- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Warung Bu Eha, Berawal Dari Nasi Tiwul Prajurit


TS
doli2tem
Warung Bu Eha, Berawal Dari Nasi Tiwul Prajurit
TEMPO.CO, Jakarta - Di kasir, Wisnu Agung menyebut menu yang ia santap satu per satu: ikan mas, udang, bakwan, tambah teh botol. "Ya, Rp 17 ribu," jawab Juleha, pemilik warung, dengan posisi duduk sambil menghitung bon, tanpa kalkulator.
Kemudian, keempat teman Wisnu bergiliran menyebutkan menu yang disantap masing-masing. "Semuanya jadi Rp 67 ribu," ujar Juleha menambahkan, lantas mengeluarkan uang kembalian.
Untuk ukuran kantong, tempat makan ini cukup murah. Menurut Wisnu, yang baru sekali berkunjung, sulit menemukan makanan enak dan mengenyangkan dengan harga terjangkau, seperti Warung Nasi Bu Eha ini. "Pantas ramai," kata Wisnu, yang sehari-hari berprofesi fotografer.
Sebuah siang pekan lalu, warung yang berlokasi di Pasar Cihapit, Bandung, tersebut memang ramai. Padahal, letaknya terselubung. Tak ada tempar parkir motor, apalagi mobil. Untuk mencapainya, pengunjung melewati gang sempit becek dan berbagai dagangan beraroma tidak ramah. Dari Jalan Riau, pengunjung biasanya melalui perempatan Masjid Istiqomah--belok kanan--untuk menuju lokasi. Dimana letak persisnya? Silakan gunakan hidung Anda sebagai petunjuk. Pergilah ke sumber aroma lezat yang mampir ke hidung Anda.
Saat Tempo berkunjung tiga pekan lalu, sebagian menu habis sudah habis. Menu Soto Bandung, favorit pembeli, paling cepat habis. Menu Bu Eha adalah masakan khas Sunda yang dijajakan di atas meja panjang. Ada pepes, ikan bawal, ayam goreng, urap, dan kepala ikan kakap yang digemari pakar kuliner, Bondan Winarno. Bu Eha juga menawarkan sambal dadak yang melegenda. Disebut dadak, karena dibuat mendadak di depan pembeli memakai cobek.
Pelanggan Juleha banyak. Utamanya mahasiswa dan pesohor yang tinggal di Bandung di era 1950-1970-an. Pantas saja. Warung ini dibangun pada 1947 oleh Nok, ibunya, dengan memakai nama kecilnya: "Eha". Tiga belas tahun kemudian, Eha mewarisi warung ini hingga sekarang. Dulu, kata Eha. menunya sedikit berbeda. Masih ada lotek dan sate ayam, juga kentang ongklok, kentang rebus yang memakai susu murni. Menu ini disukai orang Belanda.
Letak warung Bu Eha sebenarnya pindah beberapa kali. Namun, tetap berada di dalam Pasar Cihapit. Kondisinya saat ini, menurut Eha, jauh lebih baik karena dulu atapnya suka bocor. Bangkunya juga masih kayu. Kini warung ini memiliki 24 kursi plastik dan empat meja besar. Yang tidak berubah adalah cara penyajiannya, yaitu prasmanan. Seluruh menu di warung ini disajikan dalam meja panjang. Pada ujung paling kiri terdapat nasi lalu disusul sederet menu.
Eha adalah juru masak Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada masa Agresi Militer Belanda II, Desember 1948. Ia ikut jalan kaki dalam Long March Divisi Siliwangi dari Cirebon ke Yogyakarta. Kala itu, ia berkisah, ada komandan peleton, yang ia lupa namanya, bilang bahwa masakannya enak. Ia bingung karena hanya memasak nasi tiwul dari ketela pohon yang dikeringkan. "Bikin sayur juga pakai garam doang," ujarnya, lantas tertawa.
Kini Eha sudah tidak muda lagi. Usianya memasuki kepala delapan. Tubuhnya tidak setegap dulu, seperti waktu masih muda. Saat ditemui Tempo, ia mengenakan kaus abu-abu lengan panjang yang digulung, dan celemek kuning. Rambutnya beruban, hanya beberapa helai yang hitam. Tapi ia enerjik dan bawel. "Di rumah bosan, mending di warung," kata Eha, yang tinggal di Cimuncang, Bandung.
Perempuan bercucu 27 ini belajar resep masak dari ibunya, Nok. Resep masak itu kini ia bagi ke tujuh karyawannya. Bersama mereka, Eha mulai bergerak pukul 04.30. Selanjutnya ia memimpin karyawannya memasak, setelah belanja kebutuhan. Per hari, untuk belanja saja, ia bisa menggelontorkan Rp 3 juta. Eha membuka warungnya setiap hari, kecuali hari Minggu, dari jam 06.30-16.00.
Sosok pelanggan yang tak bisa dilupakannya adalah Inggit Garnasih, istri kedua Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia. Inggit, menurut dia, cukup sering mengunjungi warungnya di tahun 60-an. Karena dekat, Inggit memberi foto Soekarno berseragam militer kepadanya. Foto itu dipajang di tembok warungnya sampai sekarang. "Itu tidak boleh diturunkan," katanya.
Eha juga kenal dengan dua putra Soekarno, yaitu Guruh dan Guntur Soekarnoputra. Saat masih menjadi mahasiswa di Bandung, keduanya kerap makan di warungnya. Menurut dia, Guruh suka sekali jengkol dan ikan peda. Baru tahun lalu Guruh berkunjung lagi ke warungnya. Fotonya bersama putra bungsu Soekarno itu ia pajang di etalase meja kasir.
Tokoh lainnya yang ia kenal adalah almarhum Yusril Djalinus, mahasiswa Jurusan Publisistik Universitas Padjadjaran. Eha mengenangnya sebagai pria kurus, berambut tebal, yang bicaranya halus dengan aksen Sunda. "Padahal, dia teuh orang Padang," ujarnya mengenang tokoh pers Indonesia yang merupakan pendiri majalah Tempo itu.
Menjelang sore, pengunjung semakin berkurang. Beberapa pekerja warung sudah terlihat santai. Tapi, suara gemuruh mesin pemarut kelapa dari samping warung masih terdengar. Di gang masuk pasar, para kuli sibuk lalu lalang menggotong barang dagangannya. Sebentar lagi, Eha menutup warungnya, sementara aktivitas pasar baru dimulai. link asli http://m.tempo.co/read/news/2013/05/06/201478324/Warung-Bu-Eha-Berawal-Dari-Nasi-Tiwul-Prajurit
Kemudian, keempat teman Wisnu bergiliran menyebutkan menu yang disantap masing-masing. "Semuanya jadi Rp 67 ribu," ujar Juleha menambahkan, lantas mengeluarkan uang kembalian.
Untuk ukuran kantong, tempat makan ini cukup murah. Menurut Wisnu, yang baru sekali berkunjung, sulit menemukan makanan enak dan mengenyangkan dengan harga terjangkau, seperti Warung Nasi Bu Eha ini. "Pantas ramai," kata Wisnu, yang sehari-hari berprofesi fotografer.
Sebuah siang pekan lalu, warung yang berlokasi di Pasar Cihapit, Bandung, tersebut memang ramai. Padahal, letaknya terselubung. Tak ada tempar parkir motor, apalagi mobil. Untuk mencapainya, pengunjung melewati gang sempit becek dan berbagai dagangan beraroma tidak ramah. Dari Jalan Riau, pengunjung biasanya melalui perempatan Masjid Istiqomah--belok kanan--untuk menuju lokasi. Dimana letak persisnya? Silakan gunakan hidung Anda sebagai petunjuk. Pergilah ke sumber aroma lezat yang mampir ke hidung Anda.
Saat Tempo berkunjung tiga pekan lalu, sebagian menu habis sudah habis. Menu Soto Bandung, favorit pembeli, paling cepat habis. Menu Bu Eha adalah masakan khas Sunda yang dijajakan di atas meja panjang. Ada pepes, ikan bawal, ayam goreng, urap, dan kepala ikan kakap yang digemari pakar kuliner, Bondan Winarno. Bu Eha juga menawarkan sambal dadak yang melegenda. Disebut dadak, karena dibuat mendadak di depan pembeli memakai cobek.
Pelanggan Juleha banyak. Utamanya mahasiswa dan pesohor yang tinggal di Bandung di era 1950-1970-an. Pantas saja. Warung ini dibangun pada 1947 oleh Nok, ibunya, dengan memakai nama kecilnya: "Eha". Tiga belas tahun kemudian, Eha mewarisi warung ini hingga sekarang. Dulu, kata Eha. menunya sedikit berbeda. Masih ada lotek dan sate ayam, juga kentang ongklok, kentang rebus yang memakai susu murni. Menu ini disukai orang Belanda.
Letak warung Bu Eha sebenarnya pindah beberapa kali. Namun, tetap berada di dalam Pasar Cihapit. Kondisinya saat ini, menurut Eha, jauh lebih baik karena dulu atapnya suka bocor. Bangkunya juga masih kayu. Kini warung ini memiliki 24 kursi plastik dan empat meja besar. Yang tidak berubah adalah cara penyajiannya, yaitu prasmanan. Seluruh menu di warung ini disajikan dalam meja panjang. Pada ujung paling kiri terdapat nasi lalu disusul sederet menu.
Eha adalah juru masak Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada masa Agresi Militer Belanda II, Desember 1948. Ia ikut jalan kaki dalam Long March Divisi Siliwangi dari Cirebon ke Yogyakarta. Kala itu, ia berkisah, ada komandan peleton, yang ia lupa namanya, bilang bahwa masakannya enak. Ia bingung karena hanya memasak nasi tiwul dari ketela pohon yang dikeringkan. "Bikin sayur juga pakai garam doang," ujarnya, lantas tertawa.
Kini Eha sudah tidak muda lagi. Usianya memasuki kepala delapan. Tubuhnya tidak setegap dulu, seperti waktu masih muda. Saat ditemui Tempo, ia mengenakan kaus abu-abu lengan panjang yang digulung, dan celemek kuning. Rambutnya beruban, hanya beberapa helai yang hitam. Tapi ia enerjik dan bawel. "Di rumah bosan, mending di warung," kata Eha, yang tinggal di Cimuncang, Bandung.
Perempuan bercucu 27 ini belajar resep masak dari ibunya, Nok. Resep masak itu kini ia bagi ke tujuh karyawannya. Bersama mereka, Eha mulai bergerak pukul 04.30. Selanjutnya ia memimpin karyawannya memasak, setelah belanja kebutuhan. Per hari, untuk belanja saja, ia bisa menggelontorkan Rp 3 juta. Eha membuka warungnya setiap hari, kecuali hari Minggu, dari jam 06.30-16.00.
Sosok pelanggan yang tak bisa dilupakannya adalah Inggit Garnasih, istri kedua Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia. Inggit, menurut dia, cukup sering mengunjungi warungnya di tahun 60-an. Karena dekat, Inggit memberi foto Soekarno berseragam militer kepadanya. Foto itu dipajang di tembok warungnya sampai sekarang. "Itu tidak boleh diturunkan," katanya.
Eha juga kenal dengan dua putra Soekarno, yaitu Guruh dan Guntur Soekarnoputra. Saat masih menjadi mahasiswa di Bandung, keduanya kerap makan di warungnya. Menurut dia, Guruh suka sekali jengkol dan ikan peda. Baru tahun lalu Guruh berkunjung lagi ke warungnya. Fotonya bersama putra bungsu Soekarno itu ia pajang di etalase meja kasir.
Tokoh lainnya yang ia kenal adalah almarhum Yusril Djalinus, mahasiswa Jurusan Publisistik Universitas Padjadjaran. Eha mengenangnya sebagai pria kurus, berambut tebal, yang bicaranya halus dengan aksen Sunda. "Padahal, dia teuh orang Padang," ujarnya mengenang tokoh pers Indonesia yang merupakan pendiri majalah Tempo itu.
Menjelang sore, pengunjung semakin berkurang. Beberapa pekerja warung sudah terlihat santai. Tapi, suara gemuruh mesin pemarut kelapa dari samping warung masih terdengar. Di gang masuk pasar, para kuli sibuk lalu lalang menggotong barang dagangannya. Sebentar lagi, Eha menutup warungnya, sementara aktivitas pasar baru dimulai. link asli http://m.tempo.co/read/news/2013/05/06/201478324/Warung-Bu-Eha-Berawal-Dari-Nasi-Tiwul-Prajurit
0
1.4K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan