toyoterAvatar border
TS
toyoter
Ternyata Tidak Semua Polantas Paham Lalu lintas
“Gak usah naik kendaraan di Jakarta kalau gak mau kendaraan lo lecet,” ungkap seorang bapak-bapak sambil melaju dengan motor ke gue, Rabu (22/5/2013) malam.

Gue setengah setuju dengan pernyataan itu. Soalnya, mau lo taroh kendaraan lo di rumah pun bisa aja lecet, apalagi lo bawa ke jalan raya. Terlebih lo berkendara di Jakarta, kota metropolitan yang lalu lintasnya gak pernah tidur.

Tadi, sepulangnya gue dari tempat kerja, jalanan udah cukup lengang. Gue bisa pacu motor gue dengan kecepatan rata-rata 60 km per jam. Buat di Jakarta, kecepatan segitu udah termasuk cepet.

Rute jalan yang biasa gue lalui gak berubah: Pejaten-Pasar Rebo-Ciracas-Cibubur-Cimanggis. Buat yang pernah lewat rute itu pasti tahu, kalau di sana banyak jalan pertigaan dan gerbang kompleks.

Singkat cerita, tibalah gue di kawasan Kompleks Cibubur Indah. Jalan Raya Jambore adalah jalan yang melintang persis di depan gerbang perumahan tersebut. Gue pacu motor gue, tanpa ragu.

Tiba-tiba, ada motor keluar dari gerbang kompleks (sebelah kanan gue) dan masuk ke jalur yang gue lalui. Layaknya tak punya salah, dia masuk tanpa lihat kanan-kiri. Gue kaget. Respon pertama gue pencet klakson 5 detik tanpa henti. Si bapak lalu mengurangai kecepatannya.

Di lokasi itu memang penerangannya agak minim. Jadi gue gak bisa lihat siapa bapak-bapak tadi sebelum jarak kita bener-bener deket. Ternyata, dia pake helm putih dengan variasi kotak-kotak warna biru khas polisi.

Dia merasa gak terima diklakson sama warga sipil kayak gue. Dia naikkin kaca helmnya lalu berkata dengan nada tinggi, “Biasa aja dong!”

Merasa berada di posisi yang benar, gue bales dengan santai, “Gue gak bisa biasa kalau nyawa gue hampir terancam.”

“Lo nantang?” timpal dia lagi sambil buka resleting jaketnya. Dari situ gue makin yakin kalau dia adalah polisi lalu lintas. Di balik jaket kulitnya, ada seragam polisi yang dibalut rompi warna hijau terang. Dia pikir, gue bakal takut.

Eh, iya, selama pecakapan tadi, kita berdua masih jalan. Kira-kira kecepatannya 20-30 km per jam.

“Gue gak akan klakson lo kalau lo gak salah,” jawab gue.

“Emang gue salah apaan?” tanyanya polos.

“Lho, bukannya lo polisi? Masuk ke jalur orang tanpa nyalain lampu sign dan langsung kenceng itu bukan suatu kesalahan?” tanya gue balik.

Dia sempet kikuk. Ibarat ikut kuis, mungkin dia sudah diperingatkan untuk menjawab pertanyaan tadi sama host-nya, atau jawab ‘pas’. Tapi, bukan orang Jakarta namanya kalau mau disalahkan gitu aja.

“Lagian, emang motor lo lecet? Nggak kan?” si bapak polisi itu bertanya dengan pertanyaan yang cukup aneh menurut gue.

Ini yang bikin gue bingung. Emang harus nunggu kendaraan lecet buat nunjukkin kalau dia salah? Atau gue harus jatuh tersungkur dan nyium aspal?

“Eh, mas, gak usah naik kendaraan di Jakarta kalau gak mau kendaraan lo lecet,” timpalnya lagi tanpa memberikan kesempatan gue untuk jawab.

Jujur, gue cukup kesel. Bukan karena cuma dia salah, tapi dia adalah penegak hukum di negara ini. Sayang, gue gak bisa lihat nama dia siapa. Yang gue inget dia naik motor Yamaha Jupiter MX. Parahnya lagi, motornya tanpa nomor polisi di bagian belakang. Dan, jelas aja dia gak bisa lihat ada kendaraan lainnya, karena dia memang gak punya spion.

Gak ada lagi yang bisa gue lakuin selain menghela napas seraya mengatakan dalam hati, “Jakarta keras.”

emoticon-Takut emoticon-Cape deeehh

Maaf pak polisi, gue yakin dan gue percaya tidak semua anggotanya seperti apa yang gue uraikan di atas. Mungkin tadi hanya oknum. Semoga tidak terulang dengan gue dan orang lainnya. Salam



Pesan TS : Selalu safety riding di jalan gan emoticon-I Love Indonesia (S)
0
2.9K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan