Alasannya, ya seperti pemerintah. Subsidi BBM saat ini sudah sangat besar dan kurang tepat sasaran. Memang, sasaran untuk rakyat kecil pengguna kendaraan juga sampai dan menikmati hasil itu.

Tapi orang-orang yang tidak seharusnya menerima subsidi tersebut juga ikut menikmati subsidi yang sejatinya dibiayai oleh uang rakyat dari hasil pajak. Bahkan merekalah yang menjadi penikmat terbanyak.

Coba saja, isi bensin mobil Rp20.000 ke SPBU, pasti petugasnya agak nyengir-nyengir aneh gitu. Dan kebanyakan para pemilik mobil membeli bensin sekitar Rp150.000 - Rp200.000 setiap kali isi.

Tapi bagaimana dengan motor rakyat-rakyat kecil? Isi Rp15.000 saja sudah jarang. Bahkan banyak yang mengisi cuma Rp5.000 setiap isi atau seliter lebih sedikit. Ya, karena rakyat miskin, penggunaan juga dihemat.

Wah jauh amat ya perbandingannya.

Nah, dengan pemerintah mengurangi subsidi BBM, sebagian anggaran dari selisih tersebut akan dikembalikan pada rakyat lewat program BLT (Bantuan Lansung Tunai). Jadi, sementara kita anggap rakyat tidak merasakan kenaikan harga BBM, karena selisih kenaikan akan ditanggung pemerintah lewat BLT.

Masalah:
Kita bisa saja menganggap rakyat tidak merasakan imbas kenaikan harga BBM, terutama pada kendaraan mereka. Tapi bagaimana dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM ini? Ujung-ujungnya terkena imbas juga kan...

Alasannya, karena kenaikan harga BBM hanya akan menyengsarakan rakyat. Dari kendaraan, rakyat harus mengeluarkan uang lebih, dari kebutuhan pokok yang pasti naik rakyat juga akan merasakan imbasnya. Dan mungkin kenaikan ini tidak akan terlalu berarti bagi yang berduit lebih. Ujung-ujungnya hanya rakyat yang akan sengsara.

Masalah:
Bila harga BBM tidak jadi dinaikkan yang artinya subsidi untuk BBM tidak dikurangi, negara akan mengalami kerugian yang sangat besar, dan subsidi yang merugikan negara tersebut terpakai sia-sia karena kurang tepat sasaran.

Pemerintah tetap harus menaikkan harga BBM. Tapi dengan merubah BLT (Bantuan Langsung Tunai) menjadi BLSB (Bantuan Langsung Subsidi BBM).

Untuk kategori rakyat miskin ini sebaiknya diteliti ulang, misalnya guru, PNS kelas bawah, atau aparat negara yang memang gajinya kecil.

Jadi, misalnya rakyat miskin (termasuk petani untuk mesin pertaniannya, nelayan untuk bahan bakar kapalnya, supir angkot dan tukang ojek, dan pedagang sayur dan sembako untuk masing-masing kendaraanya) diberi subsidi sebesar Rp2.000/liter pada saat pengisian dengan menggunakan kartu BLSB.

Jadi tujuannya jelas, bantuan tersebut ya hanya untuk mempermurah harga beli BBM, bukan yang lain.

Jadi...,
- Rakyat miskin yang pakai kendaraan sendiri tidak perlu uang tambahan untuk membeli BBM kendaraan.
- Harga ikan tidak naik karena pengaruh BBM.
- Tarif angkutan tidak ikut naik.
- Sembako juga tidak ikutan naik.

Jadi...,
Misalnya harga BBM premium jadi Rp6.500/liter, rakyat kecil yang menjadi tujuan akan membeli dengan kartu khusus dengan harga Rp6.500, namun sebaian dibayarkan oleh pemerintah (ada batasan). Sedangkan orang kaya membeli BBM dengan harga normal sebesar Rp6.500 (seluruhnya dengan uang pribadi).

Dan bahkan jangan cuma mengurangi subsidi BBM, akan lebih baik lagi jika pemerintah mentiadakan subsidi BBM (secara umum di SPBU).

Jadi...,
Tujuan mensejahterakan rakyat kecil tercapai. Pembanggunan akan meningkat karena selain rakyat miskin tidak akan mendapat subsidi BBM.