csablotronAvatar border
TS
csablotron
Kita Negeri Suporter, Bukan Negeri Sepak Bola
Saat menyaksikan Indonesia melawan Belanda di SUGBK, Jumat (7/6), banyak suporter lokal yang saya yakin tidak punya darah keturunan Belanda, memakai baju dan atribut Oranje, seragam kebesaran Belanda. Mereka dengan bangga datang ke stadion mendukung Belanda, padahal yang dihadapi adalah tim nasional kita sendiri. Dan yang lebih mengherankan mereka kegirangan saat gawang tim nasional kita kemasukan.

Sejujurnya saya tidak habis pikir. Meski tajuknya uji coba, tapi ini adalah pertandingan resmi tim nasional. Apakah itu potret ketidakpuasan suporter kita terhadap tim nasionalnya? Atau mungkin mereka tidak tahu timnas itu yang mana, hanya penggembira yang sebetulnya tidak paham sepak bola.

Saya pernah menyaksikan pertandingan di berbagai belahan dunia baik itu ajang resmi maupun uji coba. Saya tidak pernah melihat suporter tuan rumah mendukung tim lawan saat menghadapi tim nasional mereka. Kejadian itu hanya saya lihat di SUGBK. Saya respek pada pasangan selebritis yang saya tahu sangat mencintai tim Belanda. Ketika coaching clinic memakai atribut timnas Belanda, tapi saat pertandingan malamnya mereka memakai atribut tim nasional Indonesia karena itu memang saatnya kita mendukung timnas.

Hanya di negeri ini suporter lokal mendukung tim tamu dan itu bukan pemandangan pertama. Sebelumnya termasuk ketika Internazionale dan AC Milan Glorie tampil di SUGBK melawan Indonesia All Star, yang mendukung tim tamu juga jauh lebih banyak. Mereka dengan bangga merasa sebagai ultras, suporter garis keras tim tamu.

Ini merupakan gambaran bahwa negeri ini hanyalah negeri suporter, bukan negeri sepak bola. Dalam setiap pertandingan klub-klub lokal baik itu kelas Liga Super, Divisi Utama, bahkan pertandingan antar kampung alias tarkam 17 Agustusan di mana pun pasti dipenuhi penonton. Namun, kita tidak mampu berpretasi. Jangankan di tingkat dunia atau Asia, di kawasan ASEAN pun belakangan kita kalah bersaing dari Thailand, Malaysia, bahkan Singapura. Bukan hanya tim nasional, klub-klub yang tampil di Liga Champions Asia pun lebih kerap jadi pecundang, bahkan bulan-bulanan lawan.

Kelompok suporter klub-klub lokal juga sangat besar. The Jak, Bonex, Viking, Aremania, Panser Biru, Pasoepati, dll. adalah sebagian kelompok suporter yang luar biasa besar dan selalu memenuhi stadion saat tim kesayangan mereka tampil. Banyak dari mereka bahkan berani mati demi klub kesayangannya.

Kelompok suporter klub-klub Eropa juga menjamur dan mereka rata-rata memiliki puluhan ribu anggota. Suporter klub-klub seperti Manchester United, Liverpool, Arsenal, Chelsea, Juventus, Internazionale, AC Milan, Real Madrid, dan Barcelona sangat banyak. Bahkan klub-klub tersebut di antaranya memiliki beberapa kelompok suporter.

Fanatisme suporter kita tentu didengar klub-klub Eropa. Di era digital dan social media sekarang ini, tidak sulit bagi klub-klub Eropa untuk mengukur suporter mereka di mana pun, termasuk di sini. Dalam segala hal, negeri ini menjadi pasar terbesar di Asia setelah Cina dan India. Ujungnya memang jualan, banyaknya suporter adalah keuntungan bagi klub-klub Eropa karena mereka bisa menjual bebagai merchandise. Sebagian besar suporter klub luar selalu bangga memakai seragam ofisial terbaru klub kebanggaan mereka, tetapi berapa banyak yang membeli jersey asli tim lokal?

Tim-tim yang datang ke sini juga sudah pasti dibayar, tidak ada yang gratis! Apa yang bisa ditarik dari mereka? Hanya sekadar hiburan dan mungkin sedikit pengalaman. Sedangkan buat mereka, sudah pasti keuntungan. Namun, saya tidak yakin komponen sepak bola di sini mau menarik pengalaman demi memperbaiki sepak bola kita dari kedatangan mereka. Contoh sederhana, saat KNVB melakukan workshop di Wisma Kementerian Pemuda dan Olahraga, tak ada satu pun pengurus PSSI dan pejabat teras Kemenpora yang hadir. Padahal dari KNVB datang komplit dari mulai Presiden KNVB, Michael van Praag, hingga legenda Belanda, Ruud Gullit untuk berbagi ilmu.

Selanjutnya, tim-tim seperti Liverpool, Arsenal, dan Chelsea akan datang ke Jakarta. Saya pun yakin suporter klub-klub tersebut akan lebih banyak dibanding tim Indonesia All Star. Dan mereka pasti akan bersorak kegirangan saat tim kita kemasukkan. Tak ada rasa malu, kita mungkin memang hanya bisa sampai menjadi suporter dan terlalu jauh untuk bisa bersaing di level dunia layaknya timnas Jepang dan Korea yang begitu dicintai suporternya dan selalu didukung siapa pun lawan yang dihadapinya.

Spoiler for Suporter:



http://sportsatu.com/2013/06/09/kita...ri-sepak-bola/
0
1.7K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan