Kaskus

News

MrryancrazyAvatar border
TS
Mrryancrazy
Masa Indah di Puskesmas
Oleh : Menkher Manjas

Ketua IDI Wilayah Sumbar

kemarin, tanggal 20 Mei, adalah hari bakti dokter Indonesia. Terkenang masa indah 30 tahun yang lalu ketika masih mengabdi, men­­­jadi dokter puskesmas terpencil yang jauh dan sepi. Sesekali pulang ke kota me­nemui keluarga melepas rindu. Dan ketika kembali ke pus­kesmas, harus berangkat dengan bus pagi menempuh jarak ra­tusan kilometer. Sampai di desa larut malam ketika dingin per­gunungan mulai mencekam. Biasanya sudah ada beberapa pasien yang menanti. Mereka baru bisa dilayani, setelah mem­bersihkan badan dan rambut yang berdebu dari pasir jalanan yang belum beraspal. Keletihan dan tugas yang penuh tantangan di daerah terpencil itu hanya terasa bagaikan goresan kecil di antara penghargaan yang diteri­ma dari ma­syarakat ataupun peme­rinta­han.



Sebenarnya, secara jabatan kedudukan dokter puskemas tidak setara dengan camat, Kora­mil dan Kapolsek. Namun dokter selalu dihargai dan dibawa be­rem­buk apalagi masalah keseha­tan. Hampir seluruh kegiatan kecamatan selalu mengikut­sertakan dokter sebagai pim­pinan puskesmas.



Tapi kini, penghargaan, pe­ran dan fungsi itu kian mengerdil. Apalagi pada era otonomi sek­a­rang ini, dimana pemegang ke­kua­saan tertinggi adalah kepala daerah, maka mayoritas dokter tidak lagi ikut penentu kebijakan baik di puskesmas ataupun pada dinas kesehatan.



Di balik peran dokter yang makin terpinggirkan itu, seba­hagian orang masih menganggap bahwa kehidupan dokter itu enak dan wah. Tapi kenyataannya, hanya sebahagian kecil di antara puluhan ribu dokter Indonesia yang mampu demikian. Nasib mereka kini jauh berbeda. Di antara tugas yang sering dikata­kan mulia, di pundaknya ada tanggung jawab yang berat. Siapakah yang masih harus ber­ku­tat dengan orang sakit di saat orang lain sudah tertidur dan ber­libur. Pelayanan kesehatan harus tetap jalan walau dalam kondisi apapun tanpa memandang jenis penyakit apakah menular atau tidak.



Di lain pihak, dokter sebagai manusia lainnya juga dituntut unt­uk hidup layak di samping tun­­tutan profesi untuk terus me­ne­rus memperbaharui ilmu­nya. Tun­tutan-tuntutan itu be­lum ser­ta merta digapai sesu­dah di­­wisuda menjadi dokter. Mere­ka harus melewati dulu uji kom­petensi dokter Indonesia (UKDI), se­bagai syarat untuk men­dapat­kan Surat Tanda Re­gistrasi (STR). Dan sesudah itu baru dapat mem­peroleh surat ijin praktik.



Namun ketika persyaratan itu terpenuhi, masih belum juga untuk dapat praktik karena sejak 2010 lalu, dokter diwajibkan dulu magang dan bekerja di daerah bahkan sampai ke Kalimantan dan Irian dengan biaya bantuan hidup merata Rp1,2 juta perbulan dan diterima sekali tiga bulan.



Setelah selesai melaksanakan magang baru boleh memilih kemana pergi, ada yang berang­kat menjadi dokter (Pegawai Tidak Tetap), ada yang menjadi dokter pegawai negeri, bekerja pada rumah sakit swasta, mela­kukan praktik pribadi sendiri ataupun melanjutkan ke jenjang pen­didikan spesialis bagi yang mampu.



Menjalani masa bakti sebagai dokter PTT mempunyai perma­salahan tersendiri. Pendapatan menetap yang tidak mencukupi, tidak ada kenaikan berkala dan tidak ada masa pensiun bahkan jaminan kesehatan sekalipun. Sedangkan yang mau menjadi pegawai negeri akan mengalami nasib dan penghargaan jauh lebih rendah dari profesi lain yang punya sertifikasi yang tak pernah digedor malam hari karena ada yang memerlukan pertolongan. Penghargaan pemerintah yang demikian, jika dibandingkan dengan dengan negara tetangga apalagi mancanegara maka para dokter Indonesia akan mengurut dada.



Petinggi kita sering lupa bahwa, puluhan ribu dokter yang mengabdi didesa yang miskin tetap diwajibkan untuk me­menuhi beberapa persyaratan praktik yang berat. Mereka harus memperbarui Surat Tanda Regis­trasi (STR) setiap 5 tahun dengan wajib menjalani sejumlah ke­giatan-kegiatan keilmuan dan latihan-latihan yang biayanya bisa mencapai jutaan rupiah.



Di hari bakti dokter ini, kami para dokter juga sadar bahwa banyak tindakan oknum dokter yang tidak berkenan. Seba­gai­mana manusia biasa, mungkin itu hanyalah setitik noda di antara ribuan dokter yang mengabdi pada masyarakat.



Di hari bakti dokter ini, bukan­nya dokter ingin membela diri, ingin memelas menuntut belas kasihan. Kami sudah bersumpah untuk membaktikan kehidupan buat mengabdi meningkatkan kesehatan umat manusia. Kami ingin pengabdian itu lebih punya arti, jika di antara kita semua saling menghargai. Ah, betapa rindu memiuh, masa indah di Puskes­mas akan terajut kembali. Selamat Hari Bakti Dokter Indonesia. (*)

[ Red/Administrator ]

sumber :
http://padangekspres.co.id/?news=nbe...ZnMPs.facebook
0
1.7K
12
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan