Rabu, 1 Mei 2013 09:32 WIB
Jokowi: Relokasi Tak Bisa Ditawar
Wagub Basuki Tjahaja Purnama Diminta Bicara Lebih Santun
Dody/emf — HARIAN TERBIT


JAKARTA– Pemprov DKI Jakarta terus melakukan normalisasi Waduk Pluit dengan memberangus hunian di kawasan itu. Namun demikian, proses normalisasi itu masih terganjal sejumlah persoalan lantaran tidak semua warga bersedia direlokasi ke rumah susun (rusun).

Padahal, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo telah tegas meminta semua warga yang tinggal di area waduk untuk keluar dan direlokasi ke rusun. “Saya ogah dipindah ke rusun lantarna selama ini saya sudah bekerja di kawasan ini. Jika saya dipindah bagaimana dengan pekerjaan saya. Anak istri saya butuh makan,” kata Yanto (41), salah seorang warga Kampung Tebu di sekitar Waduk Pluit, kemarin.

Dia mengatakan meskipun di rusun disediakan segala fasilitas seperti televisi, kompor, dan lainnya tapi tetap saja itu bukan menjadi hak milik. Apalagi rusun cuma bisa gratis selama tiga bulan.

“Saya membangun rumah di sini bukan dengan daun papaya, tapi dengan uang bergambar Soekarno yang laku di seluruh Indonesia. Masa saat digusur tidak dapat apa-apa?” kata dia.

Dia pun bersama warga lainnya mengaku akan tetap bertahan dan menghadang petugas atau alat berat yang akan membongkar hunian mereka. “Kami siap menghadang aparat dan alat berat,” kata Sueb (42), warga lainnya.

Gubernur DKI Jakarta Jokowi menegaskan proses relokasi warga di Waduk Pluit bersifat mutlak. Fungsi Waduk Pluit akan dikembalikan sebagai waduk terbesar di Jakarta untuk mengontrol risiko banjir dan ketersediaan sumber air cadangan. “Relokasi enggak bisa ditawar, nanti kita komunikasikan. Dalam proses seperti ini, memang harus ada dialog,” kata Jokowi.

Mantan Wali Kota Surakarta ini menjelaskan proses relokasi akan diimbangi dengan solusi permanen. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun rumah susun di Marunda dan Muara Baru, Jakarta Utara, sebagai tempat baru bagi warga Waduk Pluit asalkan mereka mau direlokasi.

JANGAN SOK KETUS

Sebelumnya, Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sempat kesal dengan ulah warga Waduk Pluit yang menolak untuk direlokasi ke rumah susun Muara Baru. Menurut Ahok, permintaan warga Waduk Pluit mengada-ada, sebab tanah tersebut adalah milik negara.

“Dikasih rumah nggak mau. Kasih rusun, nggak mau. Maunya rumah yang rata. Ya kalau miskin tahu dirilah,” ketus Ahok, di Balaikota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Senin (29/4) kemarin.

Pernyataan ketus Ahok tersebut mendapat reaksi keras dari anggota DPRD DKI Ahmad Husen Alaydrus. Politisi Partai Demokrat ini minta Ahok bisa lebih santun dalam bicara. Sebagai Wagub dia harusnya lebih mengemukakan dialog seperti Gubernur Jokowi.

Husin dapat memahami keinginan pemerintah daerah menormalisasikan Waduk Pluit untuk mencegah terjadinya banjir Jakarta. "Tapi Wagub Ahok itu kalau ngomong ya jangan nyakiti hati rakyatlah. Ya kalau mau ditarik garisnya kan perumahan di Pluit dan Pantai Indah Kapuk (PIK) juga harus dinormalkan. Itu dulunya daerah resapan air yang sekarang jadi perumahan elit yang juga memberi konstribusi besar terhadap banjir,” tegas Ahmad Husin pada Harian Terbit Rabu (1/5).

Area Waduk Pluit awalnya memiliki luas 80 hektar. Saat ini, wilayahnya menyusut hingga tersisa 60 hektar akibat banyaknya warga yang mendirikan bangunan secara ilegal di lokasi tersebut. Kedalaman waduk juga terkena imbas, saat ini hanya sekitar dua meter dari kedalaman ideal di atas lima meter.

Akibatnya saat setiap kali memasuki musim hujan, waduk tidak mampu menampung debit air yang berada di Waduk Pluit. Buntutnya air meluber dan banjir.

Source

Inilah momen yang ditunggu-tunggu Alaydrus.

Video untuk lebih mengenal Alaydrus sang wakil rakyat dari Demokrat.