VIVAnews - Perempuan dewasa di Aceh Utara akan dilarang menunjukkan kebolehannya menari di depan publik. Perempuan menari di depan publik dianggap bertentangan dengan penerapan syariat Islam.
Wacana pembuatan peraturan yang melarang perempuan menari itu diungkapkan Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib. Menurut dia, perempuan berlenggak-lenggok di hadapan laki-laki bertentangan dengan hukum syariah.

“Apapun kegiatan yang mengarah kepada pelanggaran syariah harus dicegah. Ini merupakan salah satu upaya melakukan penguatan syariat Islam di Aceh Utara,” kata Muhammad Thaib, Sabtu 25 Mei 2013.

Menurut dia, pelestarian budaya jangan sampai merusak nilai-nilai syariat Islam. Perempuan dewasa menari di hadapan laki-laki dianggapnya dapat merusak tatanan dan penerapan syariat Islam di Aceh.

“Kalau masih anak-anak tidak masalah, mereka belum akil baliq,” ujarnya.

Muhammad Thaib belum menyebutkan secara rinci bagaimana pelarangan menari bagi perempuan ini akan diatur. Menurut dia, masyarakat Aceh perlu terus melakukan pembekalan diri dan penguatan akidah serta menjauhi kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan syariat.

Dia menyebutkan, pemerintah Aceh Utara juga akan memberikan pembekalan kepada masyarakat, seperti mempelajari kitab kuning, menggalakkan pengajian rutin di desa-desa. Hal itu untuk terus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan masyarakatnya.

“Kami juga akan meningkatkan pendapatan bagi guru pengajian," ujar Thaib.

Wacana dikeluarkannya peraturan kontroversial yang melarang secara khusus bagi perempuan di Aceh bukan kali ini saja. Sebelumnya, Wali Kota Lhokseumawe, Suaidi Yahya, mengeluarkan peraturan yang melarang perempuan duduk mengangkang di sepeda motor.

Selain Lhokseumawe, di Aceh Barat juga pernah diwacanakan pelarangan bagi perempuan untuk menggunakan celana. Wacana dan aturan semacam itu pada akhirnya tak terlaksana dan terealisasi dengan baik.