Quote:
Liputan6.com, Jakarta : Pemerintah Singapura memberikan fasilitas kredit usaha kepada pelajar yang duduk di bangku SMA, sehingga mereka dituntun menjadi pengusaha. Sementara di Malaysia, terdapat perbankan yang khusus melayani Usaha Kecil dan Menengah (UKM) serta memberikan fasilitas berupa modal kerja bagi mahasiswa baru lulus dengan jaminan ijazah.
Untuk itu, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) terus mendorong peningkatan jumlah pengusaha muda di Indonesia yang saat ini masih tercatat di bawah 1% dari total penduduk Indonesia. Menurut Ketua Umum HIPMI, Raja Sapta Oktohari, Indonesia harus memiliki lebih dari 2% pengusaha dalam negeri untuk bisa menguasai 30%-40% pasar ASEAN.
Meski pemerintah tengah getol mensosialisasikan program financial inclusion, namun faktanya masih banyak dari masyarakat Indonesia belum terjamah akses perbankan, terutama di daerah-daerah pelosok.
"Sopir taksi dan tukang sapu di Singapura cukup fasih kalau bicara soal perbankan. Sangat berbeda jauh dengan di Indonesia, di mana kata-kata bankable belum dirasakan banyak warga, termasuk pengusaha di daerah," tuturnya di Jakarta, seperti ditulis Senin (10/6/2013).
Dia mengaku, penjual es kelontong seharga satu dolar Singapura yang biasa mangkal di Jalan Orchard pun teregistrasi di pemerintahannya. Hal ini mengindikasikan bahwa label aktivitas usaha di negeri Singa tersebut sudah diakui dan mendapat dukungan dari pemerintah setempat.
Selain itu, pengusaha di Indonesia juga merasa kewalahan menghadapi gempuran produk impor yang harganya jauh lebih rendah dibanding produk lokal.
"Tadinya pengusaha itu cukup produktif, lalu beralih jadi trader dengan ikut menjual produk dari luar negeri meski produk lokal tetap dijual," pungkasnya.
Terobosan ini bakal sulit dilakukan di negeri Indonesia ini...(perlu lbh selektif, bisa2 kredit usahanya macet karena level kompetensi lulusan itu masih belum layak mendirikan usaha)