- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
[PIC] Sadisnya Hukum Kita: Bocah 11 thn di Vonis 2 bln, Satu Sel 23 Napi Dewasa
TS
yantique
[PIC] Sadisnya Hukum Kita: Bocah 11 thn di Vonis 2 bln, Satu Sel 23 Napi Dewasa
DS, bocah berusia 11 tahun, di vonis Hakim selama 2 bulan hari karena mencuri
Satu Sel Bersama 23 Orang Dewasa, Psikologis DS terganggu
Sabtu, 08 Juni 2013 , 17:27:00
JAKARTA - Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi menyayangkan sikap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pematang Siantar yang menjatuhkan vonis penjara 2 bulan 6 hari pada DS, anak berusia 11 tahun karena telah mencuri. Sebab, vonis itu telah melanggar hak anak dan juga undang-undang yang berlaku. "Saya kira, kita pernah mencatat kasus Raju yang juga ditahan dicampur dengan orang dewasa, dan kita waktu itu minta revisi UU nomer 3 tentang UU perlindungan anak. Artinya anak yang belum berumur 12 tahun itu tidak boleh dipidana," ujarnya saat mengelar jumpa pers di kantor LBH, Jakarta, Sabtu (8/6).
Pria yang akrab disapa Kak Seto ini menjelaskan bahwa, pihak kepolisian bisa mengembalikan DS ke orangtua, dan bila orangtua tidak mampu, bisa diserahkan ke dinas sosial untuk mendapatkan pembinaan lebih lanjut. Terlebih, setelah DS ditahan satu sel dengan orang yang berumur lebih dewasa, menurut Kak Seto hal itu bisa menganggu psikologisnya. "Adik ini memang mencuri handphone dan dipenjara bersama 23 orang dewasa, dia di dalam diperbudak disuruh-suruh. Ini jelas menganggu kejiwaan dia secara tidak langsung karena diperlakukan seperti itu selama di sel," terangnya.
Untuk itu, Kak Seto berharap kasus DS ini bisa menjadi pelajaran semua pihak, agar ke depan tidak ada lagi perlakuan seperti ini. "Mari kasus ini kita jadikan pelajaran bersama, agar anak-anak seperti ini di tempatkan di tempat yang layak untuk dibina," tutupnya.
http://www.jpnn.com/index.php?mib=be...tail&id=175841
Bocah Jadi Terdakwa, Komnas PA Turun Tangan
Senin, 03 Juni 2013 , 23:57:00
JAKARTA – Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, menilai pihak kepolisian dan kejaksaan di Pematang Siantar, Sumut, telah melakukan tindakan yang berlebihan karena menahan dan menetapkan bocah 11 tahun berinsial DS sebagai terdakwa tindak pidana pencurian. “Saya kira dalam kasus ini itu bisa didamaikan. Dia (DS) kan korban dari kondisi keluarga. Karena di rumah pendidikan sangat lemah. Jadi awalnya itu pihak kepolisian harusnya dapat melakukan restrukturisasi supaya kasusnya tidak sampai ke pengadilan,” ujarnya kepada koran ini di Jakarta, Senin (3/6).
Selain itu kepolisian menurut Arist juga dapat menggunakan hak diskresi. Sehingga sekali pun ada laporan masyarakat bocah yang baru duduk di kelas V SD tersebut diduga melakukan pencurian, kasusnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Ini dimungkinkan dengan adanya undang-undang perlindungan anak. “Jaksa jangan berlebihan dong sampai mendakwa dengan Pasal 63 Ayat (1) KUH Pidana, jo Pasal 4 Ayat (1) UU No. 3 Tahun 1997,” ujarnya.
Karena itu menghadapi kondisi ini, Komnas PA menurut Arist, akan mengirimkan surat ke Pengadilan Negeri (PN) Pematang Siantar, agar segera menggelar sidang marathon. “Tanpa bermaksud mengintervensi, kita meminta agar DS dikenakan sanksi tindakan. Jadi bukan pidana. Hukumannya dikembalikan kepada orangtua atau kepada negara untuk dibina,” ujarnya.
Ditanya terkait sikap sang ibu yang tidak pernah menjenguk DS selama ditahan, dengan tegas Arist menyatakan yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi hukum. Karena diduga melakukan penelantaran terhadap sang anak. “Itu bisa disebut melakukan pelanggaran autentic crime, jadi pidana penelantaran. Karena meski dalam proses penahanan, sebagai orangtua ia harusnya tetap memberi pendampingan,” ujarnya.
Penetapan sanksi semakin kuat, apalagi diketahui sang ibu menurut Arist, merupakan seorang dosen. Artinya sang ibu seorang intelektual, yang setiap saat memberikan pendidikan terhadap orang lain, namun menolak mendidik atau minimal mendampingi sang anak yang tengah bermasalah dengan hukum. “Karena itu mitra kita akan mendampingi jalannya kasus ini. Selain itu juga mitra kita di Siantar telah berupaya menemui sang ibu. Jadi ada beberapa langkah yang kita lakukan, termasuk menyurati kehakiman,” ujarnya. Diketahui DS dan rekannya RS (16) ditangkap polisi setelah dilaporkan mencuri sebuah telepon genggam dan komputer jinjing di Jalan Medan Area, Kecamatan Siantar Barat.
http://www.jpnn.com/read/2013/06/03/...-Turun-Tangan-
KY Usut Vonis Bocah di Pematangsiantar
Sabtu, 08 Juni 2013 , 08:55:00
JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) akan memeroses lahirnya vonis 66 hari terhadap DY (11 tahun) oleh hakim tunggal Roziyanti di Pengadilan Negeri Pematangsiantar, Sumatera Utara. Vonis ini melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa anak sampai 12 tahun tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Putusan MK tersebut memperbaiki pasal 363 ayat 1 ke 4e KUHP juncto pasal 4 Undang Undang (UU) nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak pada 24 Februari 2011. Sebenarnya sudah ada UU baru pasal nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.
UU peralihan yang baru bisa efektif pada 2014 itu juga senada dengan putusan MK. Tertuang dalam pasal 21 pada intinya anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana diputuskan untuk diserahkan kembali kepada orangtua/wali, atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial. Komisioner Komisi Yudisial (KY) bidang Pengawasan Hakim, Suparman Marzuki, mengatakan bisa saja mereka berkelit UU terbaru efektifnya pada 2014. Tetapi hakim dalam memutus suatu perkara tidak boleh kacamata kuda. "Ini yang diadili anak. Ada persepetktif-perspektif seperti hak asasi manusia, hak anak, yang harus dia perhatkan. Dari sudut ini hakim setempat tidak perhatikan," ujarnya saat dihubungi, Jumat (7/6).
Selain itu, kata Suparman, MK sudah batalkan ketentuan lama dari usia 8 tahun batasannya menjadi 12 tahun dan itu wajib dipatuhi. "Semangatnya (MK) untuk diperhatikan dan diberlakukan secepat mungkin harus diterapkan. Maka boleh jadi dia tidak mengerti kalau ada putusan MK. Kalau dia tidak tahu ini kan fatal," tegasnya. Tidak ada alasan bagi penegak hukum tidak mengetahui putusan MK tersebut. Meskipun, menurut Suparman, bisa saja hakim itu tahu tetapi tidak peduli dengan perkembangan hukum. "Oleh karena itu kita akan minta putusannya, daftar pertimbangannya apa," ucapnya.
Kalau memang ada indikasi pelanggaran, menurutnya, hakim itu bisa saja dikategorikan melakukan pelanggaran unprofesional conduct atau tindakan profesional. "Tidak profesionanlnya itu sebagai hakim. Putusan itu tidak bisa kita batalkan, tetap berjalan dan harus kami hormati. Tapi dia harus bertanggungjawab," pastinya. Bentuk pertanggungjawabannya itu lah yang akan ditelusuri KY dari putusan dan wawancara kepada hakim terkait. "Setiap hakim harus responsif dengan kesalahan hukum karena tentukan nasib orang, nyawa orang, harta orang. Tidak bisa dia putus berdasarkan undang undang yang tidak berlaku," paparnya
http://www.jpnn.com/read/2013/06/08/...matangsiantar-
-----------------------------
Kasihan tuh bocah, pastilah jadi bulan-bulanan sodomi napi dewasa lainnya. Padahal koruptor saja kagak sampai mengalami kehidupan menyiksa seperti itu di dalam selnya, meski dia telah mencuri uang negara bernilai puluhan miliar dalam sekali sikat saja!
0
3.1K
29
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan