- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Inilah alasan kenapa Soekarno lengser (dilengserkan?) dari jabatan Presiden


TS
mr.emul
Inilah alasan kenapa Soekarno lengser (dilengserkan?) dari jabatan Presiden
Presiden Soekarno adalah seorang yang besar, yang memiliki impian dan cita-cita besar untuk negara. Jasanya luar biasa... lalu kenapa beliau bisa dilengserkan dari kursi jabatannya? Nampak ada sebuah konspirasi besar di balik itu semua... di akhir hayatnya beliau dikungkung.. 
Semoga informasi di bawah bisa menambah wawasan kita semua..
Sumber:
http://frahmanto21.tumblr.com/post/4...ekarno-lengser
Sumber:
http://www.berita3jambi.com/?/baca/1...Indonesia.html
Kaskuser yang baik selalu meninggalkan jejak atau komen. Jangan lupa di
dan
ya gan (ane masih abu-abu nih)
Thanks agan dan sista

Semoga informasi di bawah bisa menambah wawasan kita semua..
Spoiler for Kenapa SOEKARNO Lengser ?:
Terkuak, Inilah Alasan Mengapa Bung Karno Harus Disingkirkan -Pada 1961-an, Presiden Soekarno gencar merevisi kontrak pengelolaan minyak oleh asing di Indonesia. Sebanyak 60 persen dari keuntungan perusahaan minyak asing menjadi jatah pemerintah. Kebanyakan pengusaha asing gerah dengan peraturan itu.
Menurut sejarawan Asvi Marwan Adam, Soekarno benar-benar ingin sumber daya alam Indonesia dikelola oleh anak bangsa sendiri. Asvi menuturkan sebuah arsip di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta mengungkapkan pada 15 Desember 1965 sebuah tim dipimpin oleh Chaerul Saleh di Istana Cipanas sedang membahas nasionalisasi perusahaan asing di Indonesia.
Soeharto yang pro-pemodal asing, datang ke sana menumpang helikopter. Dia menyatakan kepada peserta rapat dia dan Angkatan Darat tidak setuju rencana nasionalisasi perusahaan asing itu. “Soeharto sangat berani saat itu, Bung Karno juga tidak pernah memerintahkan seperti itu,” kata Asvi.
Sebelum tahun 1965, seorang taipan dari Amerika Serikat menemui Soekarno. Pengusaha itu menyatakan keinginannya berinvestasi di Papua. Namun Soekarno menolak secara halus. “Saya sepakat dan itu tawaran menarik. Tapi tidak untuk saat ini, coba tawarkan kepada generasi setelah saya,” ujar Asvi menirukan jawaban Soekarno.
Soekarno berencana modal asing baru masuk Indonesia 20 tahun lagi, setelah putra-putri Indonesia siap mengelola. Dia tidak mau perusahaan luar negeri masuk, sedangkan orang Indonesia memiliki pengetahuan nol tentang alam mereka sendiri. Sebagai persiapan, Soekarno mengirim banyak mahasiswa belajar ke negara-negara lain.
Soekarno boleh saja membuat tembok penghalang untuk asing dan mempersiapkan calon pengelola negara. Namun, Asvi menjelaskan usaha pihak luar ingin mendongkel kekuasaan Soekarno tidak kalah kuat.
Dalam artikel berjudul JFK, Indonesia, CIA, and Freeport dterbitkan majalah Probe edisi Maret-April 1996, Lisa Pease menulis pada awal November 1965, Langbourne Williams, ketua dewan direktur Freeport, menghubungi direktur Freeport, Forbes Wilson. Williams menanyakan apakah Freeport sudah siap melakukan eksploitasi di Papua. Wilson hampir tidak percaya mendengar pertanyaan itu. Dia berpikir Freeport akan sulit mendapatkan izin karena Soekarno masih berkuasa.
Setahun sebelumnya, seorang peneliti diberi akses untuk membuka dokumen penting Departemen Luar Negeri Pakistan dan menemukan surat dari duta besar Pakistan di Eropa. Dalam surat per Desember 1964, diplomat itu menyampaikan informasi rahasia dari intel Belanda yang mengatakan dalam waktu dekat Indonesia akan beralih ke Barat.
Lisa menjelaskan maksud dari informasi itu adalah akan terjadi kudeta di Indonesia oleh partai komunis. Sebab itu, angkatan darat memiliki alasan kuat untuk menamatkan Partai Komunis Indonesia, setelah itu membuat Soekarno menjadi tahanan.
Telegram rahasia dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat ke Perserikatan Bangsa.Bangsa pada April 1965 menyebut Freeport Sulphur sudah sepakat dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan puncak Erstberg di Papua. Sedangkan dalam telegram berkode Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, menyatakan ada pertemuan pejabat Angkatan Darat Indonesia membahas rencana darurat bila Presiden Soekarno meninggal.
Kelompok dipimpin Jenderal Soeharto bergerak lebih jauh dari rencana itu. Soeharto mendesak Angkatan Darat segera mengambil alih kekuasaan tanpa perlu menunggu Presiden Soekarno berhalangan.
Setelah peristiwa 30 September 1965, keadaan negara berubah total. Usaha Freeport masuk ke Indonesia semakin mudah. Sebagai bukti adalah pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada 1967. Freeport menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto.
Bukan saja menjadi lembek, bahkan Indonesia menjadi sangat tergantung terhadap Amerika. “Saya melihat seperti balas budi Indonesia ke Amerika Serikat karena telah membantu menghancurkan komunis yang konon bantuannya itu dengan senjata,” tutur Asvi.
Menurut sejarawan Asvi Marwan Adam, Soekarno benar-benar ingin sumber daya alam Indonesia dikelola oleh anak bangsa sendiri. Asvi menuturkan sebuah arsip di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta mengungkapkan pada 15 Desember 1965 sebuah tim dipimpin oleh Chaerul Saleh di Istana Cipanas sedang membahas nasionalisasi perusahaan asing di Indonesia.
Soeharto yang pro-pemodal asing, datang ke sana menumpang helikopter. Dia menyatakan kepada peserta rapat dia dan Angkatan Darat tidak setuju rencana nasionalisasi perusahaan asing itu. “Soeharto sangat berani saat itu, Bung Karno juga tidak pernah memerintahkan seperti itu,” kata Asvi.
Sebelum tahun 1965, seorang taipan dari Amerika Serikat menemui Soekarno. Pengusaha itu menyatakan keinginannya berinvestasi di Papua. Namun Soekarno menolak secara halus. “Saya sepakat dan itu tawaran menarik. Tapi tidak untuk saat ini, coba tawarkan kepada generasi setelah saya,” ujar Asvi menirukan jawaban Soekarno.
Soekarno berencana modal asing baru masuk Indonesia 20 tahun lagi, setelah putra-putri Indonesia siap mengelola. Dia tidak mau perusahaan luar negeri masuk, sedangkan orang Indonesia memiliki pengetahuan nol tentang alam mereka sendiri. Sebagai persiapan, Soekarno mengirim banyak mahasiswa belajar ke negara-negara lain.
Soekarno boleh saja membuat tembok penghalang untuk asing dan mempersiapkan calon pengelola negara. Namun, Asvi menjelaskan usaha pihak luar ingin mendongkel kekuasaan Soekarno tidak kalah kuat.
Dalam artikel berjudul JFK, Indonesia, CIA, and Freeport dterbitkan majalah Probe edisi Maret-April 1996, Lisa Pease menulis pada awal November 1965, Langbourne Williams, ketua dewan direktur Freeport, menghubungi direktur Freeport, Forbes Wilson. Williams menanyakan apakah Freeport sudah siap melakukan eksploitasi di Papua. Wilson hampir tidak percaya mendengar pertanyaan itu. Dia berpikir Freeport akan sulit mendapatkan izin karena Soekarno masih berkuasa.
Setahun sebelumnya, seorang peneliti diberi akses untuk membuka dokumen penting Departemen Luar Negeri Pakistan dan menemukan surat dari duta besar Pakistan di Eropa. Dalam surat per Desember 1964, diplomat itu menyampaikan informasi rahasia dari intel Belanda yang mengatakan dalam waktu dekat Indonesia akan beralih ke Barat.
Lisa menjelaskan maksud dari informasi itu adalah akan terjadi kudeta di Indonesia oleh partai komunis. Sebab itu, angkatan darat memiliki alasan kuat untuk menamatkan Partai Komunis Indonesia, setelah itu membuat Soekarno menjadi tahanan.
Telegram rahasia dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat ke Perserikatan Bangsa.Bangsa pada April 1965 menyebut Freeport Sulphur sudah sepakat dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan puncak Erstberg di Papua. Sedangkan dalam telegram berkode Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, menyatakan ada pertemuan pejabat Angkatan Darat Indonesia membahas rencana darurat bila Presiden Soekarno meninggal.
Kelompok dipimpin Jenderal Soeharto bergerak lebih jauh dari rencana itu. Soeharto mendesak Angkatan Darat segera mengambil alih kekuasaan tanpa perlu menunggu Presiden Soekarno berhalangan.
Setelah peristiwa 30 September 1965, keadaan negara berubah total. Usaha Freeport masuk ke Indonesia semakin mudah. Sebagai bukti adalah pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada 1967. Freeport menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto.
Bukan saja menjadi lembek, bahkan Indonesia menjadi sangat tergantung terhadap Amerika. “Saya melihat seperti balas budi Indonesia ke Amerika Serikat karena telah membantu menghancurkan komunis yang konon bantuannya itu dengan senjata,” tutur Asvi.
Sumber:
http://frahmanto21.tumblr.com/post/4...ekarno-lengser
Spoiler for Soekarno Lengser Atau Freeport Takkan Eksis Di Indonesia:
“Saya sepakat dan itu tawaran menarik. Tapi tidak untuk saat ini, coba tawarkan kepada generasi setelah saya,”
Adalah ungkapan Presiden Soekarno tahun 1964, kepada seorang pengusaha super jetzet dari Amerika Serikat yang datang ke Indonesia dan bermaksud melakukan investasi di Papua.
Jika bahasanya dibuat lebih kasar, Soekarno mungkin berkata, “Tidak! Tidak selama saya berkuasa, nanti saja setelah saya turun tahta.”
Dari situlah awal kisah upaya keras Freeport masuk ke Indonesia. Dalam artikel berjudul “JFK, Indonesia, CIA, and Freeport” yang diterbitkan majalah Probe edisi Maret-April 1996, sang reporter Lisa Pease menulis, pada awal November 1965, Langbourne Williams, Ketua Dewan Direktur Freeport, menghubungi Direktur Freeport, Forbes Wilson.
Williams menanyakan Wilson, apakah Freeport sudah siap melakukan eksploitasi di Papua. Wilson hampir tidak percaya mendengar pertanyaan itu. Dia berpikir Freeport akan sulit mendapatkan izin karena Soekarno masih berkuasa.
Pasalnya, sejak 1961-an, Presiden Soekarno gencar merevisi kontrak pengelolaan minyak oleh asing di Indonesia. Sebanyak 60 persen dari keuntungan perusahaan minyak asing menjadi jatah pemerintah. Kebanyakan pemodal asing gerah dengan peraturan itu.
Demi Generasi Muda
Menurut sejarawan Asvi Marwan Adam, Soekarno benar-benar ingin sumber daya alam Indonesia dikelola oleh anak bangsa sendiri. Sebagai persiapan, Soekarno mengirim banyak mahasiswa belajar ke negara-negara lain.
Soekarno berencana modal asing baru masuk Indonesia 20 tahun lagi, setelah putra-putri Indonesia siap mengelola. Dia tidak mau perusahaan luar negeri masuk, sedangkan orang Indonesia memiliki pengetahuan nol tentang alam mereka sendiri.
Hingga di suatu saat, tutur Asvi, berdasarkan keterangan dari arsip di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, terungkap bahwa pada 15 Desember 1965, terjadi pembahasan rencana nasionalisasi perusahaan asing di Indonesia oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Chaerul Saleh di Istana Cipanas, Jawa Barat.
Ketika itulah Soeharto -yang pro-pemodal asing- terbang langsung ke Istana Cipanas dengan menumpang helikopter, tanpa perintah Soekarno. Dia menyatakan kepada peserta rapat bahwa dirinya dan Angkatan Darat tidak setuju rencana nasionalisasi perusahaan asing itu. “Soeharto sangat berani saat itu, Bung Karno juga tidak pernah memerintahkan seperti itu,” kata Asvi.
Dari saat itulah akhirnya upaya menggonjang-ganjing tampuk kekuasaan Soekarno semakin gencar. Seorang peneliti yang diberi akses untuk membuka dokumen penting Departemen Luar Negeri Pakistan, menemukan surat dari duta besar Pakistan di Eropa.
Dalam surat per Desember 1964, diplomat itu menyampaikan informasi rahasia dari intel Belanda, bahwa dalam waktu dekat Indonesia akan beralih ke Barat. Lisa Pease menjelaskan maksud dari informasi itu adalah, akan terjadi kudeta di Indonesia oleh partai komunis.
Angkatan Darat pun memiliki alasan kuat untuk menamatkan Partai Komunis Indonesia, serta membuat Soekarno menjadi tahanan.
Soekarno Harus Lengser
Dan pada akhirnya melalui telegram rahasia dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada April 1965 disebut bahwa Freeport Sulphur sudah sepakat dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan puncak Erstberg di Papua.
Sedangkan dalam telegram berkode Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, menyatakan ada pertemuan pejabat Angkatan Darat Indonesia, yang membahas rencana darurat bila Presiden Soekarno meninggal.
Kelompok pimpinan Jenderal Soeharto rupanya bergerak lebih jauh dari rencana itu. Soeharto mendesak Angkatan Darat segera mengambil alih kekuasaan tanpa perlu menunggu Presiden Soekarno berhalangan.
Setelah peristiwa 30 September 1965, keadaan negara berubah total. Usaha Freeport masuk ke Indonesia semakin mudah. Sebagai bukti adalah pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada 1967. Freeport menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto.
Mengacu kontrak karya yang sedang berlaku sejak Desember 1991 lalu, Freeport berkontribusi ke pemerintah Indonesia sebesar 1 persen.
Sementara merujuk aturan royalti pertambangan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, ditetapkan royalti emas sebesar 3,75% dari harga jual, dikali tonase.
Bandingkan dengan kebijakan Presiden Soekarno soal kontrak pengelolaan minyak oleh asing di Indonesia, dimana sebanyak 60 persen dari keuntungan perusahaan minyak asing menjadi jatah pemerintah.
Adalah ungkapan Presiden Soekarno tahun 1964, kepada seorang pengusaha super jetzet dari Amerika Serikat yang datang ke Indonesia dan bermaksud melakukan investasi di Papua.
Jika bahasanya dibuat lebih kasar, Soekarno mungkin berkata, “Tidak! Tidak selama saya berkuasa, nanti saja setelah saya turun tahta.”
Dari situlah awal kisah upaya keras Freeport masuk ke Indonesia. Dalam artikel berjudul “JFK, Indonesia, CIA, and Freeport” yang diterbitkan majalah Probe edisi Maret-April 1996, sang reporter Lisa Pease menulis, pada awal November 1965, Langbourne Williams, Ketua Dewan Direktur Freeport, menghubungi Direktur Freeport, Forbes Wilson.
Williams menanyakan Wilson, apakah Freeport sudah siap melakukan eksploitasi di Papua. Wilson hampir tidak percaya mendengar pertanyaan itu. Dia berpikir Freeport akan sulit mendapatkan izin karena Soekarno masih berkuasa.
Pasalnya, sejak 1961-an, Presiden Soekarno gencar merevisi kontrak pengelolaan minyak oleh asing di Indonesia. Sebanyak 60 persen dari keuntungan perusahaan minyak asing menjadi jatah pemerintah. Kebanyakan pemodal asing gerah dengan peraturan itu.
Demi Generasi Muda
Menurut sejarawan Asvi Marwan Adam, Soekarno benar-benar ingin sumber daya alam Indonesia dikelola oleh anak bangsa sendiri. Sebagai persiapan, Soekarno mengirim banyak mahasiswa belajar ke negara-negara lain.
Soekarno berencana modal asing baru masuk Indonesia 20 tahun lagi, setelah putra-putri Indonesia siap mengelola. Dia tidak mau perusahaan luar negeri masuk, sedangkan orang Indonesia memiliki pengetahuan nol tentang alam mereka sendiri.
Hingga di suatu saat, tutur Asvi, berdasarkan keterangan dari arsip di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, terungkap bahwa pada 15 Desember 1965, terjadi pembahasan rencana nasionalisasi perusahaan asing di Indonesia oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Chaerul Saleh di Istana Cipanas, Jawa Barat.
Ketika itulah Soeharto -yang pro-pemodal asing- terbang langsung ke Istana Cipanas dengan menumpang helikopter, tanpa perintah Soekarno. Dia menyatakan kepada peserta rapat bahwa dirinya dan Angkatan Darat tidak setuju rencana nasionalisasi perusahaan asing itu. “Soeharto sangat berani saat itu, Bung Karno juga tidak pernah memerintahkan seperti itu,” kata Asvi.
Dari saat itulah akhirnya upaya menggonjang-ganjing tampuk kekuasaan Soekarno semakin gencar. Seorang peneliti yang diberi akses untuk membuka dokumen penting Departemen Luar Negeri Pakistan, menemukan surat dari duta besar Pakistan di Eropa.
Dalam surat per Desember 1964, diplomat itu menyampaikan informasi rahasia dari intel Belanda, bahwa dalam waktu dekat Indonesia akan beralih ke Barat. Lisa Pease menjelaskan maksud dari informasi itu adalah, akan terjadi kudeta di Indonesia oleh partai komunis.
Angkatan Darat pun memiliki alasan kuat untuk menamatkan Partai Komunis Indonesia, serta membuat Soekarno menjadi tahanan.
Soekarno Harus Lengser
Dan pada akhirnya melalui telegram rahasia dari Departemen Luar Negeri Amerika Serikat ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada April 1965 disebut bahwa Freeport Sulphur sudah sepakat dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan puncak Erstberg di Papua.
Sedangkan dalam telegram berkode Cinpac 342, 21 Januari 1965, pukul 21.48, menyatakan ada pertemuan pejabat Angkatan Darat Indonesia, yang membahas rencana darurat bila Presiden Soekarno meninggal.
Kelompok pimpinan Jenderal Soeharto rupanya bergerak lebih jauh dari rencana itu. Soeharto mendesak Angkatan Darat segera mengambil alih kekuasaan tanpa perlu menunggu Presiden Soekarno berhalangan.
Setelah peristiwa 30 September 1965, keadaan negara berubah total. Usaha Freeport masuk ke Indonesia semakin mudah. Sebagai bukti adalah pengesahan Undang-undang Penanaman Modal Asing pada 1967. Freeport menjadi perusahaan asing pertama yang kontraknya ditandatangani Soeharto.
Mengacu kontrak karya yang sedang berlaku sejak Desember 1991 lalu, Freeport berkontribusi ke pemerintah Indonesia sebesar 1 persen.
Sementara merujuk aturan royalti pertambangan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku, ditetapkan royalti emas sebesar 3,75% dari harga jual, dikali tonase.
Bandingkan dengan kebijakan Presiden Soekarno soal kontrak pengelolaan minyak oleh asing di Indonesia, dimana sebanyak 60 persen dari keuntungan perusahaan minyak asing menjadi jatah pemerintah.
Sumber:
http://www.berita3jambi.com/?/baca/1...Indonesia.html
Kaskuser yang baik selalu meninggalkan jejak atau komen. Jangan lupa di


Thanks agan dan sista

0
93K
Kutip
23
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan