Malam agan dan aganwati, fffiiuhhhhh ....... setelah bertapa, dan berpikir long long time....akhirnya aku mutusin juga buat share sesuatu disini (ckckc! lebay! lebay!)
(masalahnya kalaupun buka kaskus, biasanya mangkal di FJB bukan disini tentunya dengan ID yang lain

whwhheeheee

)
oke to the point, perkenalkan... aku N, seorang sekretaris disalah satu perusahaan consumer goods di ibukota jawabarat. gadis yang baru usia dua ( msh disebut muda belia ga ya?

ckckckckc!) yang hobi baca buku. aku mau share (mungkin beberapa) pengalaman hidup, tapi mungkin ceritanya nanti agak 'kolase' ; alurnya bisa maju bisa mundur (tergantung daya ingat dan situasi,

) semoga ga bikin pusing ya
Sedikit cerita, sebetulnya kisah ini mau tadinya mau diangkat ke bahan tulisan aku ma temen (kita ada 'proyek' kecil). tapi akhirnya niat itu aku urungin, karena kita sepakat ganti tema. makanya sekarang milih buat ngeshare itu disini aja ( karena dpikir-pikir sayang juga kalo cuma masuk recycle bin

)
aku juga ga janji rajin update ya agan-aganwati sekalian (sekali lagi,tergantung situasi dan kondisi)
oke langsung mulai aja,
Quote:
Bandung, 29 April
Ayam berkokok lebih pagi. Kulihat jarum jam masih menunjukan pukul setengah dua. Angin menelusuri tengkukku, udara semakin dingin. Sesekali kudengar hansip memukul-mukul kentongan tanda sedang berpatroli malam. Ku kibaskan selimut, sebentar aku duduk melamun, menghela nafas panjang. Ya Tuhan aku bermimpi lagi.
Kuputuskan keluar dari kamar, menuju kamar ibu. Kutempelkan telingaku di pintu kamarnya. Ia sudah nyenyak tidur, gumamku dalam hati. Pelan-pelan aku menuju kamar mandi, Kukunci diri. Dibalik daun pintu, kusandarkan badanku. Pikiranku jauh menerawang ke masa lalu. Mimpi itu , lelaki itu , kenapa datang lagi? Tanpa kusadari pipiku sudah basah. Aku terisak. Dadaku naik-turun, nafasku tersengal-sengal. Aku merasa terguncang , namun kucoba untuk tetap tak bersuara menahan diri, ku kuasai diriku sebisa mungkin dari perasaan-perasaan yang kalut.
Tak lama aku mengambil air wudhu, namun setelahnya kudapati aku sedang menstruasi. Ini membuat aku semakin gusar karena tak bisa menunaikan shalat malam. Ya shalat malam. Bila sedang begini, satu-satunya yang bisa membuatku sedikit rasional adalah bercerita dengan Tuhan. Membalut tubuh dengan mukena, memasrahkan diri diatas sejadah. Belakangan ini aku memang lebih rutin (mungkin,cenderung memaksakan diri) untuk shalat malam. Yah mungkin beginilah manusia; mereka akan sebegitu mendekati Tuhannya, saat dunia tidak berpihak kepadanya. Saat mereka merasa kehilangan kuasa bahkan untuk dirinya dirinya sendiri, mereka tak bisa melakukan apa-apa lagi atas apa yang menimpanya, barulah mereka sadar ada yang lebih Maha- Kuasa, Tuhan mereka.
Dahulu aku selalu takut jika bangun malam. Bukan takut setan. Aku takut dengan tikus. Mamalia pengerat itu bagiku sungguh sialan. Satu waktu, tengah malam dahulu aku pernah ketiduran diatas sofa ketika sedang asyik menonton televisi. Kebetulan sofa yang aku tiduri terletak didepan lemari, tempat si monster pengerat itu bermain main lalu lalang jika malam menjelang. Ketika itu aku terbangun dan dia sudah ada dihadapanku saja, sontak aku menjerit setengah sadar. Aku kaget, pun monster itu. Memang ** SENSOR **, dia malah berlari menuruni kaki jenjangku (ckckck!) yang memang lumayan panjang. Sampai sekira sebatas paha (dan pikirkan waktu itu aku memakai hotpants! betapa aku masih bisa merasakan bagaimana kenyalnya kaki-kaki mungil itu menancap menuruni kakiku, kusaksikan bulu-bulunya yang tidak sempurna sehingga kulitnya yang merah pucat sedikit lebih tampak, moncongnya yang rakus, dan sorot matanya yang....ahhh merah seperti setan seakan siap menerkamku!) refleks aku mengibaskan dia (mungkin lebih tepatnya membanting) dari pahaku. Sungguh beruntung aku-dan-sungguh sial dia karena malah terpelanting kearah kardus berlem yang diberi umpan roti oleh ibuku, jebakan yang sengaja ibuku buat untuk menangkap monster-monster sialan itu. Padahal sudah berhari-hari jebakan ibuku itu tidak berhasil, tapi monster yang satu ini malah menjemput ajalnya sendiri. Dan aku, semenjak kejadian itu, aku benci (lebih tepatnya takut karena trauma) bila melihat monster pengerat itu.
Maka dari itu, Aku punya cara sendiri untuk menyiasati agar tetap bisa shalat malam tanpa khwatir akan diganggu makhluk sialan itu. Aku selalu shalat diatas kasur tempatku tidur. Risih memang, apalagi mengingat kamarku yang juga sempit. Tapi apalah daya, dari pada aku sholat dalam ketakutan (Inilah satu kesintingan seorang manusia, mau menghadap Tuhan saja masih saja ada yang dia cemaskan.dan itu barangkali sangat tidak penting) dan malah menjadi tidak khusyuk, lebih baik aku melakukannya ditempat yang stidaknya jauh lebih aman dari ancaman monster pengerat itu, sambil berharap Tuhan mau memaklumi caraku yang ribetini.