Merinding, Membaca Laporan Perbudakan Modern di Tangerang,
TS
tekuns
Merinding, Membaca Laporan Perbudakan Modern di Tangerang,
Tidak bisa ngomong apa-apa mengenai berita yang disampaikan media Kompas dibawah ini, di Zaman modern ini masih ada perbudakan dimana mereka harus kerja paksa, di sekap di dalam pabrik dan tidak diperkenankan interaksi dengan pihak luar. Ironis ditengah kebebasan menyuarakan pendapat, mengingat kemarin banyak buruh yang dapat menyuarakan tuntutannya secara langsung, namun dibawah ini mereka untuk mendapatkan gaji saja tidak dapat. Ini bukan kado yang indah setelah peringatan Hari Buruh Sedunia. Siapa yang hendak memperjuangkan nasib mereka, mereka jelas mencari keadilan. Bersatulah untuk memperjuangkan nasib mereka, mengutuk dengan sehina-hinanya kepada yang memperkerjakan mereka. Mohon tambahan informasi jika ada kaskuser yang mengetahui lebih lanjut akan permasalahan ini. INILAH YANG SEHARUSNYA DIPERJUANGKAN OLEH KAUM BURUH SEKARANG. Mohon yang bisa membantu menginformasikan ini ke pihak terkait agar permasalahan mereka segera selesai dan menangkap semua pelakunya. Untuk saya sendiri, tindakan yang bisa saya lakukan cuma menginformasikan kepada kaskuser semua, dan saya akan menghubungi via Twitter Menteri terkait (Karena hanya cara itu yang termudah untuk menghubungi Menteri di Negeri ini).
Saya disini mengapresiasi tindakan polisi yang dengan cepat mengadakan penggrebekan lokasi adanya perbudakan modern ini:
Berikut foto2 kondisi pabrik tersebut:
Spoiler for :
Spoiler for Lanjutan dari Kompas:
TANGERANG, KOMPAS.com - Laporan langsung mengenai penggrebekan di pabrik kwali di Tangerang melalui akun Twitter @yatiandriyani, ternyata dilakukan oleh Kepala Divisi Advokasi dan HAM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani.
Dihubungi melalui teleponnya, Yati membenarkan adanya penggerebekan perbudakan di zaman modern itu yang dilakukan aparat kepolisian.
Hingga Sabtu dini hari, para korban sebanyak 28 orang, termasuk pelaku dan centeng yang menjadi petugas keamanan, sedang dimintai keterangan di Polres Tigaraksa, Kabupaten Tangerang.
"Pemeriksaan pelaku Juki Irawan dan centengnya masih dalam proses pemeriksaan penyidik polda dan ditahan. Sementara korban juga dalam proses pemberian keterangan," kata Yati.
Atas kerja cepat aparat kepolisian, KontraS menyampaikan apresiasinya, terhadap institusi kepolisian yang begitu tanggap menindaklanjuti laporan korban, sehingga kondisi dan situasi kerja paksa tersebut terungkap dan korban lainnya dapat diselamatkan. "KontraS mengimbau pihak kepolisian untuk terus melanjutkan proses hukum," kata Yati.
Awal terbongkarnya kasus
Menurut Yati, kasus itu terbongkar ketika KontraS menerima pengaduan dari dua orang korban atas nama Andi (20) dan Junaedi (19), ke KontraS pada 2 Mei 2013. "Keduanya dipekerjakan paksa di sebuah rumah yang berlokasi di Kampung Bayur Opak, Sepatan, Tangerang, selama 2-3 bulan. Keduanya mengaku disiksa dalam bentuk dipukul, sundut rokok dan disiram cairan alumunium," kata Yati.
Pelapor berasal dari Lampung Utara yang didampingi kepala desa. Mereka kemudian membuat laporan pengaduan ke Polda Metro Jaya, pada Jumat kemarin. Tak lama setelah menerima pengaduan, Polda Metro Jaya kemudian menindaklanjuti dengan melakukan penggerebekan ke lokasi yaitu di Kampung Bayur Opak, Rt 03 Rw 06, Desa Lebak Wangi, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang.
"Pengerebekan dilakukan sekitar pukul 14.30-16.00 WIB oleh tujuh anggota Polda Metro Jaya, Polres Lampung empat orang, dan Polres Tigaraksa dengan jumlah personel sekitar 20 orang.
"Dari penggrebekan itu telah ditemukan 28 korban yang dipekerjakan paksa dengan kondisi memprihatinkan. Mereka mengalami luka-luka gatal, asma, memar dan lain-lain," kata Yati.
Sebanyak empat orang dari korban tercatat berusia di bawah umur. Ada juga lima orang yang khusus disekap dalam ruangan yang disengaja dikunci dari luar, dengan kondisi memprihatinkan.
Sepanjang proses penyekapan, para korban telah diasingkan dari kehidupan di sekitarnya. Pelaku menyita semua barang-barang milik korban yaitu mulai handphone, bahkan baju, juga uang. "Alasannya untuk keamanan supaya tidak hilang," kata Yati.
Dari pantauan Yati, lokasi tempat korban dipekerjakan sangat tidak manusiawi. Mereka tidur dalam satu ruangan berukuran sempit yaitu hanya 40 meter x 40 meter yang dihuni sekitar 40 orang. "Kondisi ruangan sangat tertutup, kotor, dan bau," katanya.
Dari sisi jam kerja, para korban dieksploitasi lebih dari 16 jam kerja. Mereka diwajibkan bekerja sejak pukul 05.30 WIB hingga pukul 22.00 WIB, dengan tanpa menerima gaji dan dilarang bersosialisasi dengan lingkungan.
Yati mengungkapkan, saat ini kondisi korban masih dalam keadaan takut dan tergoncang jiwanya, namun juga senang karena sudah bebas dari perbudakan. Untuk memulihkan kondisi korban, kata Yati, KontraS meminta pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perindungan dan trauma healing bagi seluruh korban ke depan. (Amir Sodikin)