- Beranda
- Komunitas
- News
- Sains & Teknologi
Prototipe: Project E.(Evapotranspirasi)


TS
wahyuforest
Prototipe: Project E.(Evapotranspirasi)

Masalah kekurangan air bersih merupakan hal yang sangat ironis di Indonesia, dimana sebenarnya sumber air di Indonesia sangat melimpah namun sulit untuk mengelola air tersebut menjadi air bersih yang dapat digunakan. Potensi tersebut dapat berasal dari air laut, air tanah, air hujan, air sungai, bahkan air dari hasil evapotranspirasi juga dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Indonesia. Salah satu potensi terbesar adalah air laut yang di Indonesia sangat luas dan di pinggir pantainya cukup banyak ditumbuhi tanaman seperti rhizophora, bruguiera, avicennia dan tanaman pantai lainnya.
Tanaman tersebut berada di hutan mangrove dimana menjadi salah satu faktor kunci dalam pengelolaan air secara alami dengan proses transpirasi. Daratan hutan mangrove juga sering tergenang oleh air laut dimana akan mengalami proses evaporasi karena perbedaan suhu dan kelembaban. Tanaman mangrove sendiri sebenarnya memiliki nilai ekonomis yang tinggi namun masyarakat sekitarnya tidak terlalu paham akan hal itu, karena mereka lebih suka memanfaatkan mangrove dari kayunya.
Pengolahan air bersih merupakan masalah pokok yang dihadapi masyarakat di Indonesia karena kekurang tahuan mereka terhadap teknologi yang dapat mereka gunakan ataupun juga ketidak mampuan dalam memenuhi masalah finansial untuk menjalankan proses pengolahan air bersih tersebut. Sehingga dalam mengatasi hal ini kami mecoba untuk menampilkan sebuah prototipe yang harapan kami dapat membantu masyarakat di Indonesia dalam memenuhi air bersih dengan menggunakan metode evapotranspirasi. Project E adalah sebuah prototipe yang akan kami gagas atau desain dimana Prototipe ini dapat menghasilkan air bersih dari penguapan evaporasi dan transpirasi yang disebut evapotranspirasi dengan menggunakan tanaman mangrove sebagai tanaman yang akan digunakan serta menggunakan air laut yang akan dikelola menjadi air bersih. Hal ini selain dapat memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat juga dapat meningkatkan nilai ekonomi hutan mangrove dimata masyarakat yang tinggal disekitar hutan mangrove.
Tidak semua air yang terdapat di alam layak dikonsumsi. Agar dapat layak dikonsumsi, diperlukan upaya pengelolahan air. Upaya pengelolaan air pada hakikatnya adalah memenuhi kebutuhan dengan mengacu pada syarat kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan ekonomis. Air laut memiliki kadar garam sekitar 33.000 mg/lt, sedangkan kadar garam pada air payau berkisar 1000-3000 mg/lt. Air minum tidak boleh mengandung garam lebih dari 400 mg/lt. Agar air laut atau air payau bisa dikonsumsi sebagai air minum maka perlu proses pengelolahan terlebih dahulu. Pengolahan air laut tersebut menjadi air minum pada dasarnya adalah menurunkan kadar garam samapai dengan konsentrasi kurang dari 400 mg/lt (Rizaldi, 2011).
Air laut merupakan air yang berasal dari laut, memiliki rasa ain, dan memiliki kadar garam (salinitas) yang tinggi. Rata-rata air laut di dunia memiliki salinitas sebesar 35, hal ini berarti untuk setiap satu liter air laut terdapat 35 gram garam yang terlarut didalamnya. Kandungan garam-garam utama yang terkandung dalam air laut antara lain klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), Kalsium(1%), potasium (1%), dan sisanya (kurang dari !%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium, dan florida. Keberadaan garam-graman ini mempengaruhi sifat fisis air laut seperti densitas, kompresibilitas, dan titik beku ( Homig, 1978).
Evapotanspirasi potensial (Etp) sebagaimana telah dikemukakan oleh Penman (dalam Chang 1974), merupakan laju evapotranspirasi dari tanaman pendek yang menutupi tanah secara sempurna, tinggi yang seragam, dan berada dalam keadaan cukup air. Definisi ini disamping dimaksudkan untuk memaksimumkan laju evapotranspirasi sehingga didapatkan nilai potensialnya, juga mempunyai implikasi bahwa Etp hanya ditentukan oleh faktor iklim (Handoko, 1991).
Alat desalinator air laut tipe evaporasi dengan ukuran panjang 100 cm, lebar 60 cm, dan tinggi 100 cm mampu menghasilkan 93 ml air tawar per hari. Hasil tersebut diperoleh ketika radiasi yang dipancarkan matahari mencapai 398 cal/cm2/hari. Radiasi surya yang menimpa desalinator mempengaruhi total volume destilat yang dihasilkan. Semakin tinggi radiasi surya yang dapat diserap oleh air laut menyebabkan suhu air laut semakin tinggi. Jika suhu air laut semakin tinggi makan pergerakan molekul didalamnya semakin cepat dan terjadi tumbukan antar molekul, sehingga akan semakin mempercepat proses perpindahan massa dari cairan ke gas ( penguapan) (Meinawati, 2010)
Pembuatan Prototipe : Project E. (flowchart disajikan dalam gambar 1)
1. Pengukuran alumunium ( ukuran 10; 6 buah, 20 cm; 30 buah, 100 cm;6 buah dan 40 cm;12 buah).
2. Pengukuran kaca ( 20x100 cm; 6buah, 40x10; 12buah, 20x20; 3 buah, 60x60; 1 buah)
3. Dipotong sesuai ukuran yang telah dibuat menggunakan gergaji besi dan pemotong kaca
4. Disambung antara alumunium dengan kaca menggunakan baut yang telah disediakan dengan bentuk dasar segienam .
5. Diberi Lem antara sela-sela kaca dengan alumunium yang ada sehingga tidak bisa dilewati oleh air.
Pengujian prototype: Project E.
1. Proses pengujian dilakukan di siang hari dengan bantuan sinar matahari.
2. Dimasukkan lumpur yang telah disediakan kedalam prototipe sebagai media tumbuh tanaman mangrove.
3. Dimasukkan tanaman mangrove jenis avicennia
4. Dihitung salinitas air laut sebelum dimasukkan kedalam prototipe
5. Dimasukkan air laut kedalam prototipe kemudian tunggu selama 4-5 jam
6. Di hitung jumlah air dan salinitas dari hasil evapotranspirasi tanaman avicennia
7. Keluarkan tanaman avicennia
8. Dimasukkan tanaman mangrove jenis bruguiera
9. Dihitung salinitas air laut sebelum dimasukkan kedalam prototipe
10. Dimasukkan air laut kedalam prototipe kemudian tunggu selama 4-5 jam
11. Di hitung jumlah air dan salinitas dari hasil evapotranspirasi tanaman bruguiera
12. Keluarkan tanaman bruguiera
13. Dimasukkan tanaman mangrove jenis rhizophora
14. Dihitung salinitas air laut sebelum dimasukkan kedalam prototipe
15. Dimasukkan air laut kedalam prototipe kemudian tunggu selama 4-5 jam
16. Di hitung jumlah air dan salinitas dari hasil evapotranspirasi jenis rhizophora
17. Keluarkan tanaman
Analisis dan penentuan jenis tanaman yang akan digunakan
1. Dimasukkan hasil perhitungan jumlah air hasil evapotranspirasi yang dihasilkan masing-masing tanaman kedalam data.
2. Dimasukkan hasil perhitungan salinitas air hasil evapotranspirasi yang dihasilkan masing-masing tanaman kedalam data
3. Dilihat jenis tanaman yang memiliki perbedaan yang signifikan dari jumlah air dan kualitas air dimana air hasil evapotranspirasi memiliki kadar garam yang mendekati nol.
4. Diambil kesimpulan jenis tanaman yang baik untuk digunakan
Handoko. 1991. Pendugaan Hasil Menggunakan Indeks Iklim. Di dalam
Kapita Selekta dalam Agroklimatologi. Jakarta: Dirjen-Dikti Depdikbud.
Homig, H. E. 1978. Seawater and Seawater Distillation, Vulkan-Verlag.
Universitas of California. 202 h.
Meinawati, R. 2010. Rancang Bangun Desalinator Air Laut Tipe Evaporasi.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 50 h.
Rizaldi, R.H. 2011. Rancang Bangun Alat Pemisah Garam dan Air Tawar dengan
Menggunakan Energi Matahari. . Institut Pertanian Bogor. Bogor
0
2.9K
17


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan