

TS
garandman
BUG : Back-Up Gun
Beberapa waktu yg lalu saya menjanjikan utk membahas BUG ( Back-Up Gun) namun saya kelupaan, sampai mbak Izza dan si Toonarm “menagih” janji saya itu. Awalnya saya ingin memasukkan bahasan ini ke thread “Pengalaman Menggunakan Senjata”. Namun bbrp warga formil menganjurkan agar diskusi ini dimuat di thread yg terpisah agar lebih mudah di cari.
Contoh2 yg akan saya bahas di thread ini adalah specimens yg ada di koleksi dan sudah pernah saya bawa dan pakai di lapangan tembak. Memang banyak sekali handguns lain yg dapat (dan telah) digunakan sebagai BUG oleh law enforcement officers dan licensed civilians. Namun saya tidak akan membahas those handguns yg belum pernah saya pakai atau bawa sendiri. Bila anda punya pengalaman langsung dgn one or more of the handguns in this category, please, feel free to contribute your experience here.
Konsep BUG lahir dari kebutuhan law enforcement officers akan secondary gun yg siap pakai bila his/her main duty gun tidak lagi bisa digunakan (out of ammo/mechanical malfunction/hilang/direbut orang lain). Syarat utama bagi BUG adalah ukuran yg cukup kecil dan bobot yg relative ringan agar bisa dibawa secara terselubung (concealed) tanpa mengganggu gerakan tubuh (imagine police officers having to run chasing bad guys, etc.).
Karena BUG membutuhkan ukuran (panjang, tinggi, dan ketebalan) dan bobot yg kecil maka caliber yg dapat digunakan pada BUG menjadi lebih terbatas. Hal ini disebabkan adanya inverse correlation antara felt-recoil dengan bobot dari sebuah handgun. Makin ringan sepucuk handgun, maka makin besar felt-recoil yg akan dirasakan oleh si petembak. Oleh sebab itu handgun caliber yg besar, seperti .45 ACP, 10mm Automatic, dan Magnum calibers, biasanya tidak digunakan pada BUG. Bahkan low-recoiling caliber seperti 9x19 pun baru dipakai di BUG selama 1-2 dekade terakhir ini saja. Di masa lalu, BUG biasanya di asosiasikan dengan small frame revolver with short barrel, atau direct blow-back semi-auto yg menggunakan lower pressure calibers seperti 9x18 Makarov, .380 ACP, .32 ACP, .25 ACP, dan .22LR (diurut berdasarkan power from high to low). Caliber 9x19, or 9mm Parabellum, or 9mm Luger, memiliki chamber pressure yg terlalu tinggi sehingga pistol yg menggunakan caliber ini perlu menggunakan locked-breech system. Breech locking system yg paling umum ditemui pada handgun design adalah derivasi dari tilting barrel system hasil karya John M. Browning yg dipakai pada M1911 pistol. Namun locking system ini membuat design handgun menjadi lebih complex dan sulit utk bisa diterjemahkan ke sub-compact size sesuai kebutuhan BUG.
Sekarang kita akan melihat 2 handgun designs yg berbeda yg dipakai sebagai BUG: revolver & semi-auto.
REVOLVER
In the old days, role of BUG biasanya diisi oleh short barrel revolver (a.k.a., snub-nosed) dengan panjang laras tidak lebih dari 2”. Typical caliber yg dipakai adalah 38 Special dengan 6- or 5-shot cylinder. The 38 Special revolver is a true and time tested design yg sudah lama menjadi bagian dari law enforcement work. Walaupun revolver memiliki reputasi as mechanically reliable, namun limited ammunition capacity dan cumbersome reloading membuat snub-nosed revolver menjadi pilihan yg sub-optimal as a BUG dengan firearm technology yg ada sekarang ini. Disamping itu cylinder pada revolver menjadikan handgun jenis ini jadi lebih tebal dibandingkan the semi-auto design. Thick gun and concealment do not go well together.
Reloading pada revolver selalu menjadi salah satu disadvantages dari handgun design jenis ini: slow, cumbersome, dan low cylinder capacity memaksa si pemakai utk lebih sering reloading. Salah satu solusi utk mempercepat revolver reloading adalah dgn penggunaan speed-loader yg memungkinkan kita utk reload semua chambers pada revolver in one click or one twist of a knob. Walaupun terbuat dari plastic dan cukup ringan, akan tetapi speed-loader ini bentuknya bundar dan kira2 tebalnya sama dengan cylinder revolver itu sendiri. Ini membuat membawa extra ammo menjadi kurang convenient dan bulky. Option lain adalah dengan membawa extra ammo dgn menggunakan quick-strip atau speed-strip. Dengan metode ini, extra ammo bisa dibawa secara lebih compact di saku, namun proses reloading menjadi lebih lambat dibandingkan dgn speed-loader, karena umumnya kita hanya bisa mengisi no more than 2 chambers at a time dengan menggunakan quick/speed-strip.
Typical revolver modern memiliki Double Action & Single Action capabilities (DA/SA). Dengan DA mode, sepucuk revolver dapat ditembakkan dengan menarik pelatuk tanpa mengokang hammer terlebih dahulu. Sedangkan SA mode bisa diperoleh dgn terlebih dulu mengokang hammer secara manual sebelum menembak. Kedua modes of operation ini menghasilkan trigger pull profile yg sangat berbeda. Pada DA mode, trigger pull menjadi lebih berat dan panjang. Hal ini disebabkan trigger mechanism harus mengokang hammer lebih dulu, sebelum dia mencapai breaking point dimana hammer dilepas dan senjata meletus. The heavy and long trigger pull juga dimaksudkan sebagai safety function (karena majority dari revolvers tidak memiliki manual safety).
Diharapkan a long and heavy trigger pull akan mencegah terjadinya Accidental Discharge (AD). Sebaliknya, SA-mode menghasilkan trigger pull yg sangat pendek dan sangat ringan. Typically, a revolver akan lebih accurate bila ditembakkan dengan menggunakan SA mode.
Revolver yg memiliki SA capability akan juga memiliki hammer terbuka yg mudah dioperasikan oleh ibu jari berkat adanya hammer spur (bagian belakang hammer head yg bentuknya seperti ekor). Cukup banyak snub-nosed revolver dgn hammer terbuka with hammer spur telah digunakan selama puluhan tahun sbg BUG.
Namun hammer spur ini kadang2 tersangkut pada pakaian saat BUG dicabut in a hurry (remember, BUG umumnya dibawa secara tersembunyi dibalik pakaian). Oleh sebab itu, mulai ada perubahan design yg menghilangkan hammer spur ini. Tanpa hammer spur, maka a revolver tidak lagi bisa digunakan in SA mode karena ibu jari tidak lagi punya contact point yg positive utk mengokang hammer secara manual.
Well then, mengapa tidak dihilangkan saja sekalian SA mode itu? Maka lahirlah DAO (Double Action Only) revolver. DAO revolver memiliki mechanism yg lebih simple dibandingkan the traditional DA/SA revolvers. Pada awalnya DAO revolver masih memiliki exposed hammer spt pada DA/SA revolvers, hanya saja hammer pada DAO gun tidak lagi memiliki spur. Coba bayangkan bila anda bawa BUG seperti ini di dalam saku jacket. Bila anda mencoba utk menembakkan BUG dari dalam saku jacket, maka hammer terbuka itu mungkin saja tersangkut benda2 asing di dalam saku atau kain jacket itu sendiri. Utk menghindari hammer obstruction pada DAO revolver (terutama yg diperuntukkan as a pocket pistol) maka hammer pun dipasang tersembunyi di dalam frame, dan tidak lagi tampak dari luar. Design spt inilah yg sekarang banyak ditemukan pada modern snub-nosed revolvers yg khusus dirancang sebagai pocket pistol.
Contoh2 yg akan saya bahas di thread ini adalah specimens yg ada di koleksi dan sudah pernah saya bawa dan pakai di lapangan tembak. Memang banyak sekali handguns lain yg dapat (dan telah) digunakan sebagai BUG oleh law enforcement officers dan licensed civilians. Namun saya tidak akan membahas those handguns yg belum pernah saya pakai atau bawa sendiri. Bila anda punya pengalaman langsung dgn one or more of the handguns in this category, please, feel free to contribute your experience here.
Konsep BUG lahir dari kebutuhan law enforcement officers akan secondary gun yg siap pakai bila his/her main duty gun tidak lagi bisa digunakan (out of ammo/mechanical malfunction/hilang/direbut orang lain). Syarat utama bagi BUG adalah ukuran yg cukup kecil dan bobot yg relative ringan agar bisa dibawa secara terselubung (concealed) tanpa mengganggu gerakan tubuh (imagine police officers having to run chasing bad guys, etc.).
Karena BUG membutuhkan ukuran (panjang, tinggi, dan ketebalan) dan bobot yg kecil maka caliber yg dapat digunakan pada BUG menjadi lebih terbatas. Hal ini disebabkan adanya inverse correlation antara felt-recoil dengan bobot dari sebuah handgun. Makin ringan sepucuk handgun, maka makin besar felt-recoil yg akan dirasakan oleh si petembak. Oleh sebab itu handgun caliber yg besar, seperti .45 ACP, 10mm Automatic, dan Magnum calibers, biasanya tidak digunakan pada BUG. Bahkan low-recoiling caliber seperti 9x19 pun baru dipakai di BUG selama 1-2 dekade terakhir ini saja. Di masa lalu, BUG biasanya di asosiasikan dengan small frame revolver with short barrel, atau direct blow-back semi-auto yg menggunakan lower pressure calibers seperti 9x18 Makarov, .380 ACP, .32 ACP, .25 ACP, dan .22LR (diurut berdasarkan power from high to low). Caliber 9x19, or 9mm Parabellum, or 9mm Luger, memiliki chamber pressure yg terlalu tinggi sehingga pistol yg menggunakan caliber ini perlu menggunakan locked-breech system. Breech locking system yg paling umum ditemui pada handgun design adalah derivasi dari tilting barrel system hasil karya John M. Browning yg dipakai pada M1911 pistol. Namun locking system ini membuat design handgun menjadi lebih complex dan sulit utk bisa diterjemahkan ke sub-compact size sesuai kebutuhan BUG.
Sekarang kita akan melihat 2 handgun designs yg berbeda yg dipakai sebagai BUG: revolver & semi-auto.
REVOLVER
In the old days, role of BUG biasanya diisi oleh short barrel revolver (a.k.a., snub-nosed) dengan panjang laras tidak lebih dari 2”. Typical caliber yg dipakai adalah 38 Special dengan 6- or 5-shot cylinder. The 38 Special revolver is a true and time tested design yg sudah lama menjadi bagian dari law enforcement work. Walaupun revolver memiliki reputasi as mechanically reliable, namun limited ammunition capacity dan cumbersome reloading membuat snub-nosed revolver menjadi pilihan yg sub-optimal as a BUG dengan firearm technology yg ada sekarang ini. Disamping itu cylinder pada revolver menjadikan handgun jenis ini jadi lebih tebal dibandingkan the semi-auto design. Thick gun and concealment do not go well together.
Reloading pada revolver selalu menjadi salah satu disadvantages dari handgun design jenis ini: slow, cumbersome, dan low cylinder capacity memaksa si pemakai utk lebih sering reloading. Salah satu solusi utk mempercepat revolver reloading adalah dgn penggunaan speed-loader yg memungkinkan kita utk reload semua chambers pada revolver in one click or one twist of a knob. Walaupun terbuat dari plastic dan cukup ringan, akan tetapi speed-loader ini bentuknya bundar dan kira2 tebalnya sama dengan cylinder revolver itu sendiri. Ini membuat membawa extra ammo menjadi kurang convenient dan bulky. Option lain adalah dengan membawa extra ammo dgn menggunakan quick-strip atau speed-strip. Dengan metode ini, extra ammo bisa dibawa secara lebih compact di saku, namun proses reloading menjadi lebih lambat dibandingkan dgn speed-loader, karena umumnya kita hanya bisa mengisi no more than 2 chambers at a time dengan menggunakan quick/speed-strip.
Typical revolver modern memiliki Double Action & Single Action capabilities (DA/SA). Dengan DA mode, sepucuk revolver dapat ditembakkan dengan menarik pelatuk tanpa mengokang hammer terlebih dahulu. Sedangkan SA mode bisa diperoleh dgn terlebih dulu mengokang hammer secara manual sebelum menembak. Kedua modes of operation ini menghasilkan trigger pull profile yg sangat berbeda. Pada DA mode, trigger pull menjadi lebih berat dan panjang. Hal ini disebabkan trigger mechanism harus mengokang hammer lebih dulu, sebelum dia mencapai breaking point dimana hammer dilepas dan senjata meletus. The heavy and long trigger pull juga dimaksudkan sebagai safety function (karena majority dari revolvers tidak memiliki manual safety).
Diharapkan a long and heavy trigger pull akan mencegah terjadinya Accidental Discharge (AD). Sebaliknya, SA-mode menghasilkan trigger pull yg sangat pendek dan sangat ringan. Typically, a revolver akan lebih accurate bila ditembakkan dengan menggunakan SA mode.
Revolver yg memiliki SA capability akan juga memiliki hammer terbuka yg mudah dioperasikan oleh ibu jari berkat adanya hammer spur (bagian belakang hammer head yg bentuknya seperti ekor). Cukup banyak snub-nosed revolver dgn hammer terbuka with hammer spur telah digunakan selama puluhan tahun sbg BUG.
Namun hammer spur ini kadang2 tersangkut pada pakaian saat BUG dicabut in a hurry (remember, BUG umumnya dibawa secara tersembunyi dibalik pakaian). Oleh sebab itu, mulai ada perubahan design yg menghilangkan hammer spur ini. Tanpa hammer spur, maka a revolver tidak lagi bisa digunakan in SA mode karena ibu jari tidak lagi punya contact point yg positive utk mengokang hammer secara manual.
Well then, mengapa tidak dihilangkan saja sekalian SA mode itu? Maka lahirlah DAO (Double Action Only) revolver. DAO revolver memiliki mechanism yg lebih simple dibandingkan the traditional DA/SA revolvers. Pada awalnya DAO revolver masih memiliki exposed hammer spt pada DA/SA revolvers, hanya saja hammer pada DAO gun tidak lagi memiliki spur. Coba bayangkan bila anda bawa BUG seperti ini di dalam saku jacket. Bila anda mencoba utk menembakkan BUG dari dalam saku jacket, maka hammer terbuka itu mungkin saja tersangkut benda2 asing di dalam saku atau kain jacket itu sendiri. Utk menghindari hammer obstruction pada DAO revolver (terutama yg diperuntukkan as a pocket pistol) maka hammer pun dipasang tersembunyi di dalam frame, dan tidak lagi tampak dari luar. Design spt inilah yg sekarang banyak ditemukan pada modern snub-nosed revolvers yg khusus dirancang sebagai pocket pistol.
0
24K
87
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan