Orang Miskin Dilarang 'Nyaleg'
Perebutan kursi Dewan membutuhkan biaya semakin mahal. Dengan sistem proporsional terbuka, calon legislator akan beradu popularitas. Pemilik kursi Senayan akan ditentukan oleh perolehan suara setiap calon. Walhasil, pertarungan antarcalon dalam satu partai pun bakal terjadi.
Majalah Tempo edisi Senin 29 April 2013 mengulas soal ongkos permak para kandidat. Jorjoran duit buat kampanye, menurut Wakil Ketua DPR Pramono Anung, tak bisa dibendung lagi pada Pemilu 2014. Besaran itu bisa naik 2-3,5 kali lipat dibandingkan dengan keperluan Pemilu 2009.
Angka tersebut didapat Pramono ketika mewawancarai 23 anggota Dewan dalam penyusunan disertasinya. "Dari Rp 800 juta pada 2009 menjadi Rp 1,2-2 miliar untuk tahun 2014. Ini biaya besar," kata Pramono, yang mencalonkan diri lagi.
Ini Perkiraan keperluan dana calon legislator, menurut penelitian disertasi doktoral Pramono Anung:
# Artis, Olahragawan, Tokoh Agama: Rp 250-800 juta
# Aktivis dan Aktivis Partai: Rp 600 juta-1,4 miliar
# Birokrat, Pensiunan TNI/Polri: Rp 1-2 miliar
# Pengusaha dan Profesional: Rp 1,5-6 miliar
Aneka Pengeluaran
1. Transportasi ke daerah pemilihan
2. Akomodasi di daerah pemilihan
3. Transportasi blusukan/kunjungan
4. Kaus, spanduk, baliho, alat peraga kartu suara (3/4 bpp)*
5. Bantuan sosial
6. Pengumpulan massa
7. Iklan di media massa lokal dan nasional
8. Biaya saksi
Menurut Pramono, kenaikan gila-gilaan ongkos ke Senayan ini merupakan konsekuensi sistem proporsional terbuka. Dengan sistem nomor urut pada pemilu sebelumnya, kampanye bersama para calon satu partai dalam satu daerah pemilihan biasa dilakukan. Semua serempak memenangkan suara partai. Kini calon dari partai yang sama bisa saling sikut
SUMBER..........