- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kala Papua Menggugat Pancasila


TS
putrio77
Kala Papua Menggugat Pancasila


KASKUSER YG BAIK SELALU MENINGGAKAN KESAN YG BAIK

Quote:
jangan lupa gan

Quote:
Klo mau ngasih
gan di bantu
yach, gan biar banyak yg baca


Quote:
ga usah repot repot ngasih ane 

Quote:
maaf juga y klo ane 

ane short by kata kunci



ane short by kata kunci

Quote:
Jakarta - Sampai detik ini Papua terus bergolak. Maret lalu, enam orang pendulang emas tewas di Timika, daerah pemilik cadangan emas –2,16 miliar ton– terbesar di dunia. Salah satu pemicunya, ketidakadilan yang mereka rasakan, meski presiden negeri ini berganti enam kali. Dari berbagai bidang –pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan lainnya– Papua jauh tertinggal dengan lainnya, terutama Sumatera, Jawa, Bali. Dengan kata lain, pembangunan di Papua menyisakan persoalan ketimpangan kesejahteraan. Walaupun, di sana berlimpah kekayaan alam.
Ketimpangan itu terpampang gamblang di buku Menatap Rumah Kebangsaan; Antologi Pemikiran Pembangunan Nasional karya Dr. Stepanus Malak. Buku ini mengamini gugatan Erik Maksin –penerima Nobel Ekonomi 2007– atas pasar global yang memiskinkan sebagian (besar) warga bumi. Bedanya, pemikiran Malak dalam konteks pembangunan di buminya: Indonesia, di mana pembangunan nasional yang dipacu mulai 1969, menurut Malak, masih menyisakan kesenjangan yang membentuk garis diametral antara kawasan barat (Sumatera, Jawa, Bali) dan timur (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua).
Ironi Kekayaan Alam
Garis diametral kesenjangan itu membentang tegas, mencolok, dan lebar. Menampakkan tren pembangunan kawasan barat yang terus melambung. Sementara di kawasan timur berjalan merayap, loyo, ngos-ngosan, dan keletihan. Di ranah kehidupan sosial, masyarakat di kawasan barat berada di era tinggal landas dan bersiap memasuki kehidupan moderen. Sedangkan kehidupan sosial masyarakat di kawasan timur masih terbelakang, tradisional, tertinggal, dan terpinggirkan (lagging behind).
Di Papua misalnya, kemiskinan tercatat 36,30% –tertinggi di Indonesia– dan pengangguran 4,31% (BPS, 2010). Meskipun di Timika, Papua terdapat cadangan emas 2,16 miliar ton (terbesar di dunia) dan tembaga 22 juta ton (nomor tiga sedunia). Namun semua itu diangkut ke luar negeri oleh Freeport sampai 2041 nanti, bukan dinikmati rakyat Papua.
Tak pelak, kondisi itu menghilir dan bermuara ke berbagai instabilitas sosial, politik, maupun keamanan yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misalnya, lahirnya Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Suku Bangsa Papua pada siang cerah di Manokwari, Papua Barat pada 1 Juli 1971. Proklamasi ini diungkit rasa keterasingan dalam pembangunan nasional di negeri yang ber-Pancasila ini. Bukan keadilan sosial yang mereka dapatkan, melainkan ketidakadilan dan penganaktirian dalam pembagian kue pembangunan.
Membumi
Sebagai Bupati Sorong (periode 2012-2017), Papua Barat, Malak berharap agar pendekatan hati dan kesejahteraan (prosperity approach) dalam membangun Indonesia timur, khususnya Papua dapat diterapkan secara sungguh-sungguh. Bukan pendekatan keamanan atau militer yang selama ini diprioritaskan.
Benang merah antologi buku ini menghendaki agar rumah kebangsaan ini tetap tegak, utuh, langgeng, dan terawat dengan baik. Untuk mewujudkannya tak cukup hanya dengan kecerdasan, kepiawaian, dan integritas intelektual, tetapi juga perlu dilandasi dan dijiwai dengan nilai-nilai moralitas dan landasan filosofis dalam kebijakan dan strategi pembangunan nasional yang berkeadilan. Supaya pertanyaan tak sedap: “Apakah Indonesia ini hanya (Sumatera,) Jawa (dan Bali)? Apakah daerah lain (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua) bukan Indonesia?” ini tidak memicu instabilitas politik nasional.
Sebagai praktisi pembangunan di daerah, pemikiran konseptual Malak tentang ketimpangan dan kesenjangan pembangunan nasional dalam buku ini tidak mengandalkan pendekatan teoritis akademis. Sehingga, pemikirannya lebih membumi dan faktual. Walaupun di beberapa bagian, dia menggunakan beberapa rujukan teori akademis sebagai landasan ilmiah untuk mengokohkan pemikirannya.
Bonnie Eko Bani, alumnus Universitas Muhammadiyah Solo, pernah mengajar di Fakfak dan Sorong.
Judul : Menatap Rumah Kebangsaan
Penulis : Dr. Stepanus Malak, M.Si
Penerbit, tahun : Tritama Solution Publishing, Desember 2012
Tebal : xx + 234 halaman
Ketimpangan itu terpampang gamblang di buku Menatap Rumah Kebangsaan; Antologi Pemikiran Pembangunan Nasional karya Dr. Stepanus Malak. Buku ini mengamini gugatan Erik Maksin –penerima Nobel Ekonomi 2007– atas pasar global yang memiskinkan sebagian (besar) warga bumi. Bedanya, pemikiran Malak dalam konteks pembangunan di buminya: Indonesia, di mana pembangunan nasional yang dipacu mulai 1969, menurut Malak, masih menyisakan kesenjangan yang membentuk garis diametral antara kawasan barat (Sumatera, Jawa, Bali) dan timur (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua).
Ironi Kekayaan Alam
Garis diametral kesenjangan itu membentang tegas, mencolok, dan lebar. Menampakkan tren pembangunan kawasan barat yang terus melambung. Sementara di kawasan timur berjalan merayap, loyo, ngos-ngosan, dan keletihan. Di ranah kehidupan sosial, masyarakat di kawasan barat berada di era tinggal landas dan bersiap memasuki kehidupan moderen. Sedangkan kehidupan sosial masyarakat di kawasan timur masih terbelakang, tradisional, tertinggal, dan terpinggirkan (lagging behind).
Di Papua misalnya, kemiskinan tercatat 36,30% –tertinggi di Indonesia– dan pengangguran 4,31% (BPS, 2010). Meskipun di Timika, Papua terdapat cadangan emas 2,16 miliar ton (terbesar di dunia) dan tembaga 22 juta ton (nomor tiga sedunia). Namun semua itu diangkut ke luar negeri oleh Freeport sampai 2041 nanti, bukan dinikmati rakyat Papua.
Tak pelak, kondisi itu menghilir dan bermuara ke berbagai instabilitas sosial, politik, maupun keamanan yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misalnya, lahirnya Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Suku Bangsa Papua pada siang cerah di Manokwari, Papua Barat pada 1 Juli 1971. Proklamasi ini diungkit rasa keterasingan dalam pembangunan nasional di negeri yang ber-Pancasila ini. Bukan keadilan sosial yang mereka dapatkan, melainkan ketidakadilan dan penganaktirian dalam pembagian kue pembangunan.
Membumi
Sebagai Bupati Sorong (periode 2012-2017), Papua Barat, Malak berharap agar pendekatan hati dan kesejahteraan (prosperity approach) dalam membangun Indonesia timur, khususnya Papua dapat diterapkan secara sungguh-sungguh. Bukan pendekatan keamanan atau militer yang selama ini diprioritaskan.
Benang merah antologi buku ini menghendaki agar rumah kebangsaan ini tetap tegak, utuh, langgeng, dan terawat dengan baik. Untuk mewujudkannya tak cukup hanya dengan kecerdasan, kepiawaian, dan integritas intelektual, tetapi juga perlu dilandasi dan dijiwai dengan nilai-nilai moralitas dan landasan filosofis dalam kebijakan dan strategi pembangunan nasional yang berkeadilan. Supaya pertanyaan tak sedap: “Apakah Indonesia ini hanya (Sumatera,) Jawa (dan Bali)? Apakah daerah lain (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua) bukan Indonesia?” ini tidak memicu instabilitas politik nasional.
Sebagai praktisi pembangunan di daerah, pemikiran konseptual Malak tentang ketimpangan dan kesenjangan pembangunan nasional dalam buku ini tidak mengandalkan pendekatan teoritis akademis. Sehingga, pemikirannya lebih membumi dan faktual. Walaupun di beberapa bagian, dia menggunakan beberapa rujukan teori akademis sebagai landasan ilmiah untuk mengokohkan pemikirannya.
Bonnie Eko Bani, alumnus Universitas Muhammadiyah Solo, pernah mengajar di Fakfak dan Sorong.
Judul : Menatap Rumah Kebangsaan
Penulis : Dr. Stepanus Malak, M.Si
Penerbit, tahun : Tritama Solution Publishing, Desember 2012
Tebal : xx + 234 halaman
[URL="m.harian.detik..com/read/2013/04/27/060000/2231539/1451/kala-papua-menggugat-pancasila"]SUMBER[/URL]
Diubah oleh putrio77 25-05-2013 07:48
0
1.8K
Kutip
15
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan