Jakarta : Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diduga dilatarbelakangi oleh keikutsertaan Indonesia dalam keanggotaan Organisasi Perdagangan Dunia (Word Trade Organitation/WTO).

Pengamat Pemerintahan dari Indonesia For Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng mengatakan, pengurangan subsidi BBM yang akan dilakukan pemerintah merupakan dorongan dari WTO.

Penyebab WTO mendorong pengurangan subsidi pada BBM karena subsidi dianggap sebagai hambatan bagi perdagangan bebas. Subsidi dinilai sebagai faktor yang mendistorsi sistem pasar.

"Adanya subsidi menyebabkan perusahaan-perusahaan tidak dapat berkompetisi secara bebas listas negara dan perusajaan asing terhambat untuk memenangkan kompetisi melawan perusahaan domestik," kata Salamuddin dalam diskusi 'Jika Tata Kelola Migas Dibenahi, Harga BBM Tidak Harus Tinggi', di Jakarta, Kamis (20/6/2013).

Salamuddin menuturkan, WTO menilai Indonesia telah melakukan langkah yang sesuai dalam hal pencabutan subsidi BBM. Hal tersebut ditunjukan dalam Trade Policy Review (WT/TPR/S/117) yang dipublikasikan WTO, yang menyebutkan reformasi di Indonesia sejak 1998 telah mengambil kebijakan penurunan subsidi.

"Harga bahan bakar dibesarkan secara merata sejak Oktober 2000 dan Juni 2001," tuturnya.

Selain WTO, lanjut Daeng, penyebab dilakukannya pengurangan subsidi pada BBM adalah reformasi sektor energi Indonesi ayang telah dimulau di bawah Letter of Intent (LoI) pada 1997, hal ini merupakan persyaratan utang kepada IMF.

Kebijakan pencabutan subsidi tidak sepenuhnya di bawah persyaratan utang IMF, reformasi sektor energi selanjutnya dilakukan oleh lembaga Keuangan Internasional Asian Developen Bank (ADB) dan Word Bank yang saat ini terus menyalurkan dana sektor energi.

"ADB dan Word Bank melalui USAID melakukan asistensi secara komprehensif terhadap pemerintah untuk melakukan liberalisasi di sektor Migas, kucuran dana membuat proses liberalisasi semakni dipaksakan untuk segera dilakukan oleh pemerintah Indonesia," pungkasnya. (Pew/Ndw)