partaibiruAvatar border
TS
partaibiru
Parlemen Eropa Pelajari Kerukunan Umat Beragama di Indonesia
emoticon-Blue Guy Cendol (L) emoticon-Rate 5 Star
Jumat, 07/06/2013 11:44 WIB
Parlemen Eropa Pelajari Kerukunan Umat Beragama di Indonesia

Spoiler for klik:

Brussel - Diskusi mengenai multikulturalisme dan kerukunan umat beragama di Indonesia saat ini dinilai penting oleh UE, khususnya dalam rangka mencari bentuk kebijakan UE dalam mengelola lebih dari 500 juta masyarakatnya yang semakin majemuk.

Demikian disampaikan oleh Dr. Jan Olbriycht, anggota Parlemen Eropa/Wakil Ketua European People’s Party (EPP), saat membuka Seminar on Indonesia bertajuk "Diversity and Multiculturalism: the Indonesian Story” yang berlangsung di Parlemen Eropa, Brussel (5/6/2013).

Diskusi ini berdasarkan keterangan pers KBRI Brussel diselenggarakan oleh Kementerian Agama RI, KBRI Brussel dan EPP, kelompok politik terbesar di Parlemen Eropa yang memiliki 269 anggota atau sepertiga dari seluruh anggota Parlemen Eropa dan dihadiri oleh anggota Parlemen Eropa, think-tank, kalangan akademisi, Komisi Eropa, serta European External Action Service (Kemlu UE).

Empat pembicara tampil yakni Dubes RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa Arif Havas Oegroseno, akademisi Prof. Dr. Atho Mudzhar, Prof. Dr. F.X. Eko Armada Riyanto, dan Director of International Institute for Religious Freedom dari Universitas Bonn Prof. Dr. Thomas Schirrmachher.

Dalam paparannya, Dubes Arif Havas Oegroseno menjelaskan sejarah masuknya berbagai agama sejak 1700 tahun lalu, yang pada akhirnya membentuk watak manusia Indonesia yang menghargai perbedaan agama dan budaya.

"Berbagai ujian telah dihadapi oleh Indonesia, baik pada saat pembentukan negara kesatuan RI, hingga paska reformasi, namun dengan akar budaya toleransi yang melekat di masyarakat Indonesia, Indonesia tetap mempertahankan masyarakat majemuk dan saling menghargai," ujar Dubes.

Dikatakan, Indonesia sangat bangga karena tidak memiliki politisi seperti Geert Wilders dari Belanda, yang menjadikan kebencian terhadap suatu agama sebagai platform politiknya.

"Indonesia hari ini merupakan suatu bukti bahwa Islam, demokrasi dan pertumbuhan ekonomi yang pesat dapat menjadi satu dalam wadah suatu negara. Hal ini merupakan suatu kondisi khas Indonesia, yang dapat dijadikan rujukan oleh UE dalam mengelola masyarakat yang semakin majemuk," imbuh Dubes.


Menurut Dubes, selain Indonesia tidak ada satu pun mitra strategis Uni Eropa (UE) yang merupakan muslim democracy, dan tidak ada pula satu pun mitra strategis UE di kawasan Asia Timur dapat menjadi mitra untuk berbagi pengalaman dalam hal diskursus lintas agama dan budaya serta deradikalisasi.

Terbuka

Prof. Dr. M. Atho Mudzhar menggarisbawahi bahwa masuk dan berkembangnya berbagai ajaran agama di Indonesia adalah dengan cara damai, dan masyarakat Indonesia menerima kedatangan agama-agama tersebut dengan terbuka.

"Hal ini menunjukkan bahwa budaya menghargai perbedaan, memang telah ada dalam diri masyarakat Indonesia sejak dulu," terang akademikus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/mantan Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.

Prof. Atho menggarisbawahi peran aktif yang dimainkan oleh pemerintah dan komunitas agama di Indonesia dalam melestarikan nilai saling menghormati dan menjaga kerukunan hidup di tengah kemajemukan.

Sementara itu, Prof. Dr. F.X. E. Armada Riyanto antara lain menyampaikan pengalamannya dalam hal berinteraksi dengan komunitas Muslim di Indonesia, yakni ketika diminta untuk memberikan kritikan membangun dalam forum diskusi yang diadakan oleh ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU) di Malang.

Menurut mantan Ketua Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana (Malang) itu, kesediaan NU untuk menerima kritik membangun dari umat non muslim merupakan refleksi sikap rendah hati yang ditunjukan oleh masyarakat Muslim di Indonesia.

Strategi Indonesia

Prof. Dr. Thomas Schirrmacher memaparkan bahwa UE harus belajar mengelola keberagaman agama dan budaya dari Indonesia.

Akademikus dari Universitas Bonn, Jerman, ini memuji strategi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mencegah penyebaran radikalisme, yakni dengan menggunakan pendekatan teologi.

Dalam kaitan ini, Prof. Schirrmacher mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa demokrasi dan Islam bisa tumbuh dan berkembang jika menggunakan pendekatan teologi. Namun demikian, disadari bahwa menggunakan pendekatan teologi dalam diskursus lintas agama di Uni Eropa merupakan hal yang tidak mudah.

Prof. Schirrmacher juga memberikan penilaian terhadap laporan-laporan tentang beberapa kejadian intoleransi di Indonesia.

"Ini merupakan hal yang luar biasa, karena Indonesia adalah satu dari sedikit negara di dunia yang mencatat secara detil dan melaporkannya ke publik. Ini menunjukkan demokrasi dan kedewasaan politik," cetus Prof. Schirrmacher.

Ditambahkan bahwa tidak semua negara di UE memiliki kebijakan seperti di Indonesia.

"Ini menunjukan bahwa laporan-laporan yang ada tentang kasus-kasus di Indonesia tersebut pada dasarnya hanya salinan saja dari laporan-laporan yang telah disusun sendiri di Indonesia baik oleh LSM yang berbasiskan Islam dan non-Islam, dan pemerintah," tandas Prof. Schirrmacher.

Human Rights Watch dan Kliping

Secara terpisah, dalam pembicaraan dengan Prof. Schirrmacher, Dubes Arif Havas Oegroseno juga memiliki pandangan sama, antara lain terbukti dari banyaknya laporan Human Rights Watch tentang Indonesia yang hanya bersumber dari kliping media masa.

Selain itu, keterbukaan dan demokrasi di Indonesia telah memungkinkan suatu organisasi seperti Human Rights Watch meluncurkan laporan pelanggaran HAM yang jauh lebih banyak dari jumlah pelanggaran HAM di Korea Utara.

Dalam sambutan penutup, [B]Dr. Elmar Brok, anggota Parlemen Eropa yang juga Ketua Komite Luar Negeri Parlemen Eropa menyampaikan bahwa Indonesia merupakan bukti nyata bahwa Islam dan demokrasi dapat tumbuh bersama.


Untuk itu, UE perlu meningkatkan kerjasama dengan Indonesia. Menurutnya, kerukunan hidup di Indonesia merupakan suatu pencapaian yang luar biasa, dan Pancasila memiliki peran penting dalam mempersatukan Indonesia.

Sebelumnya, anggota Parlemen Eropa yang juga Ketua Delegasi Asia Tenggara di Parlemen Eropa Dr. Werner Langen dalam sambutannya menyampaikan arti penting kerjasama dengan Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, khususnya di ranah HAM dan demokrasi.

Sedangkan Sekjen Kementerian Agama RI Bahrul Hayat, Ph.D dalam sambutan pembukaannya menyampaikan berbagai capaian dan tantangan dalam mengelola masyarakat Indonesia yang majemuk, peran Kementerian Agama dan forum kerukunan umat beragama dalam mencegah konflik dan perpecahan, serta pentingnya upaya untuk menghadapi intoleransi.
[URL="http://news.detik..com/read/2013/06/07/114440/2266972/10/parlemen-eropa-pelajari-kerukunan-umat-beragama-di-indonesia?9911012"]sumber[/URL]

Dr. Elmar Brok, anggota Parlemen Eropa yang juga Ketua Komite Luar Negeri Parlemen Eropa menyampaikan bahwa Indonesia merupakan bukti nyata bahwa Islam dan demokrasi dapat tumbuh bersama.
Diubah oleh partaibiru 16-06-2013 03:00
0
3.7K
52
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan