- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Menurut Saya, Perusahaan Teknologi Inilah yang Harus Diidolakan oleh Desainer Produk
TS
snigill
Menurut Saya, Perusahaan Teknologi Inilah yang Harus Diidolakan oleh Desainer Produk
Assalamu'alaikum, Bismillah.
Halo, gan!
Ini thread pertama ane dengan ID baru. Soalnya ID baru ane kena hack, dan ane udah gak mungkin pake ID itu lagi.
Ane pingin ngeshare tulisan ane di blog. Karena ane pikir, tulisan ini bisa berguna kalo ane share di Kaskus. Gak ada maksud promosi blog
Langsung aja, gan!
Sudah jelas, menurut saya perusahaan itu adalah Apple! Dan, manusia-manusia dibalik perusahaan itu semacam Steve Jobs, Jony Ive, Tony Fadell, Phil Schiller, Scott Forstall dan Jony Rubinstein adalah manusia-manusia yang berhasil merevolusi sebuah jaman dengan produk-produk yang dihasilkannya. Lalu, mengapa seorang desainer produk harus mengidolakan perusahaan ini?
Anda pasti mengetahui Windows OS, bukan? Semoga Anda juga mengetahui Mac OS X. Lebih bahagia lagi, jika Anda tahu siapa orang-orang yang menemukan OS yang akan menjadi cikal bakal dari Windows dan Mac. Mereka adalah orang-orang di Xerox, yang kecewa karena jajaran direksi menertawakan hasil rancangan komputer mereka yang berbasis GUI (Graphical User Interface). Berarti bisa disimpulkan bahwa, pada masa itu, desainer dianggap rendahan.
Lalu, apakah Anda tahu tentang iMac? Lebih spesifik lagi, iMac G3? Komputer itu, adalah hasil dari dinaikkan-nya derajat desainer produk. Apple adalah perusahaan yang menjunjung desain jauh lebih tinggi ketimbang aspek lainnya. Kolaborasi antara Steve Jobs dan Jony Ive, menghasilkan sebuah komputer yang membuat mesin-mesin komputer lain kelihatan suram. Seperti yang saya kutip dari biografi Steve Jobs by Walter Isaacson,”Ive dan deputi topnya, Danny Coster, mulai membuat sketsa desain futuristik tersebut. Jobs dengan pedas menolak lusinan model busa yang awalnya mereka hasilkan, tetapi Ive tahu bagaimana caranya mengarahkan Jobs dengan lembut. Ive sepakat bahwa ada satu desain yang cukup menjanjikan. Desain yang dimaksud Ive memiliki bentuk berlekuk dan kelihatan seru, berbeda dengan desain komputer biasa yang tampak seperti balok kokoh yang menancap ke meja. “Benda ini memiliki kesan seolah dia baru saja tiba di atas meja atau hendak melompat pergi ke tempat lain.” Katanya kepada Jobs.”
Disini, saya merasa terharu, karena cara berpikir otak kanan sangat dihargai setelah Jobs kembali ke Apple di tahun 1997. Intuisi desainer yang bersifat visual, meluapkan isi hati nuraninya terhadap produk, tidak dianggap sebagai hal yang konyol. Steve Jobs, mencintai desain yang indah. Kesimpulannya, semenjak saat itu, desainer diatas segalanya. Diatas mereka yang bekerja hanya demi menaikkan laba perusahaan. Seperti yang saya kutip lagi dari biografi itu, “Kesederhanaan cangkang plastik itu sekaligus menuntut kompleksitas tinggi. Ive dan timnya bekerja dengan perakit Apple di Korea untuk menyempurnakan proses pembuatan casing. Mereka bahkan mendatangi pabrik permen jeli untuk mempelajari bagaimana supaya warna-warni translusens tampak menggiurkan. Biaya produksi tiap casing lebih dari $60 per unit, tiga kali lipat casing komputer biasa. Di perusahaan lain, barangkali perlu ada presentasi dan studi untuk menunjukkan apakah kenaikan angka penjualan sudah cukup untuk menjustifikasi tambahan biaya. Namun, Jobs tidak meminta analisis semacam itu.
Pemuncak desain itu adalah pegangan yang bertengger di atas iMac. Penempatan pegangan itu lebih karena iseng dan sebagai tanda semata, bukan untuk dipakai. Ini adalah komputer desktop. Tidak banyak orang yang bakal menentengnya kemana-mana. Namun, sebagaimana belakangan dijelaskan Ive:
“Saat itu, orang-orang tidak merasa nyaman dengan teknologi. Jika kita takut pada sesuatu, kita tidak akan menyentuhnya. Aku bisa melihat ibuku takut menyentuhnya. Jadi kupikir, ada pegangan, mudah sekali untuk menjalin hubungan. Benda itu boleh didekati. Ia berperasaan. Ia memberi izin untuk menyentuhnya. Ia bersedia tunduk kepada kita. Sayangnya, memproduksi pegangan berlekuk butuh banyak uang. Di Apple yang dahulu, aku pasti sudah kalah dalam perdebatan. Yang benar-benar hebat soal Steve adalah, dia melihatnya dan berkata, ‘Keren!’ Aku tidak menjelaskan pemikiran di balik gagasan tersebut, tetapi dia memahaminya secara intuitif. Dia serta-merta tahu bahwa desain seperti itu merupakan bagian dari citra iMac yang ramah dan seru.”
Pada kutipan diatas, sudah jelas, seperti apa Apple disaat Jobs sudah kembali. Mereka menjadi sekumpulan orang yang berbeda dari yang lain. Jadi, sangat masuk akal ketika mereka membuat kampanye ‘Think Differrent’ untuk mereka saat itu.
Dari kutipan yang saya ambil dari buku biografi Steve Jobs by Walter Isaacson, halaman 422 – 423, saya berpikir bahwa alangkah indahnya jika bisa ikut bekerja atau hanya sekedar menonton disaat orang-orang di Apple sedang merancang sesuatu. Pemikiran saya ini, persis seperti yang dialami oleh Jony Ive, “Saat kuliah, terbersit di benaknya alangkah menyenangkan jika dia bisa ikut mendesain Macintosh. “Aku menemukan Mac dan merasa punya hubungan dengan orang-orang yang menggunakan produk tersebut,” kenangnya. “Aku tiba-tiba mengerti apakah sebuah perusahaan itu, atau seperti apakah semestinya mereka.”
Dari bahasan iMac saja, saya sudah begitu banyak menyampaikan kekaguman saya tentang perusahaan ini. Seharusnya itulah yang dirasakan oleh para desainer produk di negeri ini. Atau lebih khususnya, di Jurusan Desain Produk Industri, ITS Surabaya.
Bagaimana jika saya melanjutkan dengan membahas iPod, iPhone dan iPad? Saya tidak keberatan untuk membuktikan mengapa perusahaan ini patut untuk diidolakan. Maka saya akan memulai dari iPod dan tidak ketinggalan, iTunes.
Saat itu, iPod sempat dianggap ‘mainan’ bagi mereka yang tidak begitu menyukai Apple. Saat itu banyak pemutar musik digital portabel yang mempunyai spesifikasi lebih tinggi dari iPod. Namun, karena Apple diisi oleh manusia-manusia berotak kanan, yang berani berkata bahwa produk-produk pemutar MP3 di pasaran itu payah, maka mereka sepakat untuk bekerja dan akan menciptakan pemutar MP3-nya sendiri. Tentu juga sebagai pelengkap iTunes, yang sudah mereka luncurkan sebelumnya.
Lalu, mengapa Apple bisa membuat iPod sebagai pemimpin pasar MP3 player hingga sekarang? Itu semua, diyakini karena peran iTunes sebagai pelengkap kebutuhan musik bagi para pengguna iPod. Saya ingin memberikan sebuah kutipan (lagi) dari buku Biografi Steve Jobs by Walter Isaacson, “Jadi, pada 1999 Apple mulai memproduksi aplikasi untuk Mac, dengan berfokus kepada orang-orang yang berada di persimpangan antara seni dan teknologi. Aplikasi tersebut meliputi Final Cut Pro, untuk menyunting video digital; iMovie, yang merupakan Final Cut Pro versi sederhana; iDVD, untuk membakar video atau musik; iPhoto, untuk bersaing dengan Adobe Photoshop; GarageBand, untuk menciptakan dan mengolah musik; iTunes, untuk mengelola lagu-lagu Anda; iTunes Store, untuk membeli lagu-lagu.”
Ini yang menarik dari mereka yang berpikir dengan mengandalkan otak kanannya. Pada dasarnya, para pemikir kreatif, cenderung untuk menggabungkan segala sesuatu menjadi sebuah sistem yang terintegrasi secara erat. Di Apple, semuanya terintegrasi secara erat satu sama lain, dan hal itulah yang membuat banyak orang mencintai perusahaan ini.
Sekarang, saya akan membahas pemikiran saya tentang iPhone. Sekali lagi, Apple merevolusi dunia dengan produk ini. Siapa sebelumnya yang dapat memikirkan sebuah smartphone yang memiliki layar besar dan hanya ada satu tombol? Saya rajin melihat kembali acara peluncuran iPhone yang diadakan di Macworld San Fransisco, pada tahun 2007 lalu (Saya sudah menonton nyaris seluruh Apple Keynote). Saya benar-benar kagum oleh Apple yang bisa membuat handphone seperti itu. Benar-benar sebuah pemikiran yang luar biasa kreatif.
Langsung saja melompat ke iPad. Sebelumnya, rumor mengatakan bahwa Apple akan meluncurkan iPhone berlayar 5″ atau sebuah Netbook. Namun, pada akhirnya Apple meluncurkan iPad. Sebuah tablet Multi-touch, berukuran 9,7″, tanpa Keyboard (tanpa Adobe Flash juga). Betapa hebohnya saat itu. Yang menyebalkan adalah tanggapan media kepada perangkat itu, mereka menyebut iPad tidak lebih dari iPod touch yang diperbesar. Media lebih setuju jika iPad menggunakan Mac OS X, ketimbang iOS yang notabene adalah OS Mobile. Namun, pada akhirnya, media mengalah dan mengakui bahwa memang benar, iPad bukanlah sebuah perangkat yang sejajar dengan komputer, dia adalah Post-PC Device. Dia bekerja sama dengan komputer dan tidak berdiri sendiri, ada beberapa tugas yang hanya bisa dilakukan di komputer, bukan di iPad.
Ini yang menarik, sebagai desainer yang seharunya lebih tahu apa yang terbaik bagi pengguna. Kita tidak boleh begitu saja menyerah dan mengikuti apa yang konsumen harapkan pada produk kita. Padahal, konsumen tidak memiliki pengetahuan yang bagus tentang produk yang mereka gunakan. Desainerlah yang harus menyadarinya dan membuat produknya menjadi benar, bukan menjadi seperti yang konsumen inginkan. Berikan apa yang konsumen butuhkan, bukan yang mereka inginkan.
Henry Ford pernah berkata, “Jika saya bertanya kepada pelangganku apa yang mereka inginkan, niscaya mereka akan menjawab, ‘Kuda yang lebih cepat!’” Steve Jobs pernah berkata, “Orang tidak akan tahu apa yang mereka inginkan sampai Anda menunjukkan seperti apa bentuknya. Itulah mengapa saya tidak percaya kepada riset pasar. Tugas kami adalah membaca segala sesuatu yang belum pernah ditulis di atas kertas.”
Sekali lagi, saya bukan orang yang sempurna. Pemikiran saya terbuka dan selalu berkembang. Ini adalah murni pemikiran dari seorang Adith Widya Pradipta. Saya tidak akan ngotot jika suatu hari ada seseorang yang mengatakan bahwa pemikiran saya ini konyol dan dia mempunyai alasan tentang itu.
Nice to be seen
Sumbernya, gan!
Maaf yah gan, kalo Thread pertama ane dengan ID ini gak sempurna.
Cendolnya loh, gan!
Halo, gan!
Ini thread pertama ane dengan ID baru. Soalnya ID baru ane kena hack, dan ane udah gak mungkin pake ID itu lagi.
Ane pingin ngeshare tulisan ane di blog. Karena ane pikir, tulisan ini bisa berguna kalo ane share di Kaskus. Gak ada maksud promosi blog
Langsung aja, gan!
Quote:
Sudah jelas, menurut saya perusahaan itu adalah Apple! Dan, manusia-manusia dibalik perusahaan itu semacam Steve Jobs, Jony Ive, Tony Fadell, Phil Schiller, Scott Forstall dan Jony Rubinstein adalah manusia-manusia yang berhasil merevolusi sebuah jaman dengan produk-produk yang dihasilkannya. Lalu, mengapa seorang desainer produk harus mengidolakan perusahaan ini?
Anda pasti mengetahui Windows OS, bukan? Semoga Anda juga mengetahui Mac OS X. Lebih bahagia lagi, jika Anda tahu siapa orang-orang yang menemukan OS yang akan menjadi cikal bakal dari Windows dan Mac. Mereka adalah orang-orang di Xerox, yang kecewa karena jajaran direksi menertawakan hasil rancangan komputer mereka yang berbasis GUI (Graphical User Interface). Berarti bisa disimpulkan bahwa, pada masa itu, desainer dianggap rendahan.
Lalu, apakah Anda tahu tentang iMac? Lebih spesifik lagi, iMac G3? Komputer itu, adalah hasil dari dinaikkan-nya derajat desainer produk. Apple adalah perusahaan yang menjunjung desain jauh lebih tinggi ketimbang aspek lainnya. Kolaborasi antara Steve Jobs dan Jony Ive, menghasilkan sebuah komputer yang membuat mesin-mesin komputer lain kelihatan suram. Seperti yang saya kutip dari biografi Steve Jobs by Walter Isaacson,”Ive dan deputi topnya, Danny Coster, mulai membuat sketsa desain futuristik tersebut. Jobs dengan pedas menolak lusinan model busa yang awalnya mereka hasilkan, tetapi Ive tahu bagaimana caranya mengarahkan Jobs dengan lembut. Ive sepakat bahwa ada satu desain yang cukup menjanjikan. Desain yang dimaksud Ive memiliki bentuk berlekuk dan kelihatan seru, berbeda dengan desain komputer biasa yang tampak seperti balok kokoh yang menancap ke meja. “Benda ini memiliki kesan seolah dia baru saja tiba di atas meja atau hendak melompat pergi ke tempat lain.” Katanya kepada Jobs.”
Disini, saya merasa terharu, karena cara berpikir otak kanan sangat dihargai setelah Jobs kembali ke Apple di tahun 1997. Intuisi desainer yang bersifat visual, meluapkan isi hati nuraninya terhadap produk, tidak dianggap sebagai hal yang konyol. Steve Jobs, mencintai desain yang indah. Kesimpulannya, semenjak saat itu, desainer diatas segalanya. Diatas mereka yang bekerja hanya demi menaikkan laba perusahaan. Seperti yang saya kutip lagi dari biografi itu, “Kesederhanaan cangkang plastik itu sekaligus menuntut kompleksitas tinggi. Ive dan timnya bekerja dengan perakit Apple di Korea untuk menyempurnakan proses pembuatan casing. Mereka bahkan mendatangi pabrik permen jeli untuk mempelajari bagaimana supaya warna-warni translusens tampak menggiurkan. Biaya produksi tiap casing lebih dari $60 per unit, tiga kali lipat casing komputer biasa. Di perusahaan lain, barangkali perlu ada presentasi dan studi untuk menunjukkan apakah kenaikan angka penjualan sudah cukup untuk menjustifikasi tambahan biaya. Namun, Jobs tidak meminta analisis semacam itu.
Pemuncak desain itu adalah pegangan yang bertengger di atas iMac. Penempatan pegangan itu lebih karena iseng dan sebagai tanda semata, bukan untuk dipakai. Ini adalah komputer desktop. Tidak banyak orang yang bakal menentengnya kemana-mana. Namun, sebagaimana belakangan dijelaskan Ive:
“Saat itu, orang-orang tidak merasa nyaman dengan teknologi. Jika kita takut pada sesuatu, kita tidak akan menyentuhnya. Aku bisa melihat ibuku takut menyentuhnya. Jadi kupikir, ada pegangan, mudah sekali untuk menjalin hubungan. Benda itu boleh didekati. Ia berperasaan. Ia memberi izin untuk menyentuhnya. Ia bersedia tunduk kepada kita. Sayangnya, memproduksi pegangan berlekuk butuh banyak uang. Di Apple yang dahulu, aku pasti sudah kalah dalam perdebatan. Yang benar-benar hebat soal Steve adalah, dia melihatnya dan berkata, ‘Keren!’ Aku tidak menjelaskan pemikiran di balik gagasan tersebut, tetapi dia memahaminya secara intuitif. Dia serta-merta tahu bahwa desain seperti itu merupakan bagian dari citra iMac yang ramah dan seru.”
Pada kutipan diatas, sudah jelas, seperti apa Apple disaat Jobs sudah kembali. Mereka menjadi sekumpulan orang yang berbeda dari yang lain. Jadi, sangat masuk akal ketika mereka membuat kampanye ‘Think Differrent’ untuk mereka saat itu.
Dari kutipan yang saya ambil dari buku biografi Steve Jobs by Walter Isaacson, halaman 422 – 423, saya berpikir bahwa alangkah indahnya jika bisa ikut bekerja atau hanya sekedar menonton disaat orang-orang di Apple sedang merancang sesuatu. Pemikiran saya ini, persis seperti yang dialami oleh Jony Ive, “Saat kuliah, terbersit di benaknya alangkah menyenangkan jika dia bisa ikut mendesain Macintosh. “Aku menemukan Mac dan merasa punya hubungan dengan orang-orang yang menggunakan produk tersebut,” kenangnya. “Aku tiba-tiba mengerti apakah sebuah perusahaan itu, atau seperti apakah semestinya mereka.”
Dari bahasan iMac saja, saya sudah begitu banyak menyampaikan kekaguman saya tentang perusahaan ini. Seharusnya itulah yang dirasakan oleh para desainer produk di negeri ini. Atau lebih khususnya, di Jurusan Desain Produk Industri, ITS Surabaya.
Bagaimana jika saya melanjutkan dengan membahas iPod, iPhone dan iPad? Saya tidak keberatan untuk membuktikan mengapa perusahaan ini patut untuk diidolakan. Maka saya akan memulai dari iPod dan tidak ketinggalan, iTunes.
Saat itu, iPod sempat dianggap ‘mainan’ bagi mereka yang tidak begitu menyukai Apple. Saat itu banyak pemutar musik digital portabel yang mempunyai spesifikasi lebih tinggi dari iPod. Namun, karena Apple diisi oleh manusia-manusia berotak kanan, yang berani berkata bahwa produk-produk pemutar MP3 di pasaran itu payah, maka mereka sepakat untuk bekerja dan akan menciptakan pemutar MP3-nya sendiri. Tentu juga sebagai pelengkap iTunes, yang sudah mereka luncurkan sebelumnya.
Lalu, mengapa Apple bisa membuat iPod sebagai pemimpin pasar MP3 player hingga sekarang? Itu semua, diyakini karena peran iTunes sebagai pelengkap kebutuhan musik bagi para pengguna iPod. Saya ingin memberikan sebuah kutipan (lagi) dari buku Biografi Steve Jobs by Walter Isaacson, “Jadi, pada 1999 Apple mulai memproduksi aplikasi untuk Mac, dengan berfokus kepada orang-orang yang berada di persimpangan antara seni dan teknologi. Aplikasi tersebut meliputi Final Cut Pro, untuk menyunting video digital; iMovie, yang merupakan Final Cut Pro versi sederhana; iDVD, untuk membakar video atau musik; iPhoto, untuk bersaing dengan Adobe Photoshop; GarageBand, untuk menciptakan dan mengolah musik; iTunes, untuk mengelola lagu-lagu Anda; iTunes Store, untuk membeli lagu-lagu.”
Ini yang menarik dari mereka yang berpikir dengan mengandalkan otak kanannya. Pada dasarnya, para pemikir kreatif, cenderung untuk menggabungkan segala sesuatu menjadi sebuah sistem yang terintegrasi secara erat. Di Apple, semuanya terintegrasi secara erat satu sama lain, dan hal itulah yang membuat banyak orang mencintai perusahaan ini.
Sekarang, saya akan membahas pemikiran saya tentang iPhone. Sekali lagi, Apple merevolusi dunia dengan produk ini. Siapa sebelumnya yang dapat memikirkan sebuah smartphone yang memiliki layar besar dan hanya ada satu tombol? Saya rajin melihat kembali acara peluncuran iPhone yang diadakan di Macworld San Fransisco, pada tahun 2007 lalu (Saya sudah menonton nyaris seluruh Apple Keynote). Saya benar-benar kagum oleh Apple yang bisa membuat handphone seperti itu. Benar-benar sebuah pemikiran yang luar biasa kreatif.
Langsung saja melompat ke iPad. Sebelumnya, rumor mengatakan bahwa Apple akan meluncurkan iPhone berlayar 5″ atau sebuah Netbook. Namun, pada akhirnya Apple meluncurkan iPad. Sebuah tablet Multi-touch, berukuran 9,7″, tanpa Keyboard (tanpa Adobe Flash juga). Betapa hebohnya saat itu. Yang menyebalkan adalah tanggapan media kepada perangkat itu, mereka menyebut iPad tidak lebih dari iPod touch yang diperbesar. Media lebih setuju jika iPad menggunakan Mac OS X, ketimbang iOS yang notabene adalah OS Mobile. Namun, pada akhirnya, media mengalah dan mengakui bahwa memang benar, iPad bukanlah sebuah perangkat yang sejajar dengan komputer, dia adalah Post-PC Device. Dia bekerja sama dengan komputer dan tidak berdiri sendiri, ada beberapa tugas yang hanya bisa dilakukan di komputer, bukan di iPad.
Ini yang menarik, sebagai desainer yang seharunya lebih tahu apa yang terbaik bagi pengguna. Kita tidak boleh begitu saja menyerah dan mengikuti apa yang konsumen harapkan pada produk kita. Padahal, konsumen tidak memiliki pengetahuan yang bagus tentang produk yang mereka gunakan. Desainerlah yang harus menyadarinya dan membuat produknya menjadi benar, bukan menjadi seperti yang konsumen inginkan. Berikan apa yang konsumen butuhkan, bukan yang mereka inginkan.
Henry Ford pernah berkata, “Jika saya bertanya kepada pelangganku apa yang mereka inginkan, niscaya mereka akan menjawab, ‘Kuda yang lebih cepat!’” Steve Jobs pernah berkata, “Orang tidak akan tahu apa yang mereka inginkan sampai Anda menunjukkan seperti apa bentuknya. Itulah mengapa saya tidak percaya kepada riset pasar. Tugas kami adalah membaca segala sesuatu yang belum pernah ditulis di atas kertas.”
Sekali lagi, saya bukan orang yang sempurna. Pemikiran saya terbuka dan selalu berkembang. Ini adalah murni pemikiran dari seorang Adith Widya Pradipta. Saya tidak akan ngotot jika suatu hari ada seseorang yang mengatakan bahwa pemikiran saya ini konyol dan dia mempunyai alasan tentang itu.
Nice to be seen
Sumbernya, gan!
Maaf yah gan, kalo Thread pertama ane dengan ID ini gak sempurna.
Cendolnya loh, gan!
0
2.6K
Kutip
10
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan