irwan.bachdim17Avatar border
TS
irwan.bachdim17
[TRUE STORY] Kenangan Menghadap Plafon
Quote:


Ada dua jenis tangis, menangis karena terlalu bahagia dan menangis karena terlalu sedih. Dalam kehidupan manusia, tangis dapat dianalogikan seperti gelombang ombak di laut yang bergulir naik turun menuju titik akhir yaitu pantai.

Siklus hidup seperti itu selalu hadir dalam kehidupan gue. Terbentuk dari setiap helaan nafas, terus merasuk sukma sampai tiba saatnya untuk meneteskan air mata.

Gue menangis bahagia ketika nyokap memberikan gue selembaran yang didapat dari sekolah gue pagi itu. Selembaran ber-font Arial, berisi tulisan yang menyatakan gue lulus.
'Apa gue lulus?' Ucap gue ke nyokap dengan tidak yakin.
'Iya kamu lulus Irwan..!' Nyokap meyakinkan.
'Alhamdulillah..! Akhirnya lulus, aku dapat hadiah apa mah?'
'Tidak ada..!' Nyokap menggelengkan kepala.

Tangis bahagia menjelma seketika menjadi tangis sedih yang mendalam, ditambah dengan kebingungan gue setelah lulus mau melakukan apa? Memperuncing keadaan yang bakal membuat gue melakukan tindakan yang gak lazim seperti memakan kawanan kecoak di toilet sampai mabok atau mencelupkan kepala ke bak mandi dan meminum airnya sampai habis.

Niatan itu gagal setelah nyokap kembali menghampiri gue dan berkata.
'Tadi itu bercanda kok. Nanti dirayaain, cuma sederhana aja yang penting kamu bersyukur udah lulus.'
'Iya mah.'



Selama gue liburan lebih tepatnya pengangguran, hari demi hari gue habiskan dengan menikmati pemandangan menghadap plafon diatas tempat tidur. 'Plafon kau begitu indah, betapa baiknya engkau memantulkan cahaya lampu itu kepadaku. Terimakasih plafon.' Seandainya plafon itu dapat membalas ucapan gue dia pasti bilang. 'Sama-sama alien gila!!!'

Disela-sela keseharian gue memandang plafon, gue jadi teringat kesan-kesan semasa gue masih berseragam putih abu-abu.

Gue teringat ketika pertama kali gue bermain futsal, gue bermain di lapangan beralaskan tanah yang lokasinya tepat di samping sekolah. Lapangan ini dijadikan tempat berlangsungnya turnamen futsal antar kelas. Oya gue baru tau kalau bola futsal itu berdiameter lebih kecil dari bola sepak dan lebih besar dari bola ping pong.

Gue beruntung bisa masuk skuad tim inti dan mewakili kelas gue. Tidak lama setelah peluit tanda dimulainya pertandingan.
'Aduhhh..!' Gue menjerit ringan.
'Maaf bang..!' Lawan yang menendang kaki gue, cuma berkata itu.
'Iya, ga apa apa.'

Belum lama bermain futsal di lapangan yang bagi gue sudah seperti GBK dan ditonton puluhan ribu pasang mata namun sayangnya gue harus keluar di menit ke lima karena cidera.



Gue juga teringat saat gue bengong sendirian di kelas, tertunduk lesu berjam-jam lamanya. Ini gara-gara gue pakai seragam olahraga pas pelajaran olahraga. (Loh! apa yang salah?)
'Ayo mulai membentuk barisan.' Guru olahraga anggap saja bernama Pak Joko menyuruh kami membentuk barisan.
'Ya pak!' Kami menjawab dan mulai berbaris.
'Tunggu, tunggu. Kamu siswa disini?' Pak Joko bertanya ke gue dengan pandangan pesimis.
'Iya pak.' Gue membalas dengan lebih pesimis.
'Nama kamu siapa?'
'Irwan Pak.'
'Nama kamu benar sih ada di absen, tapi kok kenapa kamu pakai seragam olahraga itu?'

Mampus gue..! dia mempermasalahkan itu, gue harus pura-pura amnesia dan bersiap menjawab 'Dimana gue sekarang?? Bapak siapa??' Tidak..! Tidak..! Kalau Pak Joko memerintahkan murid lainnya dengan perintah 'Anak-anak, bawa orang ini ke Psikiater, cepat! Sebelum dia memakan seluruh isi tong sampah.' Astaga!

Terpaksa gue harus akui ini salah gue, kenapa gue pakai seragam olahraga sekolah lain, dengan nama sekolah dan logo kebanggaan mereka yang terpampang jelas kemana pun mata memandang seragam itu.
'Sudah, sekarang kamu ke kelas, kamu tidak diperkenankan mengikuti pelajaran olahraga hari ini.'
'Tapi pak?'
'Sudah sana!'



Kembali disaat gue sibuk memandang palfon, seperti ada angkatan darat menyerbu rumah secara frontal dan menodongkan AK47 tepat dihadapan gue. Ini sama mengejutkannya ketika nyokap tiba-tiba mengagetkan gue. 'Irwan..! Bangunnnn..! Kata nyokap dengan pandangan yang tajam menatap muka gue yang penuh iler. 'Ngapain ngelamun nanti kesurupan lagi kaya waktu itu, susah ngobatinya..!'

Setelah nyokap bilang demikian, gue jadi teringat malam itu, malam yang sukses membuat gue kejang-kejang sampai pagi. Orang bilang sih gue kesurupan.

Jadi malam itu gue tidur di rumah Pakde gue, bukan sebagai tamu istimewa yang diajak ngobrol, disediain banyak makanan dan ditawarin obat nyamuk menjelang tidur. Bukan!

Status gue di rumah pakde hanya sebagai penunggu rumah. 'Wan, jagain rumah ya? Pakde sama Bude ada keperluan jadi kemungkinan besok pagi baru balik, jagain ya?' Pakde berpesan seperti itu ke gue, dan gue hanya bisa mengangguk dengan pasrah. Gue sempat berpikir, ngapain rumah dijagain, toh rumah ini gak bakal kemana-mana. Masa sih ada rumah yang kalau kena gempa 8 Scala Richter terus rumahnya ngacir menyelamatkan diri dan berteriak 'Gempa..! Gempa..!' Rumah tetangga menyahut. 'Wah iya gempaaaaaa..! Aaaaaa..!'

Demi mengurangi rasa sunyi senyap, gue memutuskan untuk menyalakan televisi dengan korek api dan memilih siaran Liga Inggris, siaran ini gue pilih karena gue rasa bakal meramaikan suasana dengan teriakan-teriakan gol dari seorang komentator.

Ditengah keramaian yang telah gue ciptakan, ditambah dengan lingkungan yang asing membuat gue susah tidur dan gelisah. Hawa mistis tiba-tiba menggerayangi otak gue.

Sayup-sayup suara horror datang silih berganti, dari suara 'kikikikikiki' yang lirih, sampai suara 'bletak..! bletak..! Duarrr..!' yang tedengar jelas seperti ada dua benda keras yang saling menghantam. Entah itu suara datangnya benar-benar dari makhluk astral, binatang atau hanya pemikiran gue yang sedang kacau karena kelaparan tingkat akut dan gak berani ke dapur sendirian.

Merem sekuat tenaga di atas tempat tidur Pakde adalah pilihan yang harus gue pilih, lama merem tanpa tertidur akibat menahan rasa takut yang ada. Lama-lama akhirnya gue tertidur pulas.

Paginya gue udah bukan dirumah Pakde lagi, tepat disamping gue nyokap menangis dan merasa sangat bahagia ketika gue tersadar.



'Ehh.. ehem.. iya mah.' Gue menyahut.
'Daripada kebanyakan bengong, mending beresin itu kamar, keliatan sumpek banget.'
'Iya.. Iya.. mah.'

Sambil membereskan benda-benda yang berserakan di kamar, belakangan gue sadar banyak kenangan yang berhasil dimainkan dengan baik di kamar ini dan tentunya memberikan kenikmatan tersendiri di sanubari. Terimakasih..! Terimakasih..! Terimakasih..! PLAFON. 'Sama-sama alien gila..!' Ehhh... Dia bisa ngomong.

NB: Cerita ini diambil dari blog ane http://oneprase.blogspot.com/2013/05...ap-plafon.html
Diubah oleh irwan.bachdim17 26-05-2013 16:56
0
1.2K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan