- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Cari Keadilan, Tukang Rumput Surati Presiden SBY


TS
sweetsin03781
Cari Keadilan, Tukang Rumput Surati Presiden SBY

Quote:
Mudah-mudahan trit ini tidak 

Kaskuser yang baik selalu meninggalkan

jika berkenan
dan semangkuk 


Kaskuser yang baik selalu meninggalkan


jika berkenan



Cari Keadilan, Tukang Rumput Surati Presiden SBY
Quote:
Pria lulusan kelas 2 SD itu dituduh membunuh. Ia disiksa aparat polisi
Keadilan bukan untuk rakyat kecil. Itulah mungkin jeritan hati Dodi Setiawan, seorang tukang rumput di Banyumas, yang dituduh membunuh Santi Maulina empat tahun lalu.
Dodi dan ibunya bersaksi bahwa dia berada di rumah saat kejadian pembunuhan. Tapi pihak kejaksaan sempat menolak berkas perkara Dodi karena tidak lengkap, dan polisi malah sempat membebaskan Dodi karena tidak cukup bukti. Dodi kini tetap terancam eksekusi paksa oleh Kejaksaan negeri Purwokerto.
Dodi bahkan sampai melakukan sumpah pocong di hadapan warga demi meyakinkan bukan dialah yang membunuh Santi. Kini sebagai upaya terakhir, Dodi yang hanya lulusan kelas 2 SD itu mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Presiden SBY agar dapat memberikan perlindungan hukum kepada rakyatnya yang miskin dan tidak berdaya melawan penegakan hukum yang amburadul di Indonesia,” kata pengacara Dodi, Djoko Susanto, Senin 6 Mei 2013.
Kasus yang menjerat Dodi bermula dari peristiwa pembunuhan terhadap Santi Maulina, siswi SMP asal Desa Baseh, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas, Jawa Tengah, empat tahun lalu. Santi ditemukan tewas sekitar 3 kilometer dari rumah Dodi di Grumbul Windusari, Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Banyumas. Polisi kemudian menangkap Dodi.
Tak hanya ditangkap, Dodi juga disiksa dan dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan terhadap Santi. Selama 15 hari sejak ditangkap ketika itu, Dodi tidak dapat ditemui siapapun, termasuk keluarga dan pengacara bantuan yang ditunjuk pihak kepolisian. Kondisi Dodi saat itu diketahui babak belur akibat disiksa aparat kepolisian.
Selanjutnya karena tidak cukup bukti bahwa Dodi melakukan pembunuhan terhadap Santi padahal masa penahanan Dodi habis, dan kejaksaan menolak berkas perkara Dodi yang tidak lengkap, maka polisi ahirnya membebaskan Dodi. Kasus pun berhenti.
Namun, setahun kemudian, keluarga Santi menuntut pengungkapan kasus pembunuhan Santi. Berkas perkara Dodi yang tidak lengkap di tangan kepolisian ahirnya diambil alih oleh pihak Kejaksaan Negeri
Purwokerto. Ketika berkasnya diambil alih Kejari Purwokerto inilah, Dodi melakukan aksi sumpah pocong di hadapan warga.
Persidangan terhadap Dodi akhirnya digelar setelah Kejari Purwokerto melengkapi berkas Dodi. Dodi kemudian divonis 10 tahun penjara dengan perintah penahanan. Melalui bantuan pengacara yang ditunjuk polisi, Dodi mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi dan berakhir dengan putusan 8 tahun penjara tanpa ada perintah penahanan.
Selanjutnya, Dodi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, manum MA menolak permohonan kasasi Dodi. Sampai saat ini, Dodi telah mendapat surat panggilan pelaksanaan eksekusi yang keempat. Pada saat surat panggilan pertama hingga ketiga, Dodi tidak mememenuhi undangan. Menurut keluarga, ia kabur dari rumah dan tidak diketahui keberadaannya.
Terus Menangis
Karsini, ibu Dodi, sehari-hari terus menangis karena takut pada nasib buruk yang akan menimpa anaknya. Karsini yakin anaknya tidak membunuh Santi.
“Kalau anak saya pelakunya, saya ikhlas dia dipenjara. Tapi saya yakin dan melihat sendiri pada saat kejadian pembunuhan, anak saya berada di rumah,” kata dia.
Kini menghadapi panggilan eksekusi keempat dari Kejaksaan yang akan berlangsung esok Selasa, 7 Mei 2013, Dodi Setiawan telah kembali ke rumah orangtuanya. Dia mengatakan akan tetap melawan eksekusi Kejari Purwokerto terhadap dirinya.
Untuk itulah ia mengirim surat kepada Presiden SBY. Dodi berharap masih tersisa perlindungan hukum baginya. Ia bersikukuh bukan pelaku pembunuhan terhadap Santi Maulina.
Pengacara Dodi, Djoko Susanto, mengatakan terlepas ada unsur pemaksaan hukum terhadap kliennya yang sudah sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), putusan yang digunakan dalam kasus Dodi adalah putusan Pengadilan Tinggi yang memvonis Dodi 8 tahun.
“Namun dalam salinan putusannya tidak ada perintah penahanan. Kini setelah lebih dari empat tahun Dodi bebas, Kejaksaan Negeri Purwokerto akan melakukan eksekusi paksa terhadap Dodi didasarkan pada apa?” kata Djoko.
Salinan putusan tanpa perintah penahanan ini sebelumnya juga terjadi pada kasus Komjen Pol (Purn) Susno Duadi, terpidana kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan Pilkada Jabar 2008.
Susno sempat menolak untuk dieksekusi salah satunya karena tidak ada perintah penahanan di surat putusannya, sehingga menyalahi Pasal 197 ayat 1 huruf K KUHAP. Adapun keputusan MK yang menganulir Pasal 197 dianggap Susno tidak berlaku surut, sehingga putusan pengadilan atas Susno batal demi hukum.
SUMBER
Spoiler for DODI Setiawan:

UPDATE
Quote:
Dodi Setiawan, seorang tukang rumput warga Desa Baseh, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, tengah menanti eksekusi penahanan paksa jaksa atas kasus pembunuhan.
Kejaksaan Negeri Purwokerto sudah empat kali mengirimkan panggilan, tapi Dodi yang telah empat tahun dibebaskan oleh polisi, karena tidak cukup bukti, tetap menolak karena yakin tidak melakukan pembunuhan itu.
"Saya bahkan sampai melakukan sumpah pocong untuk meyakinkan penegak hukum jika saya bukan pelaku pembunuhan tersebut," kata Dodi, Minggu 5 Mei 2013.
Menurut dia, pada saat pembunuhan tersebut terjadi, dia berada di rumah dan sedang mengurus sapi di kandangnya. "Bahkan, orang tua saya saja mengetahui saya berada di rumah. Bukan saya pelakunya, hukum jangan menghukum orang yang tidak bersalah," ujarnya.
Kusnanto, ayah Dodi Setiawan mengaku tidak terima terhadap rencana Kejaksaan Negeri Purwokerto melakukan eksekusi penahanan terhadap anaknya. Kusnanto yakin kalau Dodi Setiawan bukan pelakunya. Jika kejaksaan memaksakan eksekusi, keluarga Dodi akan melakukan perlawanan.
"Pokoknya anak saya Dodi Setiawan tidak bersalah. Kalau anak saya bersalah, seharusnya pada saat ditahan empat tahun lalu tidak dibebaskan. Pembebasan Dodi pada saat itu kan karena polisi tidak dapat memiliki bukti kalau Dodi pelaku pembunuhan," kata Kusnanto.
Pengacara Dodi, Djoko Susanto, menyatakan, pelaksanaan eksekusi terhadap kliennya tidak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Dodi yang sempat ditahan polisi, karena tidak cukup bukti akhirnya dibebaskan, karena polisi tidak dapat melengkapi berkas. Kasus Dodi akhirnya diambil alih Kejaksaan Negeri Purwokerto, karena ada desakan keluarga korban untuk mengungkap kasus pembunuhan.
Hasil putusan sidang di Pengadilan Negeri Purwokerto, Dodi Setiawan diputus 10 tahun penjara dengan dilengkapi perintah penahanan. Selanjutnya, pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi, Dodi diputus delapan tahun penjara. Tapi, dalam putusan tersebut tidak disebutkan ada perintah penahanan.
Selanjutnya, Dodi mengajukan kasasi, namun Mahkamah Agung menolak. Djoko mengatakan, sesuai dengan ketentuan KUHAP, putusan pengadilan tinggi yang seharusnya menjadi dasar hukum Dodi Setiawan. Namun, di situ tidak terdapat perintah penahanan.
"Jika Kejaksaan Negeri Purwokerto memaksaan melakukan eksekusi penahanan terhadap Dodi Setiawan, ini didasarkan pada putusan yang mana? Seusai dengan KUHAP, putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Tinggi delapan tahun, namun tidak ada perintah penahanan," kata Djoko yang jadi pengacara Dodi karena ditunjuk polisi.
Kasus ini bermula sekitar empat tahun lalu, pada saat Dodi masih berstatus anak atau di bawah umur. Dodi Setiawan ditangkap polisi karena diduga sebagai pelaku pembunuhan.
Di kantor polisi Dodi mengaku disiksa oleh penyidik, dipaksa untuk mengakui kasus pembunuhan terhadap Santi Maulina, seorang siswi SMP.
Karena tidak cukup bukti, saat itu berkas perkara Dodi selalu ditolak Kejaksaan Negeri Purwokerto. Atas bantuan Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dodi akhirnya dibebaskan polisi.
Namun, karena desakan dari keluarga korban agar polisi mengungkap pelaku pembunuhan, kejaksaan akhirnya mengambil alih kasus ini dengan melengkapi berkas dan menyidangkan Dodi.
SUMBER
Kejaksaan Negeri Purwokerto sudah empat kali mengirimkan panggilan, tapi Dodi yang telah empat tahun dibebaskan oleh polisi, karena tidak cukup bukti, tetap menolak karena yakin tidak melakukan pembunuhan itu.
"Saya bahkan sampai melakukan sumpah pocong untuk meyakinkan penegak hukum jika saya bukan pelaku pembunuhan tersebut," kata Dodi, Minggu 5 Mei 2013.
Menurut dia, pada saat pembunuhan tersebut terjadi, dia berada di rumah dan sedang mengurus sapi di kandangnya. "Bahkan, orang tua saya saja mengetahui saya berada di rumah. Bukan saya pelakunya, hukum jangan menghukum orang yang tidak bersalah," ujarnya.
Kusnanto, ayah Dodi Setiawan mengaku tidak terima terhadap rencana Kejaksaan Negeri Purwokerto melakukan eksekusi penahanan terhadap anaknya. Kusnanto yakin kalau Dodi Setiawan bukan pelakunya. Jika kejaksaan memaksakan eksekusi, keluarga Dodi akan melakukan perlawanan.
"Pokoknya anak saya Dodi Setiawan tidak bersalah. Kalau anak saya bersalah, seharusnya pada saat ditahan empat tahun lalu tidak dibebaskan. Pembebasan Dodi pada saat itu kan karena polisi tidak dapat memiliki bukti kalau Dodi pelaku pembunuhan," kata Kusnanto.
Pengacara Dodi, Djoko Susanto, menyatakan, pelaksanaan eksekusi terhadap kliennya tidak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Dodi yang sempat ditahan polisi, karena tidak cukup bukti akhirnya dibebaskan, karena polisi tidak dapat melengkapi berkas. Kasus Dodi akhirnya diambil alih Kejaksaan Negeri Purwokerto, karena ada desakan keluarga korban untuk mengungkap kasus pembunuhan.
Hasil putusan sidang di Pengadilan Negeri Purwokerto, Dodi Setiawan diputus 10 tahun penjara dengan dilengkapi perintah penahanan. Selanjutnya, pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi, Dodi diputus delapan tahun penjara. Tapi, dalam putusan tersebut tidak disebutkan ada perintah penahanan.
Selanjutnya, Dodi mengajukan kasasi, namun Mahkamah Agung menolak. Djoko mengatakan, sesuai dengan ketentuan KUHAP, putusan pengadilan tinggi yang seharusnya menjadi dasar hukum Dodi Setiawan. Namun, di situ tidak terdapat perintah penahanan.
"Jika Kejaksaan Negeri Purwokerto memaksaan melakukan eksekusi penahanan terhadap Dodi Setiawan, ini didasarkan pada putusan yang mana? Seusai dengan KUHAP, putusan yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan Tinggi delapan tahun, namun tidak ada perintah penahanan," kata Djoko yang jadi pengacara Dodi karena ditunjuk polisi.
Kasus ini bermula sekitar empat tahun lalu, pada saat Dodi masih berstatus anak atau di bawah umur. Dodi Setiawan ditangkap polisi karena diduga sebagai pelaku pembunuhan.
Di kantor polisi Dodi mengaku disiksa oleh penyidik, dipaksa untuk mengakui kasus pembunuhan terhadap Santi Maulina, seorang siswi SMP.
Karena tidak cukup bukti, saat itu berkas perkara Dodi selalu ditolak Kejaksaan Negeri Purwokerto. Atas bantuan Komisi Nasional Perlindungan Anak, Dodi akhirnya dibebaskan polisi.
Namun, karena desakan dari keluarga korban agar polisi mengungkap pelaku pembunuhan, kejaksaan akhirnya mengambil alih kasus ini dengan melengkapi berkas dan menyidangkan Dodi.
SUMBER
Gimana menurut agan-agan semua???
kemana kahHUKUM INDONESIA berpihak???
bukan tidak mungkin lambat laun hal yang sama bisa terjadi dengan kita...[Mudah-mudahan jangan sampe y gan...

0
3.2K
Kutip
39
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan