- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kenaikan Harga BBM Bukti Kebohongan Pemerintah kepada Rakyat


TS
dadiabdulhadi
Kenaikan Harga BBM Bukti Kebohongan Pemerintah kepada Rakyat

RIMANEWS - Maraknya kabar tentang rencana pemerintah menaikan kembali harga bahan bakar minyak (BBM) akhir bulan ini mendapat begitu banyak respon dari berbagai kalangan, baik yang pro maupun kontra. Akan tetapi isu kenaikan harga BBM ini bukanlah hal yang baru dihadapi oleh bangsa ini.
Meskipun fakta menyebutkan bahwa setiap adanya kenaikan harga BBM secara otomatis akan diikuti oleh kenaikan harga barang lainnya terutama harga bahan pokok manusia. Akan tetapi permasalahannya adalah bukan soal kenaikan harga semata, terlebih tidak adanya sebuah transparansi dari sebuah sistem yang dilakukan oleh pemerintah terkait pengelolaan BBM tersebut.
Masyarakat hanya diberitahukan mengenai beban APBN yang membengkak karena subsidi, dan juga teknis-teknis lainnya dengan iming-iming pengalihan dana subsidi kepada sektor lain seperti Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Dari dahulu tetap saja pola "penjelasan" dari pemerintah seperti itu dari tahun ke tahun. Ini jelas pembodohan terhadap rakyat, karena rakyat sebagai objek vital penerima kebijakanlah yang mendapatkan imbas langsung dari sebuah regulasi kebijakan pemerintah yang menyengsarakan. Jika pemerintah mau jujur dan transparan, tidaklah mungkin setiap kenaikan BBM menjadi polemik. Karena adanya sarat kepentingan politik tertentu, yang dituntut oleh masyarakat adalah transparansi dari sebuah kebijakan yang dibuat, karena itu adalah hak rakyat yang juga harus dipenuhi oleh pemerintah.
Jika dihadapkan oleh persoalan kenaikan BBM, pemerintah selalu saja beralasan bahwa banyaknya masalah di sektor hulu, tapi kenapa tidak pernah membuka persoalan persoalan di sektor hili? Rakyat tidaklah selamanya bisa dibodohi terus pemerintah. Jika presiden SBY mau jujur terhadap rakyat, sejatinya apapun kebijakan yang dibutuhkan atas kondisi yang menerpa, maka rakyat akan selalu mendukung apapun itu jika demi kebaikan hajat hidup rakyat. Akan tetapi Pemerintahan SBY-Boediono sekarang ini sudah terlalu keasyikan dalam membodohi rakyat.
Jika ditanyakan tentang "formulasi penghitungan dan penentuan harga BBM yang Rp 4500 itu dari mana dan bagaimana cara penghitungannya? Tentu saja pemerintah akan berkelit dengan mengalihkan persoalan ke hulu lagi, padahal minyak kita sudah import dari asing untuk pemenuhan kebutuhan minyak nasional.
Pemerintah sekarang sudah melakukan kebohongan yang sudah tidak bisa lagi ditolelir. Pemerintah menggunakan formula penghitungan harga yaitu MOPS + α (alfa) + Tax. Sedangkan faktanya MOPS hanya mencatat harga transaksi untuk RON 92 dan RON 95. Lalu BBM yang dijual ke masyarakat (Premium dan Solar) adalah RON 88 yang nilai transaksinya tidak tercatat di MOPS. Pertanyaannya adalah dari manakah angka 4500 per liter bisa ditentukan?
Selain itu pemerintah menaikan harga BBM di saat harga ICP dunia sedang turun. Undang-undang sudah mematok untuk membeli minyak dengan harga US $ 100 per barrel, sedangkan harga minyak mentah dunia masih di kisaran US $90,an per barrel. Artinya, kebutuhan kenaikan BBM sekarang ini belumlah perlu. UU yang menyebutkan harga US $100 per barrel masih menutupi.
Jelas ini kebohongan besar yang dilakukan pemerintah terhadap rakyat. Ada apa dibalik kebijakan menaikan harga BBM ini? Jangan jangan hanya untuk membayar hutang negara yang jatuh tempo, atau merampok uang rakyat untuk kepentingan pemilu 2014 nanti yang dibagi-bagikan kepada partai politik?(yus/rmol)



sumber
update gan
JAKARTA - Sekretaris Jenderal PPP, Romahurmuziy atau Romi mengatakan PPP mendukung rencana kenaikan atau rasionalisasi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi baik ada atau tidaknya kompensasi.
"Subsidi BBM yang berlangsung selama ini tidak sesuai ketentuan UU 30/2007 tentang Energi. Pasal 7 ayat (2) yang menyebutkan bahwa subsidi disediakan untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Kenyataannya, subsidi BBM dinikmati lebih 70 persen oleh kelas menengah pemilik mobil pribadi dan sepeda motor bersilinder tinggi. Pengurangan subsidi BBM yang disertai kompensasi kepada masyarakat golongan ekonomi terlemah dimaksudkan untuk membenahi subsidi yang salah sasaran itu," kata Romi Jakarta, Selasa.
Ditambahkan, harga BBM fosil yang murah, menghambat munculnya energi alternatif. Bahan bakar nabati, baik berbasis etanol maupun CPO tidak bisa bersaing. Bahan bakar alternatif seperti gas tidak berkesempatan tumbuh karena harganya relatif dekat dengan BBM bersubsidi. Ketiga, harga BBM bersubsidi Rp4.500 terlalu murah, jauh berbeda dengan harga BBM industri yang mencapai Rp9.300.
Bahkan, kata Romi, harga BBM Indonesia termurah di kawasan Asia Tenggara bila dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam (RON 92) Rp15.553, Laos Rp13.396, Kamboja Rp13.298, Myanmar Rp10.340. Bahkan harga BBM bersubsidi Indonesia adalah yang termurah di dunia untuk ukuran negara net importer.
"Hal ini merangsang penyelundupan, baik kepada sektor industri dan pertambangan, maupun penyelundupan ke luar negeri. Bukti nyata adalah dugaan penimbunan/penyelundupan BBM oleh seorang oknum polisi di Papua. Jika seorang oknum AIPTU saja demikian, bukankah besar kemungkinan banyak lagi oknum lainnya," kata Ketua Komisi IV DPR RI itu.
Selain itu, kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan DPR RI bersama pemerintah setiap tahunnya selalu terlampaui. Artinya, pertumbuhan tingkat konsumsi BBM bersubsidi selalu melampaui prediksi pertumbuhan konsumsi berdasarkan jumlah kendaraan.
"Disinyalir jebolnya kuota ini karena penyelundupan di mana-mana," katanya.
Sejak awal dekade 2000, Indonesia telah beralih status dari negara eksportir menjadi net importir minyak. Dengan importasi BBM dan minyak mentah yang mencapai lebih sepertiga dari kebutuhan nasional, harga BBM nasional sangat bergantung kepada harga internasional.
"Publik perlu diberikan pemahaman bahwa perlu pergeseran paradigma dalam meletakkan Indonesia dari eksportir menjadi importir. Akibat impor BBM yang terus naik, defisit fiskal membengkak sehingga mengancam neraca pembayaran," ujarnya.
Disebutkan juga, seperlima APBN kita tersedot untuk subsidi energi yang bersifat konsumtif. Ruang gerak belanja negara untuk sektor produktif yang lebih bersifat jangka panjang menjadi terbatas.
"Akibatnya daya saing yang tercipta di pasar internasional semu, didominasi oleh produk mentah yang mengandalkan buruh murah dan harga energi yang murah. Padahal murahnya harga energi karena disubsidi," kata Romi [ian/ant]

sumber
Diubah oleh dadiabdulhadi 06-06-2013 10:52
0
1.4K
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan