- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
7 Hari lagi BBM Akan Naik
TS
hendrixrezpect
7 Hari lagi BBM Akan Naik
JAKARTA - Menteri Perencana Pembangunan Nasional (PPN) Armida
Alisjahbana mengatakan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)
akan diterapkan secepatnya. Armida memastikan tidak lebih dari tujuh
hari dari pengetukan APBN-P 2013 di Paripurna DPR, harga BBM bisa
langsung dinaikan.
Kenaikan masih sesuai dengan harga BBM yang telah disepakati
sebesar Rp2.000 untuk premium dan Rp1.000 per liter untuk jenis solar.
"BBM Naik kurang dari tujuh hari, sehabis diketok APBN-P di
paripurna," ujar Armida saat Finalisasi APBN-P 2013 dengan Badan
Anggaran di Gedung DPR, Jakarta, Sabtu (15/6/2013).
Armida mengatakan, pemerintah berharap, kenaikan BBM akan
direalisasikan secepatnya paska Sidang Paripurna pada Senin 17 Juni
2013.
Armida menjelaskan, setelah pengesahan Rancangan Undang-undang
APBN-P tahun ini di sidang Paripurna, pemerintah masih berurusan
dengan sistem administrasi untuk membuat UU APBN-P 2013.
"Proses administrasi sedang dipersiapkan dengan cepat. Karena
Menteri Keuangan (Chatib Basri) menginginkan proses menuju UU
tersebut kurang dari tujuh hari setelah pengesahan APBN-P di Sidang
Paripurna," ujar Armida. (wan ) (wdi)[/QUOTE]
Quote:
JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Keuangan Chatib Basri memastikan
harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan naik setelah 17 Juni
2013. Hal itu setelah persetujuan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan (RAPBNP 2013) oleh DPR.
"Tentunya setelah DPR menyetujui RAPBNP 2013 pada 17 Juni, nanti
ada dokumen-dokumen yang harus ditandatangani oleh DPR. Tentunya
kenaikan harga BBM itu segera setelah tanggal 17 Juni mendatang,"
kata Chatib saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (14/6/2013).
Saat ini pemerintah dan DPR sedang merampungkan pembahasan
RAPBNP 2013, termasuk sudah adanya persetujuan pemberian dana
kompensasi kenaikan BBM, yaitu dana bantuan langsung sementara
masyarakat (BLSM) sebesar Rp 9,3 triliun yang akan dibagikan
[QUOTE] Sindonews.com - Harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi
diperkirakan akan naik pekan depan sebesar Rp2.000 untuk premium
menjadi Rp6.500 dan solar sebesar Rp1.000 menjadi Rp5.500 per liter.
"Kemungkinan BBM naik minggu depan," ujar Menteri PPN/Kepala
Bappenas Armida Alisjahbana, di Gedung DPR, Jakarta, Sabtu
(15/6/2013).
Dia mengungkapkan, meski pengesahan RUU APBN-P tahun ini akan
selesai di sidang paripurna. Pemerintah harus melalui proses
administrasi agar RUU menjadi UU APBN-P 2013.
"Menteri Keuangan minta agar proses administrasi UU tersebut
nantinya sedang dipersiapkan dengan cepat. Bahkan kurang dari
seminggu setelah pengesahan APBN-P 2013 (17/6/2013). Jadi, setelah
itu (BBM naik)," katanya.
Oleh karena itu, persiapan dana kompensasi seperti pembagian Kartu
Perlindungan sosial sedang dilakukan dan disebar kepada masyarakat.
Seperti diketahui, pemerintah dan DPR RI mencapai kesepakatan
terhadap alokasi anggaran untuk Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM), yang menjadi bagian penting paket kompensasi
dan perlindungan sosial untuk menolong kelompok masyarakat kurang
mampu yang paling rentan terkena dampak kenaikan harga BBM
bersubsidi.
Banggar DPR dalam rapatnya pada Kamis (13/6/2013) siang
menyepakati alokasi anggaran BLSM sebesar Rp9,3 triliun atau lebih
hemat Rp2,3 triliun dari anggaran sebelumnya yang dipatok Rp11,625
triliun.
Sementara anggaran tambahan untuk raskin tetap Rp4,3 triliun,
bantuan siswa miskin (BSM) sebesar Rp7,5 triliun dan Program
Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp0,7 triliun.
“Penghematan ini dimungkinkan karena penyaluran BLSM sebesar
Rp150.000 per bulan yang semula lima bulan dipotong menjadi empat
bulan,” kata Ketua Badan Anggaran DPR RI, Ahmadi Noor Supit.
harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan naik setelah 17 Juni
2013. Hal itu setelah persetujuan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan (RAPBNP 2013) oleh DPR.
"Tentunya setelah DPR menyetujui RAPBNP 2013 pada 17 Juni, nanti
ada dokumen-dokumen yang harus ditandatangani oleh DPR. Tentunya
kenaikan harga BBM itu segera setelah tanggal 17 Juni mendatang,"
kata Chatib saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (14/6/2013).
Saat ini pemerintah dan DPR sedang merampungkan pembahasan
RAPBNP 2013, termasuk sudah adanya persetujuan pemberian dana
kompensasi kenaikan BBM, yaitu dana bantuan langsung sementara
masyarakat (BLSM) sebesar Rp 9,3 triliun yang akan dibagikan
[QUOTE] Sindonews.com - Harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi
diperkirakan akan naik pekan depan sebesar Rp2.000 untuk premium
menjadi Rp6.500 dan solar sebesar Rp1.000 menjadi Rp5.500 per liter.
"Kemungkinan BBM naik minggu depan," ujar Menteri PPN/Kepala
Bappenas Armida Alisjahbana, di Gedung DPR, Jakarta, Sabtu
(15/6/2013).
Dia mengungkapkan, meski pengesahan RUU APBN-P tahun ini akan
selesai di sidang paripurna. Pemerintah harus melalui proses
administrasi agar RUU menjadi UU APBN-P 2013.
"Menteri Keuangan minta agar proses administrasi UU tersebut
nantinya sedang dipersiapkan dengan cepat. Bahkan kurang dari
seminggu setelah pengesahan APBN-P 2013 (17/6/2013). Jadi, setelah
itu (BBM naik)," katanya.
Oleh karena itu, persiapan dana kompensasi seperti pembagian Kartu
Perlindungan sosial sedang dilakukan dan disebar kepada masyarakat.
Seperti diketahui, pemerintah dan DPR RI mencapai kesepakatan
terhadap alokasi anggaran untuk Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM), yang menjadi bagian penting paket kompensasi
dan perlindungan sosial untuk menolong kelompok masyarakat kurang
mampu yang paling rentan terkena dampak kenaikan harga BBM
bersubsidi.
Banggar DPR dalam rapatnya pada Kamis (13/6/2013) siang
menyepakati alokasi anggaran BLSM sebesar Rp9,3 triliun atau lebih
hemat Rp2,3 triliun dari anggaran sebelumnya yang dipatok Rp11,625
triliun.
Sementara anggaran tambahan untuk raskin tetap Rp4,3 triliun,
bantuan siswa miskin (BSM) sebesar Rp7,5 triliun dan Program
Keluarga Harapan (PKH) sebesar Rp0,7 triliun.
“Penghematan ini dimungkinkan karena penyaluran BLSM sebesar
Rp150.000 per bulan yang semula lima bulan dipotong menjadi empat
bulan,” kata Ketua Badan Anggaran DPR RI, Ahmadi Noor Supit.
yah....siap2 nambah biaya buat kemana2
UPDATE BERITA GAN......
Quote:
BBM Naik, Hidup Polisi Makin Susah karena Gaji Kecil
JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, personel kepolisian menjadi salah satu bagian dari masyarakat yang akan menerima dampak paling berat dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Alasannya, kata Neta, karena penghasilan polisi yang pas-pasan.
"Polisi ini gajinya kecil, kalau BBM jadi dinaikkan itu akan mempersulit mereka," kata Neta, dalam sebuah diskusi, di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (16/6/2013).
Di sisi yang lain, menurutnya, aparat kepolisian memiliki beban lain untuk membantu pemerintah menjamin keamanan menjelang dan setelah harga BBM resmi dinaikkan. Tugas ini akan diartikan sebagai sikap pro kenaikan BBM oleh mereka yang menolak harga BBM dinaikkan. Oleh karena itu, ia mengimbau agar aparat kepolisian menjalankan tugas dengan profesional dan tidak memprovokasi demonstran.
"Makanya polisi pasti berat jika harga BBM naik, tapi mereka juga bertugas membantu pemerintah meredam gejolak demonstran," ujarnya.
Mulai pekan depan, pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi. Untuk premium, naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter, sementara solar naik Rp 1.000 menjadi Rp 5.500 per liter.
JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan, personel kepolisian menjadi salah satu bagian dari masyarakat yang akan menerima dampak paling berat dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Alasannya, kata Neta, karena penghasilan polisi yang pas-pasan.
"Polisi ini gajinya kecil, kalau BBM jadi dinaikkan itu akan mempersulit mereka," kata Neta, dalam sebuah diskusi, di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (16/6/2013).
Di sisi yang lain, menurutnya, aparat kepolisian memiliki beban lain untuk membantu pemerintah menjamin keamanan menjelang dan setelah harga BBM resmi dinaikkan. Tugas ini akan diartikan sebagai sikap pro kenaikan BBM oleh mereka yang menolak harga BBM dinaikkan. Oleh karena itu, ia mengimbau agar aparat kepolisian menjalankan tugas dengan profesional dan tidak memprovokasi demonstran.
"Makanya polisi pasti berat jika harga BBM naik, tapi mereka juga bertugas membantu pemerintah meredam gejolak demonstran," ujarnya.
Mulai pekan depan, pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi. Untuk premium, naik dari Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 per liter, sementara solar naik Rp 1.000 menjadi Rp 5.500 per liter.
Quote:
Haruskah Harga BBM Naik?
Sering kali, ketika kita ragu memutuskan sesuatu, pada akhirnya situasi memaksa kita bertindak cepat. Akibatnya, kita jadi reaktif ketimbang antisipatif. Situasi inilah yang terjadi pada perekonomian kita hari-hari ini. Rupiah terus merosot mencapai titik terendah sejak tahun 2009, sementara Indeks Harga Saham Gabungan terus turun ke tingkat 4.600. Secara mengejutkan, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) dinaikkan 25 basis poin menjadi 6 persen.
Rupiah sempat diperdagangkan di pasar non-deliverable forward atau transaksi lindung nilai untuk kepentingan masa depan dan menembus Rp 10.000 per dollar AS. Adapun Indeks Harga Saham Gabungan jatuh dari rekor tertingginya di tingkat 5.200, sementara imbal hasil obligasi merangkak naik. Apa sejatinya penyebab ”kepanikan” pasar ini?
Benar, faktor global menjadi salah satu penyebab gejolak. Di pasar keuangan dikenal istilah ”paradoks likuiditas”. Intinya, ketika terjadi gejolak, likuiditas akan mengalir ke tempat yang dianggap paling aman. Selama ini, negara-negara maju (khususnya Amerika Serikat) selalu percaya diri bahwa merekalah tempat paling aman untuk menyimpan aset keuangan. Itulah mengapa mereka tak terima ketika peringkat utangnya diturunkan oleh lembaga pemeringkat Standard & Poor’s. Itulah juga mengapa mereka tak pernah khawatir dengan penerbitan surat utang terus-menerus meskipun tingkat utangnya sudah terlalu tinggi. Negara maju percaya mereka tetap bisa berutang dengan biaya murah.
Argumen tersebut ada benarnya. Setiap kali stimulus ekonomi dilakukan di negara maju, likuiditas cenderung mengalir ke negara berkembang. Tujuannya, mencari imbal hasil lebih tinggi. Bayangkan, rata-rata suku bunga di negara maju hanya 0,25 persen. Bedanya dengan suku bunga kita bisa 5-6 persen. Namun, setiap terjadi gejolak, likuiditas akan kembali ke pasar negara maju, sementara kita harus menaikkan suku bunga untuk mempertahankan modal asing. Negara maju tetap menikmati suku bunga rendah, baik di masa normal maupun saat terjadi gejolak.
Bagi negara berkembang, argumen lama tentang ”dosa asal” (original sin) dalam ekonomi menjadi relevan. Ketidakmampuan sebuah negara membiayai diri dalam mata uangnya menjadi akar dari segala macam gejolak. Dalam kasus ini, jika masih mengandalkan investor asing, pasar modal dan pasar utang harus siap terpapar dengan risiko volatilitas.
Lalu apa kaitannya dengan bahan bakar minyak (BBM)? Masalah kepanikan tak pernah terjadi begitu saja. Faktor global terkait rencana The Fed mengurangi stimulus ekonomi, prospek ekonomi China, dan kondisi Eropa yang di bawah harapan tentu mendorong gejolak investor global. Namun, mengapa pasar bereaksi begitu keras kepada kita? Karena kita menyimpan beberapa persoalan fundamental.
Salah satu isu paling pokok dalam perekonomian kita adalah soal target defisit anggaran. Besarnya subsidi akibat konsumsi BBM yang terus meningkat telah menimbulkan komplikasi ke sejumlah hal: defisit fiskal, neraca transaksi berjalan, neraca pembayaran, dan nilai tukar. Secara teknis ekonomi, pilihannya hanya dua: mengurangi subsidi atau menerbitkan utang untuk menghindari defisit yang diperbolehkan oleh undang-undang (UU), yaitu sebesar 3 persen.
Sekadar penghematan dari sisi pengeluaran dan mendongkrak pemasukan sudah tidak lagi mampu menutup defisit yang akut. Pilihan lain, mengubah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait target defisit. Namun, itu membutuhkan proses politik yang panjang, sementara persoalannya begitu mendesak. Urgensi tak sekadar mengamankan pasar keuangan dari pelarian modal, tetapi juga menghindarkan diri dari instabilitas makroekonomi yang berkepanjangan.
Dinamika ekonomi biasanya dibagi dalam perspektif jangka pendek dan panjang. Jangka pendek biasanya terkait dengan isu stabilitas, sedangkan jangka panjang umumnya mengenai intermediasi. Keduanya terkait satu sama lain. Bagaimana mungkin berpikir soal intermediasi (memperbaiki kualitas fiskal, menambah belanja modal, dan memberikan insentif usaha kecil) jika situasinya tidak stabil. Maka, respons cepat mengatasi persoalan instabilitas, baik pada kurs maupun bursa saham, harus ditempatkan dalam konteks kepentingan jangka panjang, yaitu mendorong fungsi intermediasi.
Terkait dengan kenaikan harga BBM, semakin lama ditunda semakin kehilangan kesempatan untuk melakukan ekspansi dan memperbaiki sisi produksi kita. Meski begitu, penolakan kenaikan harga BBM, baik dari partai oposisi maupun sejumlah kelompok dalam masyarakat, tetap harus ditangkap esensinya.
Selama ini terlalu banyak kebijakan yang implementasinya distortif dan mendorong perilaku pemburuan rente (rent seeking) ekonomi. Begitu juga di sektor minyak dan gas. Belum lagi berbagai praktik pemburuan rente yang ada di sekitar birokrasi pemerintah dan proses legislasi di parlemen. Sulit mencari dinamika ekonomi yang tak berlumuran dengan praktik pemburuan rente ekonomi di negeri ini. Tentu saja, itu masalah amat serius, tetapi bukan berarti bisa menegasi urgensi kebijakan BBM.
Ibaratnya, ada orang mengalami serangan jantung dan harus segera diambil tindakan medis tertentu. Namun, tindakan tersebut dianggap tak relevan dengan menunjukkan betapa buruknya perilaku orang itu soal makanan dan olahraga. Tumpukan kolesterol telah menimbulkan komplikasi yang fatal. Korupsi dan inefisiensi birokrasi bagaikan tumpukan kolesterol dalam darah yang bisa mematikan fungsi jantung kita. Namun, tidak melakukan apa pun di saat kritis juga sebuah keputusan fatal.
Seruan pemberantasan korupsi bagaikan anjuran makan sehat dan olahraga teratur. Begitu mudah diucapkan, tetapi sulit dilakukan atau, kalaupun dilakukan, hanya satu atau dua kali. Padahal, untuk menghindari serangan jantung, olahraga harus dilakukan secara teratur dan konsisten dalam jangka panjang. Apakah partai politik konsisten melawan korupsi? Jika tidak, baik yang dikritik (pemerintah) maupun yang mengkritik (parlemen) sama-sama mengidap hipokripsi. Penyakit yang juga jamak di negeri ini.
Sering kali, ketika kita ragu memutuskan sesuatu, pada akhirnya situasi memaksa kita bertindak cepat. Akibatnya, kita jadi reaktif ketimbang antisipatif. Situasi inilah yang terjadi pada perekonomian kita hari-hari ini. Rupiah terus merosot mencapai titik terendah sejak tahun 2009, sementara Indeks Harga Saham Gabungan terus turun ke tingkat 4.600. Secara mengejutkan, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) dinaikkan 25 basis poin menjadi 6 persen.
Rupiah sempat diperdagangkan di pasar non-deliverable forward atau transaksi lindung nilai untuk kepentingan masa depan dan menembus Rp 10.000 per dollar AS. Adapun Indeks Harga Saham Gabungan jatuh dari rekor tertingginya di tingkat 5.200, sementara imbal hasil obligasi merangkak naik. Apa sejatinya penyebab ”kepanikan” pasar ini?
Benar, faktor global menjadi salah satu penyebab gejolak. Di pasar keuangan dikenal istilah ”paradoks likuiditas”. Intinya, ketika terjadi gejolak, likuiditas akan mengalir ke tempat yang dianggap paling aman. Selama ini, negara-negara maju (khususnya Amerika Serikat) selalu percaya diri bahwa merekalah tempat paling aman untuk menyimpan aset keuangan. Itulah mengapa mereka tak terima ketika peringkat utangnya diturunkan oleh lembaga pemeringkat Standard & Poor’s. Itulah juga mengapa mereka tak pernah khawatir dengan penerbitan surat utang terus-menerus meskipun tingkat utangnya sudah terlalu tinggi. Negara maju percaya mereka tetap bisa berutang dengan biaya murah.
Argumen tersebut ada benarnya. Setiap kali stimulus ekonomi dilakukan di negara maju, likuiditas cenderung mengalir ke negara berkembang. Tujuannya, mencari imbal hasil lebih tinggi. Bayangkan, rata-rata suku bunga di negara maju hanya 0,25 persen. Bedanya dengan suku bunga kita bisa 5-6 persen. Namun, setiap terjadi gejolak, likuiditas akan kembali ke pasar negara maju, sementara kita harus menaikkan suku bunga untuk mempertahankan modal asing. Negara maju tetap menikmati suku bunga rendah, baik di masa normal maupun saat terjadi gejolak.
Bagi negara berkembang, argumen lama tentang ”dosa asal” (original sin) dalam ekonomi menjadi relevan. Ketidakmampuan sebuah negara membiayai diri dalam mata uangnya menjadi akar dari segala macam gejolak. Dalam kasus ini, jika masih mengandalkan investor asing, pasar modal dan pasar utang harus siap terpapar dengan risiko volatilitas.
Lalu apa kaitannya dengan bahan bakar minyak (BBM)? Masalah kepanikan tak pernah terjadi begitu saja. Faktor global terkait rencana The Fed mengurangi stimulus ekonomi, prospek ekonomi China, dan kondisi Eropa yang di bawah harapan tentu mendorong gejolak investor global. Namun, mengapa pasar bereaksi begitu keras kepada kita? Karena kita menyimpan beberapa persoalan fundamental.
Salah satu isu paling pokok dalam perekonomian kita adalah soal target defisit anggaran. Besarnya subsidi akibat konsumsi BBM yang terus meningkat telah menimbulkan komplikasi ke sejumlah hal: defisit fiskal, neraca transaksi berjalan, neraca pembayaran, dan nilai tukar. Secara teknis ekonomi, pilihannya hanya dua: mengurangi subsidi atau menerbitkan utang untuk menghindari defisit yang diperbolehkan oleh undang-undang (UU), yaitu sebesar 3 persen.
Sekadar penghematan dari sisi pengeluaran dan mendongkrak pemasukan sudah tidak lagi mampu menutup defisit yang akut. Pilihan lain, mengubah UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait target defisit. Namun, itu membutuhkan proses politik yang panjang, sementara persoalannya begitu mendesak. Urgensi tak sekadar mengamankan pasar keuangan dari pelarian modal, tetapi juga menghindarkan diri dari instabilitas makroekonomi yang berkepanjangan.
Dinamika ekonomi biasanya dibagi dalam perspektif jangka pendek dan panjang. Jangka pendek biasanya terkait dengan isu stabilitas, sedangkan jangka panjang umumnya mengenai intermediasi. Keduanya terkait satu sama lain. Bagaimana mungkin berpikir soal intermediasi (memperbaiki kualitas fiskal, menambah belanja modal, dan memberikan insentif usaha kecil) jika situasinya tidak stabil. Maka, respons cepat mengatasi persoalan instabilitas, baik pada kurs maupun bursa saham, harus ditempatkan dalam konteks kepentingan jangka panjang, yaitu mendorong fungsi intermediasi.
Terkait dengan kenaikan harga BBM, semakin lama ditunda semakin kehilangan kesempatan untuk melakukan ekspansi dan memperbaiki sisi produksi kita. Meski begitu, penolakan kenaikan harga BBM, baik dari partai oposisi maupun sejumlah kelompok dalam masyarakat, tetap harus ditangkap esensinya.
Selama ini terlalu banyak kebijakan yang implementasinya distortif dan mendorong perilaku pemburuan rente (rent seeking) ekonomi. Begitu juga di sektor minyak dan gas. Belum lagi berbagai praktik pemburuan rente yang ada di sekitar birokrasi pemerintah dan proses legislasi di parlemen. Sulit mencari dinamika ekonomi yang tak berlumuran dengan praktik pemburuan rente ekonomi di negeri ini. Tentu saja, itu masalah amat serius, tetapi bukan berarti bisa menegasi urgensi kebijakan BBM.
Ibaratnya, ada orang mengalami serangan jantung dan harus segera diambil tindakan medis tertentu. Namun, tindakan tersebut dianggap tak relevan dengan menunjukkan betapa buruknya perilaku orang itu soal makanan dan olahraga. Tumpukan kolesterol telah menimbulkan komplikasi yang fatal. Korupsi dan inefisiensi birokrasi bagaikan tumpukan kolesterol dalam darah yang bisa mematikan fungsi jantung kita. Namun, tidak melakukan apa pun di saat kritis juga sebuah keputusan fatal.
Seruan pemberantasan korupsi bagaikan anjuran makan sehat dan olahraga teratur. Begitu mudah diucapkan, tetapi sulit dilakukan atau, kalaupun dilakukan, hanya satu atau dua kali. Padahal, untuk menghindari serangan jantung, olahraga harus dilakukan secara teratur dan konsisten dalam jangka panjang. Apakah partai politik konsisten melawan korupsi? Jika tidak, baik yang dikritik (pemerintah) maupun yang mengkritik (parlemen) sama-sama mengidap hipokripsi. Penyakit yang juga jamak di negeri ini.
Spoiler for sumber:
Diubah oleh hendrixrezpect 17-06-2013 02:02
0
2.7K
Kutip
32
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan