TS
Broadwell
[nuklir di timur tengah] Kepentingan Israel di Balik Pembangunan Nuklir
Kepentingan Israel di Balik Pembangunan Nuklir
Rabu, 08 Mei 2013 11:32 wib
Judul buku : Segitiga Tragedi Tanah Palestina: Zionis, Nuklir Israel, dan Negara-Negara Arab
Penulis : Dr. Ibnu Burdah, M.A.
Penerbit : IRCiSod
Cetakan I : Juni 2012
Tebal : 160 halaman
ISBN : 978-602-7640-16-0
Akhir-akhir ini, kepemilikan senjata nuklir menjadi isu yang menguat dalam perbincangan politik dunia. Salah satu negara di Timur Tengah yang sangat gencar untuk membangun senjata pemusnah massal ini adalah Israel.
Upaya pembangunan senjata nuklir sesungguhnya tidak mudah. Selain aspek sains dan teknologi, hambatan-hambatan terhadap negara yang hendak mengembangkan persenjataan nuklir tidaklah sederhana. Pertanyaannya, mengapa Israel berupaya keras membangun persenjataan nuklir, padahal destruksi yang dapat ditimbulkannya terhadap dunia tidak ekseptabel lagi dan tantangan yang harus dihadapi pun sangat besar?.
Ternyata, secara psikologis, kepemilikan senjata nuklir memberikan ketenangan kepada masyarakat Israel, mengingat kemampuan pencegahan senjata non-konvensional tersebut dan kemungkinan penggunaannya pada titik yang paling kritis.” (hlm. 115) Jumlah misil Israel yang telah berhulu-ledak nuklir diperkirakan mencapai 300 buah yang saat ini telah “siap” dioperasionalkan di perbatasan negara-negara yang bermusuhan. (hlm. 74)
Kepentingan Israel dalam pembangunan nuklir tersebut mengalami sejarah panjang. Hal ini dipengaruhi langsung oleh lahirnya negara people without land itu yang juga membutuhkan proses yang panjang dan menuntut terpenuhinya berbagai faktor. Harus diakui bahwa kelahiran gerakan Zionisme dan Israel tidak terlepas dari perlakuan buruk dunia Barat terhadap Yahudi, selain tentunya faktor-faktor internal Yahudi yang tak bisa diabaikan.
Celakanya, kelahiran negara itu di tengah-tengah dunia Arab khususnya Palestina menuai berbagai penolakan yang bukan hanya menimbulkan ketegangan, namun juga rangkaian perang besar yang sampai saat ini masih menjadi konflik berkepanjangan. Pada titik inilah, pembangunan senjata nuklir kemudian menjadi opsi bagi Israel yang diambil untuk menghadapi besarnya ancaman tersebut.
Kepemilikan senjata nuklir dapat menjadi sarana efektif untuk memaksimalkan pencapaian kepentingan nasional Israel dalam berbagai bidang serta menutupi kelemahan-kelemahannya. Nuklir tidak hanya mampu mencegah perang terbuka dengan negara-negara besar di sekitar Israel yang dapat mengancam eksistensi mereka. Namun, ini juga bermanfaat bagi pencapaian ekonomi, politik, serta perdamaian negara tersebut.
Berdasarkan penelitian dan pengamatan Burdah –seorang peneliti dan pengkaji Timur Tengah– dalam buku ini, pada praktiknya senjata nuklir hampir “tidak berguna”. Sebab, akibat destruksi dari penggunaannya jelas tidak aksestabel. Kepemilikan senjata Israel setidaknya dapat dijelaskan dalam fungsi deterrence, yakni mempengaruhi psikologi negara lawan sehingga mencegah terjadinya serangan, sekaligus untuk meningkatkan daya tawar di berbagai bidang terhadap negara lain. Meskipun demikian, terbuka kemungkinan bagi Israel untuk benar-benar menggunakan senjata tersebut terutama dalam kondisi yang sangat terdesak atau dalam arti “tidak ada opsi lain”. (hlm. 146)
Nampaknya, apa yang dilakukan Israel dalam pembangunan senjata nuklir ini berhasil. Hal ini bisa dilihat dari aksi Suriah yang tidak membalas aksi militer ketika Israel sering kali melakukan provokasi dan serangan militer terhadap negara tersebut. Suriah belum pernah melakukan serangan terbuka terhadap negara tersebut setalah deklarasi nuklir Israel pada tahun 1990-an. Padahal, status antara Israel dan Suriah pada saat itu masih pada posisi status perang. (hlm. 144)
Keberhasilan Israel tersebut tidak lepas dari strategi monopli dan cara bertahap yang Israel lakukan dalam deklarasi nuklir mereka. Cara inilah yang merupakan kunci keberhasilan negara tersebut menjadi negara berkapasitas nuklir di tengah berbagai tantangan regional dan internasional, sekaligus menjadikan kepemilikan itu berfungsi efektif untuk menghadapi negara-negara Arab sekitar.
Yang jelas, setelah fase kedua deklarasi nuklir mereka, Israel belum pernah menghadapi perang terbuka dengan negara-negara Arab. Sebaliknya, Israel mampu “memaksa” Mesir yang dipandang sebagai sumber ancaman paling serius untuk maju ke Camp David 1979 dan Yordania untuk menandatangani perdamaian pada tahun 1994 (hlm. 147). Israel juga menjalankan strategi monopoli kepemilikan tersebut untuk memaksimalkan keuntungan dari status sebagai negara berkapasitas nuklir.
Lebih dari itu, kepemilikan dan monopoli nuklir Israel juga dijadikan sebagai instrumen untuk mengangkat superioritas militer negara tersebut di kawasan yang penuh konflik senjata. Setidaknya, kepemilikan nuklir sangat berpengaruh terhadap mental pengambilan keputusan dan perilaku militer negara-negara yang bermusuhan dengannya.
Lewat buku ini kita juga dapat mendapatkan gambaran bahwa ternyata Israel bersamaan dengan kepemilikan nuklirnya telah menyiapkan persenjataan yang lengkap menghadapi perang dunia di tanah Arab dan sekitarnya. Terbukti, Israel yang pada tahun 1940-1970-an merupakan importer senjata, telah mengubah diri mereka menjadi produsen senjata yang diperhitungkan oleh negara-negara besar dunia.
Peresensi: Muhammad Rajab, Penikmat buku tinggal di Kota Malang
http://suar.okezone.com/read/2013/05...angunan-nuklir
males ngomongin bukunya karena belom baca
============================================
tapi kenapa israel butuh nuklir
tinggal telpon aja kan pasti "dipinjemin" ama Amrik
tanpa nuklir juga tetangganya udah pada takut
ga kaya korut apa pakistan yang emang butuh nuklir buat nakut-nakuti sebelahnya
Rabu, 08 Mei 2013 11:32 wib
Judul buku : Segitiga Tragedi Tanah Palestina: Zionis, Nuklir Israel, dan Negara-Negara Arab
Penulis : Dr. Ibnu Burdah, M.A.
Penerbit : IRCiSod
Cetakan I : Juni 2012
Tebal : 160 halaman
ISBN : 978-602-7640-16-0
Akhir-akhir ini, kepemilikan senjata nuklir menjadi isu yang menguat dalam perbincangan politik dunia. Salah satu negara di Timur Tengah yang sangat gencar untuk membangun senjata pemusnah massal ini adalah Israel.
Upaya pembangunan senjata nuklir sesungguhnya tidak mudah. Selain aspek sains dan teknologi, hambatan-hambatan terhadap negara yang hendak mengembangkan persenjataan nuklir tidaklah sederhana. Pertanyaannya, mengapa Israel berupaya keras membangun persenjataan nuklir, padahal destruksi yang dapat ditimbulkannya terhadap dunia tidak ekseptabel lagi dan tantangan yang harus dihadapi pun sangat besar?.
Ternyata, secara psikologis, kepemilikan senjata nuklir memberikan ketenangan kepada masyarakat Israel, mengingat kemampuan pencegahan senjata non-konvensional tersebut dan kemungkinan penggunaannya pada titik yang paling kritis.” (hlm. 115) Jumlah misil Israel yang telah berhulu-ledak nuklir diperkirakan mencapai 300 buah yang saat ini telah “siap” dioperasionalkan di perbatasan negara-negara yang bermusuhan. (hlm. 74)
Kepentingan Israel dalam pembangunan nuklir tersebut mengalami sejarah panjang. Hal ini dipengaruhi langsung oleh lahirnya negara people without land itu yang juga membutuhkan proses yang panjang dan menuntut terpenuhinya berbagai faktor. Harus diakui bahwa kelahiran gerakan Zionisme dan Israel tidak terlepas dari perlakuan buruk dunia Barat terhadap Yahudi, selain tentunya faktor-faktor internal Yahudi yang tak bisa diabaikan.
Celakanya, kelahiran negara itu di tengah-tengah dunia Arab khususnya Palestina menuai berbagai penolakan yang bukan hanya menimbulkan ketegangan, namun juga rangkaian perang besar yang sampai saat ini masih menjadi konflik berkepanjangan. Pada titik inilah, pembangunan senjata nuklir kemudian menjadi opsi bagi Israel yang diambil untuk menghadapi besarnya ancaman tersebut.
Kepemilikan senjata nuklir dapat menjadi sarana efektif untuk memaksimalkan pencapaian kepentingan nasional Israel dalam berbagai bidang serta menutupi kelemahan-kelemahannya. Nuklir tidak hanya mampu mencegah perang terbuka dengan negara-negara besar di sekitar Israel yang dapat mengancam eksistensi mereka. Namun, ini juga bermanfaat bagi pencapaian ekonomi, politik, serta perdamaian negara tersebut.
Berdasarkan penelitian dan pengamatan Burdah –seorang peneliti dan pengkaji Timur Tengah– dalam buku ini, pada praktiknya senjata nuklir hampir “tidak berguna”. Sebab, akibat destruksi dari penggunaannya jelas tidak aksestabel. Kepemilikan senjata Israel setidaknya dapat dijelaskan dalam fungsi deterrence, yakni mempengaruhi psikologi negara lawan sehingga mencegah terjadinya serangan, sekaligus untuk meningkatkan daya tawar di berbagai bidang terhadap negara lain. Meskipun demikian, terbuka kemungkinan bagi Israel untuk benar-benar menggunakan senjata tersebut terutama dalam kondisi yang sangat terdesak atau dalam arti “tidak ada opsi lain”. (hlm. 146)
Nampaknya, apa yang dilakukan Israel dalam pembangunan senjata nuklir ini berhasil. Hal ini bisa dilihat dari aksi Suriah yang tidak membalas aksi militer ketika Israel sering kali melakukan provokasi dan serangan militer terhadap negara tersebut. Suriah belum pernah melakukan serangan terbuka terhadap negara tersebut setalah deklarasi nuklir Israel pada tahun 1990-an. Padahal, status antara Israel dan Suriah pada saat itu masih pada posisi status perang. (hlm. 144)
Keberhasilan Israel tersebut tidak lepas dari strategi monopli dan cara bertahap yang Israel lakukan dalam deklarasi nuklir mereka. Cara inilah yang merupakan kunci keberhasilan negara tersebut menjadi negara berkapasitas nuklir di tengah berbagai tantangan regional dan internasional, sekaligus menjadikan kepemilikan itu berfungsi efektif untuk menghadapi negara-negara Arab sekitar.
Yang jelas, setelah fase kedua deklarasi nuklir mereka, Israel belum pernah menghadapi perang terbuka dengan negara-negara Arab. Sebaliknya, Israel mampu “memaksa” Mesir yang dipandang sebagai sumber ancaman paling serius untuk maju ke Camp David 1979 dan Yordania untuk menandatangani perdamaian pada tahun 1994 (hlm. 147). Israel juga menjalankan strategi monopoli kepemilikan tersebut untuk memaksimalkan keuntungan dari status sebagai negara berkapasitas nuklir.
Lebih dari itu, kepemilikan dan monopoli nuklir Israel juga dijadikan sebagai instrumen untuk mengangkat superioritas militer negara tersebut di kawasan yang penuh konflik senjata. Setidaknya, kepemilikan nuklir sangat berpengaruh terhadap mental pengambilan keputusan dan perilaku militer negara-negara yang bermusuhan dengannya.
Lewat buku ini kita juga dapat mendapatkan gambaran bahwa ternyata Israel bersamaan dengan kepemilikan nuklirnya telah menyiapkan persenjataan yang lengkap menghadapi perang dunia di tanah Arab dan sekitarnya. Terbukti, Israel yang pada tahun 1940-1970-an merupakan importer senjata, telah mengubah diri mereka menjadi produsen senjata yang diperhitungkan oleh negara-negara besar dunia.
Peresensi: Muhammad Rajab, Penikmat buku tinggal di Kota Malang
http://suar.okezone.com/read/2013/05...angunan-nuklir
males ngomongin bukunya karena belom baca
============================================
tapi kenapa israel butuh nuklir
tinggal telpon aja kan pasti "dipinjemin" ama Amrik
tanpa nuklir juga tetangganya udah pada takut
ga kaya korut apa pakistan yang emang butuh nuklir buat nakut-nakuti sebelahnya
0
1.5K
0
Thread Digembok
Thread Digembok
Komunitas Pilihan