- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kumpulan Artike; Dahlan Iskan
TS
shin988
Kumpulan Artike; Dahlan Iskan
Tread ini ane persembahkan buat pah Dahlan iskan yg pemikirannya buat Indonesia sungguh2 buat ane kagum
LANGSUNG JA GAN, BERIKUT ARTIKEL2 BELIAU YANG BUAT ANE BANGGA:
#1
Spoiler for Biodata singkat:
Dahlan Iskan (lahir di Magetan, Jawa Timur, 17 Agustus 1951; umur 61 tahun), adalah CEO surat kabar Jawa Pos dan Jawa Pos Group, yang bermarkas di Surabaya. Ia juga adalah Direktur Utama PLN sejak 23 Desember 2009.[1] Pada tanggal 19 Oktober 2011, berkaitan dengan reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu II, Dahlan Iskan diangkat sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara menggantikan Mustafa Abubakar
LANGSUNG JA GAN, BERIKUT ARTIKEL2 BELIAU YANG BUAT ANE BANGGA:
#1
Spoiler for "Kebahagiaan saya itu langsung lenyap saat membaca twit pembandingan antara laba Pertamina dan laba Petronas:
Senin, 01 April 2013
Manufacturing Hope 71
Hampir saja saya merasa bahagia yang berkepanjangan. Yakni, ketika mengetahui bahwa laba PT Pertamina (Persero) berhasil mencapai Rp 25 triliun.
Itulah laba terbesar dalam sejarah Pertamina. Juga laba terbesar di lingkungan BUMN. Bahkan, laba terbesar yang bisa dicapai sebuah perusahaan apa pun di Indonesia sepanjang 2012.
Saya pun minta agar Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengumumkannya. Agar capaian yang hebat itu bisa membuat masyarakat bangga pada Pertamina. Setidaknya bisa mengurangi ejekan sinis masyarakat kepada Pertamina. Maka, pada laporan keuangan kepada publik bulan lalu, disertakanlah judul ini: Pertamina berhasil memperoleh laba terbesar dalam sejarahnya.
Melalui Twitter (@iskan_dahlan) saya pun ikut membagi kebahagiaan itu. Tentu saya ingin memberikan penghargaan kepada jajaran Pertamina. Berita gembira itu juga saya manfaatkan untuk kampanye menumbuhkan harapan umum.
Manufacturing hope. Yakni, bahwa perbaikan dan kerja keras yang dilakukan jajaran Pertamina sudah mulai memberikan hasil nyata. Ini berarti kalau perbaikan, efisiensi, dan kerja keras terus dilakukan, hasilnya akan lebih hebat lagi.
Saya ingin ada satu harapan untuk dunia Twitter, khususnya yang terkait dengan politik, yang terlalu didominasi pesimisme dan putus harapan. Pesimisme perorangan adalah hak, tapi pesimisme masal bisa membawa kehancuran.
Saya pun segera membayangkan bahwa masyarakat akan ikut bahagia mengikuti twit perkembangan terbaru di Pertamina itu. Dan, saya akan menggunakan kebahagiaan masyarakat tersebut untuk terus memacu kinerja manajemen Pertamina. Misalnya, lifting minyak yang harus naik untuk menjadikan Pertamina perusahaan minyak kelas regional.
Sekarang ini Pertamina baru bisa menghasilkan 500 ribu barel minyak per hari. Jauh dari kelas perusahaan minyak tingkat ASEAN sekali pun. Karena itu, tahun ini Pertamina membentuk Brigade 300K. Mereka terdiri atas anak-anak muda Pertamina yang umurnya maksimum 29 tahun.
Brigade ini bertugas menambah produksi minyak Pertamina 300 ribu barel lagi per hari. Inilah brigade yang akan membuat produksi total Pertamina menjadi 800 ribu barel. Target itu pun harus tercapai akhir tahun depan. Di dalamnya dihitung produksi energi geotermal yang disetarakan dengan minyak.
Tiap bulan saya mengikuti perkembangan Brigade 300K ini. Termasuk ikut mencarikan jalan keluar kalau terjadi hambatan di luar Pertamina. Misalnya, bagaimana Pertamina bisa menjual geotermalnya ke PLN dengan cepat. Kesepakatan pun segera dicapai: sembilan lokasi geotermal milik Pertamina yang skalanya besar-besar itu bisa segera dikerjakan.
Tapi, semua itu belum cukup. Harapan masyarakat terhadap Pertamina memang sangat besar. Pengumuman mengenai besarnya laba yang berhasil dicapai Pertamina itu, misalnya, ternyata belum bisa membahagiakan masyarakat. Mereka menginginkan Pertamina jauh lebih hebat. Mereka tidak mempersoalkan laba, omzet, dan sebangsanya. Masyarakat menginginkan Pertamina yang membanggakan.
Masyarakat ternyata langsung membandingkannya dengan Petronas, Malaysia. “Laba Petronas Rp 160 triliun!” ujar follower Twitter saya.
Saya pun tersadar dari lamunan kebahagiaan. Terbangun. Kebahagiaan saya akan prestasi Pertamina itu ternyata hanya berlangsung kurang dari lima menit. Padahal, semula saya mengira kebahagiaan itu akan berlangsung setahun penuh. Lalu disambung dengan kebahagiaan berikutnya manakala melihat hasil kerja jajaran Pertamina 2013.
Ternyata hukum kebahagiaan tidak seperti itu. Bahagia itu bisa naik dan tiba-tiba bisa anjlok. Kebahagiaan saya itu langsung lenyap saat membaca twit pembandingan antara laba Pertamina dan laba Petronas.
Itu persis seperti kebahagiaan seorang pembina sepak bola di Indonesia. Setidaknya seperti yang saya alami selama memimpin Persebaya dulu. Begitu peluit panjang berbunyi dan Persebaya menang, bahagianya bukan main.
Tapi, kebahagiaan itu hanya berlangsung sekitar lima menit. Begitu keluar dari garis lapangan, para wartawan langsung mengerubung dengan pertanyaan yang mengakhiri kebahagiaan itu: berapa juta bonus yang akan diberikan kepada setiap pemain. Maka, kebahagiaan pun langsung beralih ke bagaimana cara mendapatkan uang untuk membayar bonus saat itu juga.
Begitu pula soal kebahagiaan Pertamina ini. Begitu kicauan mengenai laba Petronas tersebut saya baca, hati saya langsung terbakar. Saya benar-benar gelisah. Pikiran saya dipenuhi pertanyaan ini: bagaimana cara mengejar Petronas. Sudah lama masyarakat tidak bisa menerima kalau Pertamina sampai kalah dari Petronas. Apalagi kalahnya telak.
Ketika berada di Rumah Sakit Tianjin untuk check-up rutin tahunan pekan lalu, saya memiliki waktu merenung lebih panjang. Saya utak-atik berbagai kemungkinan untuk bisa mengejar Petronas. Saya browsing di internet. Saya pelajari angka-angka. Kekalahan Pertamina atas Petronas itu ternyata sudah sangat lama. Sudah lebih 30 tahun. Grafiknya pun kian memburuk.
Tapi, apa yang bisa diperbuat? Sungguh tidak mudah menemukan jalannya. Padahal, soal kekalahan Pertamina ini sudah bukan lagi soal kekalahan sebuah perusahaan biasa. Ini sudah menyangkut harga diri negara dan bangsa. Ini sudah soal Merah Putih. Pertamina sudah menjadi lambang negara.
Di bidang sawit kita sudah bisa mengejar Malaysia. Garuda Indonesia sudah mengalahkan Malaysia Airlines. Semen dan pupuk kita sudah jauh di depannya. Di bidang pelabuhan kita sedang mengejarnya dengan proyek PT Indonesia Port Corporation (Pelindo II) yang insya Allah pasti bisa.
Tapi, kita belum bisa menemukan jalan untuk Pertamina. Program-program Pertamina yang ada sekarang memang ambisius, tapi baru bisa membuat Pertamina masuk ke jajaran perusahaan minyak kelas regional. Masih jauh dari prestasi Petronas.
Memang ada jalan pintas. Bahkan, sangat cepat. Semacam jalan tol di Jerman. Maksudnya, jalan tol yang tidak pakai bayar. Dengan jalan ini Pertamina bisa mengalahkan Petronas hanya dalam waktu empat tahun. Setidaknya bisa membuatnya sejajar dengan Petronas.
Tapi, saat saya menulis naskah ini, di sebuah ruang check-up Rumah Sakit Tianjin, saya terpikir akan kesulitan-kesulitannya: “jalan tol” itu bukan milik Pertamina. “Jalan tol” itu milik perusahaan luar negeri yang akan habis izinnya pada 2017: Blok Mahakam.
Saya pun minta Dirut Pertamina Karen Agustiawan membuat kalkulasi ini: seandainya Blok Mahakam kembali sepenuhnya ke negara, dan negara menyerahkannya ke Pertamina, berapa laba Pertamina pada 2018? Dan tahun-tahun berikutnya?
Dengan cepat jawaban Karen masuk ke HP saya: Rp 171 triliun.
Saya tidak tergiur dengan angka itu. Saya lebih tergiur pada bayangan betapa bangganya kita memiliki Pertamina yang tidak lagi diejek-ejek sepanjang masa. (*)
Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Manufacturing Hope 71
Hampir saja saya merasa bahagia yang berkepanjangan. Yakni, ketika mengetahui bahwa laba PT Pertamina (Persero) berhasil mencapai Rp 25 triliun.
Itulah laba terbesar dalam sejarah Pertamina. Juga laba terbesar di lingkungan BUMN. Bahkan, laba terbesar yang bisa dicapai sebuah perusahaan apa pun di Indonesia sepanjang 2012.
Saya pun minta agar Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengumumkannya. Agar capaian yang hebat itu bisa membuat masyarakat bangga pada Pertamina. Setidaknya bisa mengurangi ejekan sinis masyarakat kepada Pertamina. Maka, pada laporan keuangan kepada publik bulan lalu, disertakanlah judul ini: Pertamina berhasil memperoleh laba terbesar dalam sejarahnya.
Melalui Twitter (@iskan_dahlan) saya pun ikut membagi kebahagiaan itu. Tentu saya ingin memberikan penghargaan kepada jajaran Pertamina. Berita gembira itu juga saya manfaatkan untuk kampanye menumbuhkan harapan umum.
Manufacturing hope. Yakni, bahwa perbaikan dan kerja keras yang dilakukan jajaran Pertamina sudah mulai memberikan hasil nyata. Ini berarti kalau perbaikan, efisiensi, dan kerja keras terus dilakukan, hasilnya akan lebih hebat lagi.
Saya ingin ada satu harapan untuk dunia Twitter, khususnya yang terkait dengan politik, yang terlalu didominasi pesimisme dan putus harapan. Pesimisme perorangan adalah hak, tapi pesimisme masal bisa membawa kehancuran.
Saya pun segera membayangkan bahwa masyarakat akan ikut bahagia mengikuti twit perkembangan terbaru di Pertamina itu. Dan, saya akan menggunakan kebahagiaan masyarakat tersebut untuk terus memacu kinerja manajemen Pertamina. Misalnya, lifting minyak yang harus naik untuk menjadikan Pertamina perusahaan minyak kelas regional.
Sekarang ini Pertamina baru bisa menghasilkan 500 ribu barel minyak per hari. Jauh dari kelas perusahaan minyak tingkat ASEAN sekali pun. Karena itu, tahun ini Pertamina membentuk Brigade 300K. Mereka terdiri atas anak-anak muda Pertamina yang umurnya maksimum 29 tahun.
Brigade ini bertugas menambah produksi minyak Pertamina 300 ribu barel lagi per hari. Inilah brigade yang akan membuat produksi total Pertamina menjadi 800 ribu barel. Target itu pun harus tercapai akhir tahun depan. Di dalamnya dihitung produksi energi geotermal yang disetarakan dengan minyak.
Tiap bulan saya mengikuti perkembangan Brigade 300K ini. Termasuk ikut mencarikan jalan keluar kalau terjadi hambatan di luar Pertamina. Misalnya, bagaimana Pertamina bisa menjual geotermalnya ke PLN dengan cepat. Kesepakatan pun segera dicapai: sembilan lokasi geotermal milik Pertamina yang skalanya besar-besar itu bisa segera dikerjakan.
Tapi, semua itu belum cukup. Harapan masyarakat terhadap Pertamina memang sangat besar. Pengumuman mengenai besarnya laba yang berhasil dicapai Pertamina itu, misalnya, ternyata belum bisa membahagiakan masyarakat. Mereka menginginkan Pertamina jauh lebih hebat. Mereka tidak mempersoalkan laba, omzet, dan sebangsanya. Masyarakat menginginkan Pertamina yang membanggakan.
Masyarakat ternyata langsung membandingkannya dengan Petronas, Malaysia. “Laba Petronas Rp 160 triliun!” ujar follower Twitter saya.
Saya pun tersadar dari lamunan kebahagiaan. Terbangun. Kebahagiaan saya akan prestasi Pertamina itu ternyata hanya berlangsung kurang dari lima menit. Padahal, semula saya mengira kebahagiaan itu akan berlangsung setahun penuh. Lalu disambung dengan kebahagiaan berikutnya manakala melihat hasil kerja jajaran Pertamina 2013.
Ternyata hukum kebahagiaan tidak seperti itu. Bahagia itu bisa naik dan tiba-tiba bisa anjlok. Kebahagiaan saya itu langsung lenyap saat membaca twit pembandingan antara laba Pertamina dan laba Petronas.
Itu persis seperti kebahagiaan seorang pembina sepak bola di Indonesia. Setidaknya seperti yang saya alami selama memimpin Persebaya dulu. Begitu peluit panjang berbunyi dan Persebaya menang, bahagianya bukan main.
Tapi, kebahagiaan itu hanya berlangsung sekitar lima menit. Begitu keluar dari garis lapangan, para wartawan langsung mengerubung dengan pertanyaan yang mengakhiri kebahagiaan itu: berapa juta bonus yang akan diberikan kepada setiap pemain. Maka, kebahagiaan pun langsung beralih ke bagaimana cara mendapatkan uang untuk membayar bonus saat itu juga.
Begitu pula soal kebahagiaan Pertamina ini. Begitu kicauan mengenai laba Petronas tersebut saya baca, hati saya langsung terbakar. Saya benar-benar gelisah. Pikiran saya dipenuhi pertanyaan ini: bagaimana cara mengejar Petronas. Sudah lama masyarakat tidak bisa menerima kalau Pertamina sampai kalah dari Petronas. Apalagi kalahnya telak.
Ketika berada di Rumah Sakit Tianjin untuk check-up rutin tahunan pekan lalu, saya memiliki waktu merenung lebih panjang. Saya utak-atik berbagai kemungkinan untuk bisa mengejar Petronas. Saya browsing di internet. Saya pelajari angka-angka. Kekalahan Pertamina atas Petronas itu ternyata sudah sangat lama. Sudah lebih 30 tahun. Grafiknya pun kian memburuk.
Tapi, apa yang bisa diperbuat? Sungguh tidak mudah menemukan jalannya. Padahal, soal kekalahan Pertamina ini sudah bukan lagi soal kekalahan sebuah perusahaan biasa. Ini sudah menyangkut harga diri negara dan bangsa. Ini sudah soal Merah Putih. Pertamina sudah menjadi lambang negara.
Di bidang sawit kita sudah bisa mengejar Malaysia. Garuda Indonesia sudah mengalahkan Malaysia Airlines. Semen dan pupuk kita sudah jauh di depannya. Di bidang pelabuhan kita sedang mengejarnya dengan proyek PT Indonesia Port Corporation (Pelindo II) yang insya Allah pasti bisa.
Tapi, kita belum bisa menemukan jalan untuk Pertamina. Program-program Pertamina yang ada sekarang memang ambisius, tapi baru bisa membuat Pertamina masuk ke jajaran perusahaan minyak kelas regional. Masih jauh dari prestasi Petronas.
Memang ada jalan pintas. Bahkan, sangat cepat. Semacam jalan tol di Jerman. Maksudnya, jalan tol yang tidak pakai bayar. Dengan jalan ini Pertamina bisa mengalahkan Petronas hanya dalam waktu empat tahun. Setidaknya bisa membuatnya sejajar dengan Petronas.
Tapi, saat saya menulis naskah ini, di sebuah ruang check-up Rumah Sakit Tianjin, saya terpikir akan kesulitan-kesulitannya: “jalan tol” itu bukan milik Pertamina. “Jalan tol” itu milik perusahaan luar negeri yang akan habis izinnya pada 2017: Blok Mahakam.
Saya pun minta Dirut Pertamina Karen Agustiawan membuat kalkulasi ini: seandainya Blok Mahakam kembali sepenuhnya ke negara, dan negara menyerahkannya ke Pertamina, berapa laba Pertamina pada 2018? Dan tahun-tahun berikutnya?
Dengan cepat jawaban Karen masuk ke HP saya: Rp 171 triliun.
Saya tidak tergiur dengan angka itu. Saya lebih tergiur pada bayangan betapa bangganya kita memiliki Pertamina yang tidak lagi diejek-ejek sepanjang masa. (*)
Dahlan Iskan
Menteri BUMN
Spoiler for UPDATED:
Ini Aksi Dahlan Mencoba Usir Mercy Mewah yang Parkir Sembarangan di Soetta- detikfinance
Kamis, 09/05/2013 14:15 WIB
Jakarta - Menteri BUMN Dahlan Iskan kembali mencoba mengusir mobil mewah yang parkir sembarangan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta). Hal tersebut terjadi pada hari ini, sekitar pukul 09.10 WIB, ketika akan berangkat untuk dinas ke Surabaya dari terminal 2F Bandara Soetta.
Dahlan mendapati sebuah mobil mewah Mercedes-Benz S Class, parkir di depan lobby terminal keberangkatan 2F. Hal tersebut membuat Dahlan jengkel karena mobil itu membuat antrean panjang. Bahkan Dahlan sempat menongkrongi dan mencari-cari sang pemilik atau sopir mobil tersebut hampir 15 menit.
Hal ini disampaikan Kepala Humas Kementerian BUMN Faisal Halimi kepada detikFinance, Rabu (9/5/2013).
"Beliau kembali mengusir Mobil Mewah di Terminal 2 Soekarno Hatta International Airport karena mobil itu Parkir disana dan mengganggu Lalu Lintas di terminal 2 bandara. Seperti biasa beliau mendekati mobil dan menanyakan ini mobil milik siapa? nggak boleh parkir di sini karena mengganggu lalu lintas. Sekitar 15 menit pak Dahlan keliling mencari pemilik mobil mewah tersebut," tuturnya.
Namun, aksi Dahlan tersebut tidak berhasil menemukan sang pemilik ataupun pengemudi. Akhirnya, Dahlan memutuskan masuk ke terminal keberangkatan karena pesawat harus take off pukul 10.15 wib menuju Surabaya.
"Karena terburu-terburu mau boarding, beliau masuk ke terminal dan menyampaikan hal tersebut ke petugas Angkasa Pura," tambahnya.
Meskipun hari ini merupakan hari libur, Faisal mengaku kondisi Bandara Soetta relatif tidak padat. Faisal mengaku mobil yang diduga milik petinggi TNI tersebut akhirnya roda mobilnya digembok oleh petugas Bandara Soetta.
"Plat Mobil Mercy B 2 ATU (katanya petinggi TNI). Akhirnya mobil tersebut di gembok rodanya Oleh Petugas Keamanan Bandara termasuk sebuah Honda Jazz di belakang Mercy," tegasnya.
Kamis, 09/05/2013 14:15 WIB
Jakarta - Menteri BUMN Dahlan Iskan kembali mencoba mengusir mobil mewah yang parkir sembarangan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta). Hal tersebut terjadi pada hari ini, sekitar pukul 09.10 WIB, ketika akan berangkat untuk dinas ke Surabaya dari terminal 2F Bandara Soetta.
Dahlan mendapati sebuah mobil mewah Mercedes-Benz S Class, parkir di depan lobby terminal keberangkatan 2F. Hal tersebut membuat Dahlan jengkel karena mobil itu membuat antrean panjang. Bahkan Dahlan sempat menongkrongi dan mencari-cari sang pemilik atau sopir mobil tersebut hampir 15 menit.
Hal ini disampaikan Kepala Humas Kementerian BUMN Faisal Halimi kepada detikFinance, Rabu (9/5/2013).
"Beliau kembali mengusir Mobil Mewah di Terminal 2 Soekarno Hatta International Airport karena mobil itu Parkir disana dan mengganggu Lalu Lintas di terminal 2 bandara. Seperti biasa beliau mendekati mobil dan menanyakan ini mobil milik siapa? nggak boleh parkir di sini karena mengganggu lalu lintas. Sekitar 15 menit pak Dahlan keliling mencari pemilik mobil mewah tersebut," tuturnya.
Namun, aksi Dahlan tersebut tidak berhasil menemukan sang pemilik ataupun pengemudi. Akhirnya, Dahlan memutuskan masuk ke terminal keberangkatan karena pesawat harus take off pukul 10.15 wib menuju Surabaya.
"Karena terburu-terburu mau boarding, beliau masuk ke terminal dan menyampaikan hal tersebut ke petugas Angkasa Pura," tambahnya.
Meskipun hari ini merupakan hari libur, Faisal mengaku kondisi Bandara Soetta relatif tidak padat. Faisal mengaku mobil yang diduga milik petinggi TNI tersebut akhirnya roda mobilnya digembok oleh petugas Bandara Soetta.
"Plat Mobil Mercy B 2 ATU (katanya petinggi TNI). Akhirnya mobil tersebut di gembok rodanya Oleh Petugas Keamanan Bandara termasuk sebuah Honda Jazz di belakang Mercy," tegasnya.
Diubah oleh shin988 11-05-2013 15:37
0
3.7K
Kutip
18
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan