- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Program Beasiswa Malah Jadi Ladang Bisnis


TS
heks4
Program Beasiswa Malah Jadi Ladang Bisnis
Quote:
Program beasiswa Kaltim Cemerlang, terus dihantam isu percaloan. Apalagi, sejumlah mahasiswa Universitas Mulawarman Samarinda yang sebelumnya melakukan aksi peduli pendidikan di depan Kantor Gubernur Samarinda (13/5), telah menyebut adanya dugaan keterlibatan oknum eksekutif, onum anggota DPRD, bahkan hingga oknum mahasiswa. Semua oknum ini berperan menjadi calo, dengan potongan hingga 20 persen. Situasinya makin kronis, ketika isu ini juga menghantam beasiswa untuk kalangan pascasarjana (S-2) dan program diploma.
Kemarin, Kaltim Post kembali mendapat kesaksian seorang mahasiswa S-2, yang mengaku pernah mendapat tawaran dari seorang calo. Bahkan calo tersebut, juga menawarinya untuk ikut menjadi calo.
“Tapi, saya enggak terima bagian. Saat itu diminta tolong mencari mahasiswa yang mau mengurus beasiswa. Persyaratannya memang agak susah. Tapi, meskipun tidak sesuai kriteria, bukan masalah besar,” terang sumber, kemarin.
Disebutkan, dalam penerimaan beasiswa kala itu, masih ada kuota kosong. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang dipersyaratkan cukup tinggi, sementara pendaftar tidak banyak yang mendapat nilai tinggi. Alhasil kuota tersisa diisi seadanya. Sumber Kaltim Post tadi tak mengetahui apakah ada kesepakatan antara pemohon yang ia ajukan dengan oknum tersebut.
Selain itu, sumber ini juga pernah mengurus beasiswa bernilai di atas Rp 10 juta (jalur S-2) lewat jasa calo. Calo dimaksud katanya berasal dari kalangan eksekutif yang berhubungan dengan pengurusan beasiswa tersebut. Calo mengambil potongan 20 persen.
“Waktu mau kumpul berkas, dia bilang harus dipotong jika mau dapat. Saya bingung, kok dipotong 20 persen. Lain halnya jika persyaratan saya enggak lengkap. Padahal, saya memenuhi syarat. Dia bilang, bukan dia yang minta melainkan atasannya,” tuturnya.
Sebelumnya pria ini juga sempat merasa janggal. Saat itu ia mengurus beasiswa dengan berkas yang kurang lengkap, secara online justru terverifikasi.
“Ada satu permasalahan lagi. Saat itu saya salah memasukan nilai. Saya tulis 3,67 yang seharusnya 3,57. Setelah melapor ingin memperbaiki, kata mereka (oknum panitia) enggak usah. Saya bersyukur karena dipermudah,” kata dia.
Meski demikian, indikasi calo menurutnya bukan hal tabu. Di kalangan mahasiswa, hal tersebut terkesan biasa. Bahkan di kalangan para calon sarjana tersebut, turut dipercaya bisa langsung melobi oknum penyelenggara agar mendapat beasiswa. Tentu dengan pembagian keuntungan.
“Tapi, itu bagi yang benar-benar butuh,” bebernya.
Namun dia tak tahu-menahu perihal keterlibatan pihak legislatif dari praktik ini.
“Saya pernah tanya dengan oknum penyelenggaranya, ke mana sisa kuota kosong ini. Dia bilang, itu sudah ada titipan. Berarti mereka mengurangi jatah kuota yang seharusnya,” terangnya.
Sebenarnya, sumber Kaltim Post ini tak enak hati mengurus beasiswa lewat calo. Sempat terbesit niatan mengungkap praktik itu kepada publik. Namun demikian, niat itu diurungkan karena khawatir disebut naif.
Sementara itu, Ketua Gerakan Aktivis dan Relawan Pendidikan (Garap), Wahyudi, mengindikasi adanya kepentingan politik dalam pengelolaan beasiswa Kaltim cemerlang. Hanya, Wahyudi masih menyembunyikan identitas orang yang membeberkan praktik calo itu.
“Ketika kami embuskan ke media, dia khawatir terhalang mendapat beasiswa,” ucapnya.
Dia juga mengaku, menerima kesaksian seorang mahasiswa, yang menerima beasiswa meskipun tak mengumpulkan berkas sama sekali. Padahal berkas tersebut persyaratan utama.
“Dia komentar keras di media sosial. Tiba-tiba ada uang Rp 3 juta masuk rekeningnya. Aneh,” katanya, heran.
Kemarin, Kaltim Post kembali mendapat kesaksian seorang mahasiswa S-2, yang mengaku pernah mendapat tawaran dari seorang calo. Bahkan calo tersebut, juga menawarinya untuk ikut menjadi calo.
“Tapi, saya enggak terima bagian. Saat itu diminta tolong mencari mahasiswa yang mau mengurus beasiswa. Persyaratannya memang agak susah. Tapi, meskipun tidak sesuai kriteria, bukan masalah besar,” terang sumber, kemarin.
Disebutkan, dalam penerimaan beasiswa kala itu, masih ada kuota kosong. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang dipersyaratkan cukup tinggi, sementara pendaftar tidak banyak yang mendapat nilai tinggi. Alhasil kuota tersisa diisi seadanya. Sumber Kaltim Post tadi tak mengetahui apakah ada kesepakatan antara pemohon yang ia ajukan dengan oknum tersebut.
Selain itu, sumber ini juga pernah mengurus beasiswa bernilai di atas Rp 10 juta (jalur S-2) lewat jasa calo. Calo dimaksud katanya berasal dari kalangan eksekutif yang berhubungan dengan pengurusan beasiswa tersebut. Calo mengambil potongan 20 persen.
“Waktu mau kumpul berkas, dia bilang harus dipotong jika mau dapat. Saya bingung, kok dipotong 20 persen. Lain halnya jika persyaratan saya enggak lengkap. Padahal, saya memenuhi syarat. Dia bilang, bukan dia yang minta melainkan atasannya,” tuturnya.
Sebelumnya pria ini juga sempat merasa janggal. Saat itu ia mengurus beasiswa dengan berkas yang kurang lengkap, secara online justru terverifikasi.
“Ada satu permasalahan lagi. Saat itu saya salah memasukan nilai. Saya tulis 3,67 yang seharusnya 3,57. Setelah melapor ingin memperbaiki, kata mereka (oknum panitia) enggak usah. Saya bersyukur karena dipermudah,” kata dia.
Meski demikian, indikasi calo menurutnya bukan hal tabu. Di kalangan mahasiswa, hal tersebut terkesan biasa. Bahkan di kalangan para calon sarjana tersebut, turut dipercaya bisa langsung melobi oknum penyelenggara agar mendapat beasiswa. Tentu dengan pembagian keuntungan.
“Tapi, itu bagi yang benar-benar butuh,” bebernya.
Namun dia tak tahu-menahu perihal keterlibatan pihak legislatif dari praktik ini.
“Saya pernah tanya dengan oknum penyelenggaranya, ke mana sisa kuota kosong ini. Dia bilang, itu sudah ada titipan. Berarti mereka mengurangi jatah kuota yang seharusnya,” terangnya.
Sebenarnya, sumber Kaltim Post ini tak enak hati mengurus beasiswa lewat calo. Sempat terbesit niatan mengungkap praktik itu kepada publik. Namun demikian, niat itu diurungkan karena khawatir disebut naif.
Sementara itu, Ketua Gerakan Aktivis dan Relawan Pendidikan (Garap), Wahyudi, mengindikasi adanya kepentingan politik dalam pengelolaan beasiswa Kaltim cemerlang. Hanya, Wahyudi masih menyembunyikan identitas orang yang membeberkan praktik calo itu.
“Ketika kami embuskan ke media, dia khawatir terhalang mendapat beasiswa,” ucapnya.
Dia juga mengaku, menerima kesaksian seorang mahasiswa, yang menerima beasiswa meskipun tak mengumpulkan berkas sama sekali. Padahal berkas tersebut persyaratan utama.
“Dia komentar keras di media sosial. Tiba-tiba ada uang Rp 3 juta masuk rekeningnya. Aneh,” katanya, heran.
IRONIS Gan
Spoiler for Sumber:
0
907
Kutip
5
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan