- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Kisah Sosol sebuah Desa di Halmahera Utara


TS
kohmage
Kisah Sosol sebuah Desa di Halmahera Utara
Kisah Sosol, Desa di Halut yang Menolak P2KP
Sosol adalah nama sebuah desa di Kecamatan Malifut, yang mencetak ”rekor” di KMW XIV, sebagai desa pertama dan mungkin satu-satunya yang menolak program P2KP di Halmahera Utara. Masyarakat desa, yang diwakili perangkat desa dan tokoh-tokoh masyarakat, telah menyatakan ”menolak” P2KP. Bahkan, mereka menolak mengadakan rembug warga atau RKM yang bertujuan sosialisasi formal ataupun informal, baik di tingkat desa maupun basis (RT).
Sebenarnya alasan dari penolakan itu bukan pada penolakan terhadap program P2KP, tapi lebih ke faktor historis dimana sekalipun secara geografis dan undang-undang yang sah Desa Sosol berada di wilayah Kecamatan Malifut, tapi hingga kini 70% penduduk desa Sosol menolak bergabung dengan Kecamatan Malifut dan tetap bertahan dengan Kecamatan Kao (kecamatan asal sebelum pemekaran).
Tak ayal, program pemerintah dalam bentuk apapun — sebut saja, Raskin, BLT, dan lain-lain — juga ditolak, dengan alasan yang sama, yakni harus berhubungan dengan pihak Kecamatan Malifut. Menurut warga, dengan terlibat di program pemerintah, maka secara tidak langsung akan menjadi simbol pengakuan keberadaan Desa Sosol sebagai bagian dari Kecamatan Malifut, dan hal tersebut tidak mereka inginkan.
Sejarah mencatat peristiwa di Maluku Utara pada tahun 1999-2000, yang telah merenggut korban ribuan jiwa dan memusnahkan harta benda. Menurut cerita yang ada, Desa Sosol adalah desa pertama yang menjadi cikal bakal meluasnya konflik di Maluku Utara, selain akibat imbas dari konflik di Kota Ambon. Konflik tersebut diawali oleh konflik antardesa, yakni Desa Sosol dengan desa lain di Kecamatan Malifut. Konflik kemudian meluas, karena dikaitkan dengan suku dan agama. Apalagi desa-desa di Kecamatan Malifut adalah desa transmigrasi bedol desa dari Kecamatan Pulau Makian. Wilayah tersebut juga dikenal juga dengan nama Malifut Makian (Catatan: Di Pedoman Umum P2KP 3 Kecamatan Malifut masuk wilayah Halmahera Barat dengan nama Makian, sedangkan lokasi aslinya di Halmahera Selatan tercantum Pulau Makian).
Kepindahan masyarakat ini dikarenakan kabar bahwa gunung berapi di Pulau Makian akan meletus, dan memang beberapa tahun setelah kepindahan gunung berapi tersebut benar-benar meletus. Tapi, menurut versi lain, kepindahan masyarakat lebih dikarenakan kepentingan politis, yakni untuk menghadang kekuatan penyebaran agama kristen yang menjadi agama mayoritas di Halmahera Utara. Entah mana yang menjadi faktor lebih dominan hingga hari ini, masih belum benar-benar jelas.
Semua desa yang pindah tersebut diberi nama sesuai dengan desa asal di Pulau Makian. Ketika akhirnya pecah konflik, penduduk Malifut mengungsi kembali ke Pulau Makian. Setelah konflik reda, sebagian kembali dan sebagian tetap tinggal di Pulau Makian. Sebelum menjadi Kecamatan Makian, Desa Sosol tergabung dalam wilayah Kecamatan Kao. Kini, baik Kecamatan Kao maupun Kecamatan Malifut, telah dimekarkan menjadi beberapa kecamatan.
Meski demikian, Tim Faskel melakukan beberapa langkah pendekatan, baik secara formal kepada pemerintah desa dan kecamatan, maupun pendekatan informal kepada tokoh-tokoh masyarakat dan agam di Desa Sosol. Namun, usaha tersebut belum membuahkan hasil hingga hari ini. Bahkan, ketika dilakukan sosialisasi informal atas kesepakatan dengan awal perangkat desa dan tokoh masyarakat, harus dihentikan di tengah acara, karena terjadi perang mulut antara perangkat desa dan beberapa tokoh masyarakat. Acara pun terpaksa dihentikan dan proses sosialisasi awal tersebut menjadi gagal.
Langkah pendekatan dengan aparatur pemerintah dari tingkat kecamatan sampai kabupaten pun telah ditempuh. Namun, Pemkab Halut sepertinya telah menyerah atas masalah yang selama ini ada di Desa Sosol. Sebaliknya, mereka mengamini jika tidak bisa dilakukan sosialisasi, ditunda, dialihkan atau malah dibatalkan saja.
Dari sini Tim Faskel mengambil kesimpulan bahwa hingga hari ini bara api yang pernah menyulut kemelut konflik jutaan jiwa itu belum benar-benar padam, hanya meminimalisir konflik untuk sementara. Terkait hal tersebut, pihak korkot menulis surat kepada camat yang bersangkutan.
Entah kapan penduduk dan aparatur Desa Sosol akan bersedia membuka diri. Mungkin jika mereka sudah melihat P2KP berjalan dan sukses di desa lain. Semoga harapan itu bisa terwujud. (Tim Faskel Halmahera Utara, KMW XIV P2KP-3 Maluku Utara; Nina)
Sosol adalah nama sebuah desa di Kecamatan Malifut, yang mencetak ”rekor” di KMW XIV, sebagai desa pertama dan mungkin satu-satunya yang menolak program P2KP di Halmahera Utara. Masyarakat desa, yang diwakili perangkat desa dan tokoh-tokoh masyarakat, telah menyatakan ”menolak” P2KP. Bahkan, mereka menolak mengadakan rembug warga atau RKM yang bertujuan sosialisasi formal ataupun informal, baik di tingkat desa maupun basis (RT).
Sebenarnya alasan dari penolakan itu bukan pada penolakan terhadap program P2KP, tapi lebih ke faktor historis dimana sekalipun secara geografis dan undang-undang yang sah Desa Sosol berada di wilayah Kecamatan Malifut, tapi hingga kini 70% penduduk desa Sosol menolak bergabung dengan Kecamatan Malifut dan tetap bertahan dengan Kecamatan Kao (kecamatan asal sebelum pemekaran).
Tak ayal, program pemerintah dalam bentuk apapun — sebut saja, Raskin, BLT, dan lain-lain — juga ditolak, dengan alasan yang sama, yakni harus berhubungan dengan pihak Kecamatan Malifut. Menurut warga, dengan terlibat di program pemerintah, maka secara tidak langsung akan menjadi simbol pengakuan keberadaan Desa Sosol sebagai bagian dari Kecamatan Malifut, dan hal tersebut tidak mereka inginkan.
Sejarah mencatat peristiwa di Maluku Utara pada tahun 1999-2000, yang telah merenggut korban ribuan jiwa dan memusnahkan harta benda. Menurut cerita yang ada, Desa Sosol adalah desa pertama yang menjadi cikal bakal meluasnya konflik di Maluku Utara, selain akibat imbas dari konflik di Kota Ambon. Konflik tersebut diawali oleh konflik antardesa, yakni Desa Sosol dengan desa lain di Kecamatan Malifut. Konflik kemudian meluas, karena dikaitkan dengan suku dan agama. Apalagi desa-desa di Kecamatan Malifut adalah desa transmigrasi bedol desa dari Kecamatan Pulau Makian. Wilayah tersebut juga dikenal juga dengan nama Malifut Makian (Catatan: Di Pedoman Umum P2KP 3 Kecamatan Malifut masuk wilayah Halmahera Barat dengan nama Makian, sedangkan lokasi aslinya di Halmahera Selatan tercantum Pulau Makian).
Kepindahan masyarakat ini dikarenakan kabar bahwa gunung berapi di Pulau Makian akan meletus, dan memang beberapa tahun setelah kepindahan gunung berapi tersebut benar-benar meletus. Tapi, menurut versi lain, kepindahan masyarakat lebih dikarenakan kepentingan politis, yakni untuk menghadang kekuatan penyebaran agama kristen yang menjadi agama mayoritas di Halmahera Utara. Entah mana yang menjadi faktor lebih dominan hingga hari ini, masih belum benar-benar jelas.
Semua desa yang pindah tersebut diberi nama sesuai dengan desa asal di Pulau Makian. Ketika akhirnya pecah konflik, penduduk Malifut mengungsi kembali ke Pulau Makian. Setelah konflik reda, sebagian kembali dan sebagian tetap tinggal di Pulau Makian. Sebelum menjadi Kecamatan Makian, Desa Sosol tergabung dalam wilayah Kecamatan Kao. Kini, baik Kecamatan Kao maupun Kecamatan Malifut, telah dimekarkan menjadi beberapa kecamatan.
Meski demikian, Tim Faskel melakukan beberapa langkah pendekatan, baik secara formal kepada pemerintah desa dan kecamatan, maupun pendekatan informal kepada tokoh-tokoh masyarakat dan agam di Desa Sosol. Namun, usaha tersebut belum membuahkan hasil hingga hari ini. Bahkan, ketika dilakukan sosialisasi informal atas kesepakatan dengan awal perangkat desa dan tokoh masyarakat, harus dihentikan di tengah acara, karena terjadi perang mulut antara perangkat desa dan beberapa tokoh masyarakat. Acara pun terpaksa dihentikan dan proses sosialisasi awal tersebut menjadi gagal.
Langkah pendekatan dengan aparatur pemerintah dari tingkat kecamatan sampai kabupaten pun telah ditempuh. Namun, Pemkab Halut sepertinya telah menyerah atas masalah yang selama ini ada di Desa Sosol. Sebaliknya, mereka mengamini jika tidak bisa dilakukan sosialisasi, ditunda, dialihkan atau malah dibatalkan saja.
Dari sini Tim Faskel mengambil kesimpulan bahwa hingga hari ini bara api yang pernah menyulut kemelut konflik jutaan jiwa itu belum benar-benar padam, hanya meminimalisir konflik untuk sementara. Terkait hal tersebut, pihak korkot menulis surat kepada camat yang bersangkutan.
Entah kapan penduduk dan aparatur Desa Sosol akan bersedia membuka diri. Mungkin jika mereka sudah melihat P2KP berjalan dan sukses di desa lain. Semoga harapan itu bisa terwujud. (Tim Faskel Halmahera Utara, KMW XIV P2KP-3 Maluku Utara; Nina)
0
2.7K
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan