitu seterusnya….sampai hari itu berlalu.” (Imam an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 18/66).
Kita bisa memahami, bahwa para ‘ulama telah bersepakat jika sebab-sebab syar’iy dilaksanakannya sebuah hukum tidak terwujud, maka dengan sendirinya hukum tersebut tidak bisa dilaksanakan atau didirikan. Wallahu a’lam bi al-shawab.
Jawab: Para fuqaha telah memahami bahwa tatkala Allah SWT mensyariatkan hukum bagi seorang mukallaf, Ia juga telah menetapkan sejumlah imarah(indikasi) yang menunjukkan kapan, dan dalam kondisi apa hukum tersebut dikerjakan atau dilaksanakan. Indikasi-indikasi (imarah) tersebut adalah sebab-sebab syar’iyyah dilaksanakannya sebuah hukum. Topik mengenai pelaksanaan hukum ini dikategorikan dalam pembahasan ahkaam al-wadli’y, dimana salah satu bagian dari ahkam al-wadl’iy adalah al-sabab (sebab).
Muhammad Abu Zahrah dalam kitab Ushul Fiqh-nya, hal. 56, menyatakan, “Sebab-sebab bukanlah termasuk bagian dari perbuatan seorang mukallaf. Akan tetapi, ia telah ditetapkan oleh Allah SWT sebagai tanda (imarah) untuk melaksanakan sebuah hukum, misalnya keberadaan waktu dijadikan sebab (al-sabab) bagi pengerjaan sholat; atau kondisi darurat sebagai sebab dibolehkannya memakan bangkai..dan sebagainya.”
Contohnya, sebab dikerjakannya sholat Dzuhur adalah tergelincirnya matahari. Dalam al-Qur’an dinyatakan:
“Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malan dan dirikanlah pula sholat Shubuh. Sesungguhnya sholat Shubuh itu disaksikan oleh para malaikat.” (Qs. al-Isrâ’ [17]: 78).
Dalam sebuah hadits dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
“Jika matahari telah tergelincir, maka sholatlah.” [HR. ath-Thabarani].
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Rasulullah Saw mendirikan sholat Maghrib tatkala matahari telah terbenam dan bersembunyi dalam tirainya.” [HR. Imam Lima, kecuali an-Nasâ’i[/b]].
Dalam riwayat Muslim dinyatakan, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
“Waktu Dzuhur ialah apabila telah tergelincir matahari hingga jadilah bayangan seseorang itu sama dengan panjangnya selama belum dating waktu ‘Ashar, dan waktu ‘Ashar itu selama belum kuning matahari dan waktu sholat Maghrib selama belum terbenam syafaq dan waktu ‘Isya’ hingga separuh malam dan waktu sholat Shubuh dari terbit fajar selama belum terbit matahari. Apabila telah terbit matahari, maka janganlah kamu mendirikan sholat, karena sesungguhnya matahari terbit itu diantara dua tanduk setan.” (Bulughul Maram: 36).
Namun demikian, waktu-waktu di atas hanya terwujud pada daerah-daerah yang ada di bumi saja, dan tidak pernah terwujud di sebuah lokal yang berada di luar bumi; misalnya bulan. Padahal, syara’ telah menetapkan waktu-waktu di atas sebagai sebab dilaksanakan sholat lima waktu. Jika sebab-sebab di atas tidak terwujud, tentunya sholat tidak bisa dilaksanakan oleh seorang muslim. Bukan berarti bahwa hukum sholat lima waktu telah berubah, akan tetapi sebab pelaksanaannya tidak terwujud, sehingga menghalangi seseorang untuk mengerjakannya.
Untuk itu, sholat tiga waktu, yakni Maghrib, ‘Isya’ dan Shubuh di kutub, dimana hampir setengah tahun siang, dan setengah tahunnya malam, tidak wajib dilaksanakan. Sebab, sebab dilaksanakannya ketiga sholat tersebut tidak pernah terwujud, yakni tergelincirnya matahari, terbenamnya matahari, dan terbitnya fajar tidak pernah terwujud.
Sebagian orang berpendapat bahwa sholat lima waktu tetap harus dikerjakan dimanapun saja berada, baik di kutub maupun luar angkasa meskipun sebab-sebab pengerjaannya tidak terwujud. Mereka mengetengahkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya, tentang peristiwa datangnya Dajjal. Dalam hadits itu dituturkan, bahwasanya ketika Dajjal datang, satu hari seperti satu tahun. Lantas, para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bukankah anda menyatakan bahwa pada saat itu, satu hari sama dengan satu tahun, lantas apakah kami harus menghentikan sholat?” Rasulullah Saw menjawab, “Jangan, tapi perkirakanlah.” Hadits ini absah digunakan dalil atas wajibnya mengerjakan sholat di luar angkasa, dan daerah kutub, atau daerah-daerah yang “sebab-sebab” pelaksanaan sholat tidak terwujud.
Imam Fudlail bin ‘Iyadl berkata, “Ini adalah ketentuan hukum khusus pada hari itu saja, yang telah disyariatkan Allah atas kita. Seandainya tidak ada hadits ini, tentunya kami akan berijtihad untuk tidak mengerjakan sholat lima waktu pada hari itu.” Setelah menjelaskan komentar Imam Fudlail, Imam an-Nawawi berkata, “Maksud perkataan dari Rasulullah “perkirakanlah” pada hadits riwayat at-Tirmidzi di atas adalah, ‘Jika terbit fajar telah berlalu, maka perkirakanlah antara sholat Shubuh dengan sholat Dzuhur di setiap harinya, lalu kerjakanlah sholat Dzuhur.’ Begitu seterusnya….sampai hari itu berlalu.” (Imam an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 18/66).
Kita bisa memahami, bahwa para ‘ulama telah bersepakat jika sebab-sebab syar’iy dilaksanakannya sebuah hukum tidak terwujud, maka dengan sendirinya hukum tersebut tidak bisa dilaksanakan atau didirikan. Wallahu a’lam bi al-shawab.
gimana gan udah pada tau kan cara nya ? ane ga bermaksud SARAya .. nih ane nemu photo astronot malaysia yang kebetulan dia seorang muslim dirinya sedang melakukan ibadah shalat pada saat diluar angkasa ..
Spoiler for Pict ++:





ada video nya juga nihh ..

jika yang ane shere berguna buat wawasan agan .. silahkan berterimakasih dengan memberi cendol .. cukup klik botton di bawah ini

0
3.5K
Kutip
19
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan