RajaBolonAvatar border
TS
RajaBolon
[Kilas Balik Tahun 1998] Kasus Penculikan Aktivis: DKP PERIKSA KOPASS#US CIJANT#UNG
Sumber: KOMPAS Tanggal:06 Agt 1998

Jakarta, Kompas
Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang dipimpin Jenderal TNI Subagyo Hadisiswoyo, hari Rabu (5/8) mengadakan sejumlah pemeriksaan di Markas pasukan elite Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus) dan Mako Grup IV Kopassus di Cijantung, Jakarta. Kedua tempat yang berada di satu lokasi tersebut selama ini diduga berkaitan erat sebagai tempat kejadian perkara (TKP) kasus penculikan dan penyekapan sejumlah aktivis.

Sementara itu, Ketua DKP Subagyo hari Rabu, secara terpisah di Cipayung, Jakarta, mengungkapkan, dewan yang dipimpinnya telah memulai tugasnya dengan melakukan pemeriksaan terhadap seorang perwira dari tiga perwira yang harus diperiksanya.

Tanpa menyebutkan nama perwira yang diperiksanya, Subagyo menegaskan, pada prinsipnya pemeriksaan dilakukan dari perwira dengan pangkat terbawah meningkat kepada perwira yang lebih tinggi pangkatnya. Dikatakan, perwira tersebut telah diperiksa DKP hari Selasa (4/8) lalu. Ketika ditegaskan apakah yang diperiksa adalah Kol (Inf) Chairawan, Subagyo hanya tersenyum lebar.

Dari tiga perwira tersebut, Komandan Sekolah Staf Komando (Dansesko) ABRI Letjen TNI Prabowo Subianto adalah perwira dengan pangkat tertinggi, disusul mantan Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR, dan Komandan Grup IV Komando Pasukan Khusus TNI AD (Kopassus) Kol (Inf) Chairawan.
Di belakang Mako Grup IV
Kehadiran tim DKP di Markas Kopassus tidak membawa perubahan suasana di lingkungan Kopassus. Pengamanan yang dilakukan di pos-pos jaga berjalan normal tanpa ada kekhususan. Biasanya, jika ada acara-acara khusus yang dilaksanakan di markas Baret Merah ini, petugas provost telah berjejer dari perempatan jalan Pasar Rebo hingga ke pintu gerbang utama Markas Kopassus.

Pukul 12.55 WIB rombongan DKP yang menumpangi sebuah bus kecil yang dikawal oleh sebuah mobil provost Kopassus di depannya dan sebuah mobil jip di belakangnya, nampak melintasi pos penjagaan Grup IV menuju ke sebuah tempat yang berada di bagian belakang Mako Grup IV. Dalam bus tersebut nampak Ketua DKP Jenderal TNI Subagyo, Wakil Ketua DKP masing-masing Letjen TNI Fachrul Razi (Kasum ABRI) dan Letjen TNI Yusuf Kertanegara (Irjen Dephankam). Anggota DKP Letjen TNI Agum Gumelar (Gubernur Lemhannas) duduk di sebelah kiri mendampingi Jenderal Subagyo. Di bagian lain bus tersebut juga tampak Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono (Kassospol ABRI), Letjen TNI Djamari Chaniago (Panglima Kostrad), Laksdya TNI Achmad Sutjipto (Danjen Akabri) serta para anggota cadangan DKP yakni Wakil KSAD

Letjen TNI Sugiono, serta mantan Komandan Sesko ABRI Letjen TNI Arie J Kumaat. Juga hadir Kepala Dinas Penerangan TNI AD (Kadispenad) Brigjen TNI I Dewa Putu Rai.

Kunjungan DKP pada salah satu bagian (gedung) Grup IV Kopassus tersebut berlangsung sekitar 20 menit. Dengan melintasi jalan bagian belakang kompleks, rombongan kembali menuju Mako Kopassus dan meninggalkan kompleks tersebut pada pukul 14.00 WIB dengan menggunakan mobil dinas masing-masing tanpa pengawalan yang mencolok.

Hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh keterangan resmi dari pemeriksaan DKP tersebut. Namun menurut beberapa sumber Kompas di Kopassus yang enggan menyebutkan identitasnya, DKP telah melakukan pemeriksaan atau mendengarkan berbagai penjelasan dari sejumlah personel Kopassus serta melakukan peninjauan di berbagai sarana dan prasarana yang ada di kesatuan itu. Namun ia keberatan menyebutkan berapa jumlah sarana yang dikunjungi serta berapa orang personel yang didengarkan penjelasannya.
Belum ditentukan
Mengenai agenda pemeriksaan selanjutnya, Subagyo Hadisiswoyo tidak memberikan jawaban menyangkut urutannya dan kapan akan dilakukan. "Tentang pemeriksaan selanjutnya belum bisa ditentukan kapan." Dia berkali-kali mengatakan, semua tugas DKP masih dalam proses, antara lain mengumpulkan materi dan bahan-bahan lainnya.

Dikatakan, dalam melaksanakan tugasnya sebagai Ketua DKP, ia berpegang pada prinsip bahwa apa yang dilakukannya adalah hal yang baik yaitu untuk menegakkan kode etik perwira yang harus dipenuhi seorang perwira. Namun dia menegaskan, DKP sekali-kali tidak memberikan sanksi namun memberikan saran kepada Pangab berupa pertimbangan yang dilakukan dengan sebaik-baiknya, jeli, dan teliti.

Sementara menanggapi tentang kemungkinan masyarakat akan menuntut ABRI mempertanggungjawabkan berbagai persoalan di masa lalu seperti kasus Tanjungpriok misalnya, Subagyo mengatakan, "Pertama-tama marilah kita mendukung tekad ABRI ini untuk membersihkan diri, untuk tampil lebih baik lagi. Yang kedua, kita harus melihat ke depan, dan bahwa yang dulu sudah melalui proses, melalui tindakan hukuman pada waktu itu. Marilah niat baik ini, tekad baik ini, disambut dengan baik."
Cacat hukum
Dalam pada itu, pembentukan DKP oleh Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto dinilai cacat hukum karena bertentangan dengan Surat Keputusan (SK) Panglima ABRI No 838/III/1995 tertanggal 27 November 1995 tentang Petunjuk Administrasi Dewan Kehormatan Militer. Dalam ketentuan Nomor 7 (a-3) dan 7 (c-2)

disebutkan, pembentukan DKP untuk memeriksa perwira yang bersangkutan hanya dapat dilakukan setelah adanya putusan hukum yang dijatuhkan peradilan militer.

Pernyataan ini dikemukakan Koordinator Badan Pekerja Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Munir yang didampingi MM Billah, Dadang Trisasongko dan Ketua Dewan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bambang Widjojanto dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu.

"Kami telah mengirim surat kepada Panglima ABRI soal pembentukan DKP ini. Ini karena adanya beberapa kejanggalan menyusul pembentukan DKP yang besar kemungkinan akan menuntut para perwira tinggi yang diperiksa dapat diajukan ke peradilan militer," papar Munir.

SK Pangab No. 838/III/1995 itu, menurut Munir, pada intinya menyebutkan dasar seseorang dapat dibawa ke depan DKP adalah mereka yang diputuskan bersalah dan dihukum di atas tiga bulan atau mereka yang dijatuhi hukuman tambahan berupa pemecatan dan lainnya. "Mengacu pada SK Pangab 838/III/1995 itu, pembentukan DKP itu seharusnya dibentuk setelah adanya proses persidangan mahmil. Putusan mahmil itu selanjutnya menjadi bahan pertimbangan untuk DKP mengambil sikap dan bukan sebaliknya," papar Munir.

Jika proses DKP telah dimulai terlebih dulu sebelum mahmil, tampaknya Panglima ABRI tidak memberi isyarat ke arah membawa para perwira ke depan mahmil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. "Kalau itu yang terjadi, artinya telah melanggar asas mendasar untuk upaya mengungkap perkara ini. Pada intinya kami mengingatkan Panglima ABRI bahwa proses pembentukan DKP itu tidak konsisten dengan SK Pangab No 838/1995," ucap Munir.

Selain itu, kejanggalan lain yang dilihat Kontras antara lain adalah soal persyaratan perlunya tiga perwira tinggi yang setingkat lebih tinggi dari perwira yang diperiksa. "Dalam kasus ini hanya ada satu perwira tinggi berbintang empat. Sisanya semua setingkat dengan perwira yang diperiksa," ucap Munir. (ama/isw/bw)

http://www.kontras.org/penculikan/in...=berita&id=178

==

Untuk sekedar menambah wawasan kita aja guys....
0
3.4K
7
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan