- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sahabat Saya Si A Boen
TS
Fikrijember
Sahabat Saya Si A Boen
NO
Sebenarnya kisah ini udah lama ane baca, sungguh menginspirasi dan memotivasi diri agar tidak takut untuk berubah, tujuan saya membuat thread adalah agar lebih banyak orang mendapat inspirasi dan motivasi dari kisah ini.
Silahkan disimak kisahnya, cekidot...
Denganmemperhitungkan untung ruginya, rasanya kita perlu sesekali menempuh bahaya atau mengambil resiko yang besar. Banyak orang yang bilang; “Lo harus berani ambil resiko kalo mau hidup lo berubah. Mungkin perubahan yang lo peroleh ga lebih baik…tapi minimal berubah kan?” Perubahan itu tetap punya arti daripada lo menjalani hidup rutinitas yang sepi-sepi aja.
Cuma masalahnya, berapa banyak orang di indonesia yang berani ambil resiko? Orang kita lebih suka ambil jalan aman dan tinggal di zona nyaman. Pemahaman seperti itu sudah berakar dari generasi ke generasi. Salah satu contoh yang paling melegenda adalah menjadi pegawai negeri. Mengapa generasi orangtua kita dulu pengen banget jadi pegawai negeri. Karena uang pensiunnya bisa menghidupkan keluarganya walaupun dia sudah meninggal. Attitude orang kita masih seperti itu. Penakut!
Beda banget dengan orang cina. Orang cina sangat ngotot kalau ada yang ingin dicapainya. Mereka berani ambil resiko sebesar apapun untuk mewujudkan kemauan itu. Saya punya teman baik namanya Cia Boen Hay. Biasa dipanggil Si A Boen. Sebenarnya saya jarang banget ketemu dia, tapi di situlah keunikannya. Setiap kali ketemu, dia selalu berubah-ubah profesi dan berubah-ubah penampilan.
Suatu kali saya ketemu dia dengan mobil mewah BMW seri terbaru dan pakaian perlente di sebuah Mall di Jakarta Selatan. Lalu kami pun ngopi bareng dan bertukar kartu nama. Dia bercerita kalau dia sekarang bisnis kayu di Kalimantan. Selain punya rumah di sana, dia juga beli 2 rumah di Bintaro Jakarta dan satu apartemen. Mumpung bisnisnya lagi sukses besar, katanya. Saya kagum sama keberhasilannya. Lalu kami hilang kontak lagi.
Beberapa tahun kemudian, saya ketemu lagi Si A Boen di Mangga dua. Kali ini dia pakaiannya lusuh banget dan keliatan tidak terurus. Dan yang lebih parah, katanya, dia ke Mangga Dua naik ojek dari rumah kontrakannya. Loh Boen? Ke mana rumah, apartment dan mobilnya? A Boen cerita gara-gara krismon bisnisnya hancur lebur. Dia kelilit utang sehingga semua hartanya terpaksa dijual. Sekarang dia kontrak rumah petak di bilangan Kebon Sayur Kota. Kebon Sayur? Saya ga pernah denger daerah itu. Sayangnya, karena dia keliatannya lagi buru-buru, kami jadi ga sempat ngopi. Lalu kami berpisah lagi.
Nah ini yang paling aneh. Ga sampe 2 tahun kemudian, saya ketemu dia lagi di Plaza Semanggi. Perlente lagi, ganteng lagi dan dengan mobil mewah lagi, Jaguar Bok! Gila ga tuh anak? Dan kami ngopi lagi di Gloria Jeans Café, di salah satu pojokan Mall itu. A Boen mulai bercerita ke saya bagaimana dia bisa bangkit lagi.
“Lu inget ga waktu kita ketemu di Mangga Dua?” A Boen membuka percakapan.
“Iya inget. Lo dekil banget waktu itu.” sahut saya sambil mengaduk kopi saya dengan batang kayu manis.
“Nah waktu itu gua (Dia selalu bilang ‘Gua’ bukannya ‘Gue’) lagi usaha pinjem duit Rp 2 M sama tauke kaen di sono. Soalnya gua ada bisnis cengkeh sama orang Medan, jadi gua butuh modal.”
“Eh? Lo lagi kayak gembel gitu mau pinjem uang 2 M? Mana dikasih?” tanya saya terheran-heran.
“Emang rada lama sih, tapi akhirnya dikasih juga.”
“Wah hebat! Gimana caranya Boen? Lo hipnotis ya dia?”
“Pertama gue bilang mau pinjem uang Rp 10 juta. Gua bilang paling lama sebulan gue balikin uang sekalian bunganya. Tapi baru 2 minggu gua balik lagi ke sono balikin uangnya Rp 2o juta. Gua bilang soalnya bisnis gua lagi bagus.”
“Lo balikin dua kali lipat? Rugi dong?”
“Besoknya, gua balik lagi terus pinjem uang Rp 50 juta. Gua bilang lagi paling lama sebulan gue balikin uangnya sama bunganya. Baru 2 minggu gua balik lagi ke sono terus gua balikin uangnya Rp 100 juta. Gua bilang lagi soalnya bisnis gua bagus banget.”
“Wah parah lo Boen. Apa ga rugi tuh?”
“Nah kan dia jadi percaya sama gua. Begitu gua pinjem Rp 2 M langsung dikasih.”
“Pastilah dia percaya. Soalnya pas lo pinjem Rp 10 juta sama Rp 50 juta, terbukti bisnis lo berhasil kan?”
“Gua ga ada bisnis waktu itu. Itu bisa-bisanya gua aja. Padahal itu sisa tabungan gua di Bank.” kata A Boen lagi.
“Gila! Jadi lo ngeluarin uang ratusan juta cuma buat dia bikin percaya sama lo doang?”
“Orang Cina sangat menjunjung kepercayaan. Mereka ga mudah percaya sama orang, tapi kalo udah percaya jadinya asyik. Kita banyak peluang berbisnis sama mereka. Kita jadi bisa masuk ke network mereka. Berkat pinjaman uang itu, gua bisa bangkit lagi. Bisnis cengkeh gua udah diekspor ke berbagai negara.”
Saya kagum bukan main sama Si A Boen ini. Ketika berpisah dia memberikan kartu namanya lagi. Setiap kali kita ketemu, kartu namanya selalu berubah. Sedangkan saya? Kartu namanya ya itu-itu melulu dengan jabatan yang itu-itu juga. Saya baca kartu namanya : Sekarang rumahnya di Pondok Indah. Fuiiihhh…dari Bintaro dengan BMW berubah jadi Kebon Sayur dengan Ojek, lalu berubah lagi ke Pondok Indah dengan Jaguar…unik sekali ya Si A Boen ini.
Beranikah kalian berpindah-pindah profesi seperti Si A Boen? Beranikah Anda mengambil resiko senekat dia? Ga berani kan? Sama! Saya juga ga berani hehehehehe. Makanya saya selalu kagum sama orang yang berani melakukan perubahan drastis, berganti profesi dan mengambil tindakan penuh resiko. Secara umum, tindakan seperti itu memang dimiliki oleh orang cina. Walaupun demikian, saya pikir kita perlu melakukannya juga. Ga perlu seheboh Si Aboen. Sesekali mempertaruhkan hidup akan membuat dunia ini jadi lebih berwarna.
Who wants to be a millionaire
Contohmenarik lainnya adalah adalah acara ‘Who wants to be a millionaire.’ Di Indonesia belom pernah ada yang (boro2 dapet) sampai ke pertanyaan berhadiah Rp 1 milyar. Sedangkan di Cina? Sudah beberapa orang yang memperolehnya. Kenapa? Kembali ke masalah attitude.
Orang cina umumnya berani ambil resiko dan suka berjudi. Buat mereka, ikut acara Who wants to be a millionaire adalah kesempatan emas untuk berjudi tanpa modal. Pesertanya mempunyai pemahaman bahwa ‘adalah wajar kalau gue dateng ga bawa apa-apa dan pulang juga ga bawa apa-apa.’ Buat mereka, berjudi tanpa modal sampai bisa dapet Rp 1 milyar adalah rejeki nomplok dan sangat bodoh bila berhenti di tengah jalan. Ngapain berenti? Orang kitanya ga keluar uang sama sekali kok? Begitu piker mereka barangkali.
Lucunya seringkali mereka tersisih di babak awal padahal belum menggunakan sarana bantuan satu pun (50 - 50, phone a friend etc). Walaupun pertanyaannya susah, walaupun ga tau jawabannya, tetep aja mereka ga mau pake bantuan. Kenapa? Karena mereka mau pake bantuan itu buat nanti, kalo udah sampai di pertanyaan-pertanyaan terakhir. Buat mereka memilih satu dari 4 jawaban, peluangnya tetap besar. 25% kemungkinan menjawab benar, buat mereka sangat layak untuk dicoba.
Beda banget kan sama di Indonesia? Di sini kalo udah dapet Rp 32 juta di titik aman pertama, langsung bawaannya pengen berenti. Mereka sayang untuk mempertaruhkan Rp 32 juta yang sudah di tangan, apalagi kalo 3 bantuan sudah dipake semuanya.
Dengan uang Rp 32 juta itu, mereka sudah membayangkan banyak manfaat yang bisa diperoleh. Menyekolahkan anak, menikahkan adik, pergi ke Bali bersama keluarga atau bisa juga dijadikan modal usaha, pokoknya banyaklah. Belum lagi saudara-saudaranya yang ikut menyarankan untuk berhenti saja.
Itu sebabnya Orang kita udah girang kalo udah dapet uang sejumlah itu. Wajahnya penuh tawa kepuasan seakan-akan tahap yang telah dilaluinya itu adalah puncak dari segala kemenangan. Bayangkan! Beberapa waktu kemudian acara ‘Who wants to be a millionaire’ hadiah utamanya dinaikkan menjadi Rp 3 M. Titik aman keduanya sudah Rp 100 juta. Saya yakin sampai kapan pun ga akan pernah ada orang kita yang akan mendapatkan hadiah utama.
Keliatan kan perbandingannya? Buat orang indonesia resikonya terlalu besar untuk kehilangan Rp 32 juta. Sedangkan bagi peserta di Cina, kehilangan Rp 500 juta untuk memenangkan Rp 1 milyar tidak ada resikonya. Kalau menang ya dapet satu milyar. Kalo kalah ya kembali ke filosofi di atas: ‘Adalah wajar kalo gue dateng ga bawa apa2 dan pulang juga ga bawa apa2.”
Sumber
Semoga kisah ini mampu menginspirasi agan dimanapun berada,
n sebagai apresiasinya, mohon
moga manfaat.
Spoiler for Bukti:
Sebenarnya kisah ini udah lama ane baca, sungguh menginspirasi dan memotivasi diri agar tidak takut untuk berubah, tujuan saya membuat thread adalah agar lebih banyak orang mendapat inspirasi dan motivasi dari kisah ini.
Spoiler for Please:
Silahkan disimak kisahnya, cekidot...
Spoiler for kisah si aboen:
Denganmemperhitungkan untung ruginya, rasanya kita perlu sesekali menempuh bahaya atau mengambil resiko yang besar. Banyak orang yang bilang; “Lo harus berani ambil resiko kalo mau hidup lo berubah. Mungkin perubahan yang lo peroleh ga lebih baik…tapi minimal berubah kan?” Perubahan itu tetap punya arti daripada lo menjalani hidup rutinitas yang sepi-sepi aja.
Cuma masalahnya, berapa banyak orang di indonesia yang berani ambil resiko? Orang kita lebih suka ambil jalan aman dan tinggal di zona nyaman. Pemahaman seperti itu sudah berakar dari generasi ke generasi. Salah satu contoh yang paling melegenda adalah menjadi pegawai negeri. Mengapa generasi orangtua kita dulu pengen banget jadi pegawai negeri. Karena uang pensiunnya bisa menghidupkan keluarganya walaupun dia sudah meninggal. Attitude orang kita masih seperti itu. Penakut!
Beda banget dengan orang cina. Orang cina sangat ngotot kalau ada yang ingin dicapainya. Mereka berani ambil resiko sebesar apapun untuk mewujudkan kemauan itu. Saya punya teman baik namanya Cia Boen Hay. Biasa dipanggil Si A Boen. Sebenarnya saya jarang banget ketemu dia, tapi di situlah keunikannya. Setiap kali ketemu, dia selalu berubah-ubah profesi dan berubah-ubah penampilan.
Suatu kali saya ketemu dia dengan mobil mewah BMW seri terbaru dan pakaian perlente di sebuah Mall di Jakarta Selatan. Lalu kami pun ngopi bareng dan bertukar kartu nama. Dia bercerita kalau dia sekarang bisnis kayu di Kalimantan. Selain punya rumah di sana, dia juga beli 2 rumah di Bintaro Jakarta dan satu apartemen. Mumpung bisnisnya lagi sukses besar, katanya. Saya kagum sama keberhasilannya. Lalu kami hilang kontak lagi.
Beberapa tahun kemudian, saya ketemu lagi Si A Boen di Mangga dua. Kali ini dia pakaiannya lusuh banget dan keliatan tidak terurus. Dan yang lebih parah, katanya, dia ke Mangga Dua naik ojek dari rumah kontrakannya. Loh Boen? Ke mana rumah, apartment dan mobilnya? A Boen cerita gara-gara krismon bisnisnya hancur lebur. Dia kelilit utang sehingga semua hartanya terpaksa dijual. Sekarang dia kontrak rumah petak di bilangan Kebon Sayur Kota. Kebon Sayur? Saya ga pernah denger daerah itu. Sayangnya, karena dia keliatannya lagi buru-buru, kami jadi ga sempat ngopi. Lalu kami berpisah lagi.
Nah ini yang paling aneh. Ga sampe 2 tahun kemudian, saya ketemu dia lagi di Plaza Semanggi. Perlente lagi, ganteng lagi dan dengan mobil mewah lagi, Jaguar Bok! Gila ga tuh anak? Dan kami ngopi lagi di Gloria Jeans Café, di salah satu pojokan Mall itu. A Boen mulai bercerita ke saya bagaimana dia bisa bangkit lagi.
“Lu inget ga waktu kita ketemu di Mangga Dua?” A Boen membuka percakapan.
“Iya inget. Lo dekil banget waktu itu.” sahut saya sambil mengaduk kopi saya dengan batang kayu manis.
“Nah waktu itu gua (Dia selalu bilang ‘Gua’ bukannya ‘Gue’) lagi usaha pinjem duit Rp 2 M sama tauke kaen di sono. Soalnya gua ada bisnis cengkeh sama orang Medan, jadi gua butuh modal.”
“Eh? Lo lagi kayak gembel gitu mau pinjem uang 2 M? Mana dikasih?” tanya saya terheran-heran.
“Emang rada lama sih, tapi akhirnya dikasih juga.”
“Wah hebat! Gimana caranya Boen? Lo hipnotis ya dia?”
“Pertama gue bilang mau pinjem uang Rp 10 juta. Gua bilang paling lama sebulan gue balikin uang sekalian bunganya. Tapi baru 2 minggu gua balik lagi ke sono balikin uangnya Rp 2o juta. Gua bilang soalnya bisnis gua lagi bagus.”
“Lo balikin dua kali lipat? Rugi dong?”
“Besoknya, gua balik lagi terus pinjem uang Rp 50 juta. Gua bilang lagi paling lama sebulan gue balikin uangnya sama bunganya. Baru 2 minggu gua balik lagi ke sono terus gua balikin uangnya Rp 100 juta. Gua bilang lagi soalnya bisnis gua bagus banget.”
“Wah parah lo Boen. Apa ga rugi tuh?”
“Nah kan dia jadi percaya sama gua. Begitu gua pinjem Rp 2 M langsung dikasih.”
“Pastilah dia percaya. Soalnya pas lo pinjem Rp 10 juta sama Rp 50 juta, terbukti bisnis lo berhasil kan?”
“Gua ga ada bisnis waktu itu. Itu bisa-bisanya gua aja. Padahal itu sisa tabungan gua di Bank.” kata A Boen lagi.
“Gila! Jadi lo ngeluarin uang ratusan juta cuma buat dia bikin percaya sama lo doang?”
“Orang Cina sangat menjunjung kepercayaan. Mereka ga mudah percaya sama orang, tapi kalo udah percaya jadinya asyik. Kita banyak peluang berbisnis sama mereka. Kita jadi bisa masuk ke network mereka. Berkat pinjaman uang itu, gua bisa bangkit lagi. Bisnis cengkeh gua udah diekspor ke berbagai negara.”
Saya kagum bukan main sama Si A Boen ini. Ketika berpisah dia memberikan kartu namanya lagi. Setiap kali kita ketemu, kartu namanya selalu berubah. Sedangkan saya? Kartu namanya ya itu-itu melulu dengan jabatan yang itu-itu juga. Saya baca kartu namanya : Sekarang rumahnya di Pondok Indah. Fuiiihhh…dari Bintaro dengan BMW berubah jadi Kebon Sayur dengan Ojek, lalu berubah lagi ke Pondok Indah dengan Jaguar…unik sekali ya Si A Boen ini.
Beranikah kalian berpindah-pindah profesi seperti Si A Boen? Beranikah Anda mengambil resiko senekat dia? Ga berani kan? Sama! Saya juga ga berani hehehehehe. Makanya saya selalu kagum sama orang yang berani melakukan perubahan drastis, berganti profesi dan mengambil tindakan penuh resiko. Secara umum, tindakan seperti itu memang dimiliki oleh orang cina. Walaupun demikian, saya pikir kita perlu melakukannya juga. Ga perlu seheboh Si Aboen. Sesekali mempertaruhkan hidup akan membuat dunia ini jadi lebih berwarna.
Who wants to be a millionaire
Spoiler for who want to be millionaire:
Contohmenarik lainnya adalah adalah acara ‘Who wants to be a millionaire.’ Di Indonesia belom pernah ada yang (boro2 dapet) sampai ke pertanyaan berhadiah Rp 1 milyar. Sedangkan di Cina? Sudah beberapa orang yang memperolehnya. Kenapa? Kembali ke masalah attitude.
Orang cina umumnya berani ambil resiko dan suka berjudi. Buat mereka, ikut acara Who wants to be a millionaire adalah kesempatan emas untuk berjudi tanpa modal. Pesertanya mempunyai pemahaman bahwa ‘adalah wajar kalau gue dateng ga bawa apa-apa dan pulang juga ga bawa apa-apa.’ Buat mereka, berjudi tanpa modal sampai bisa dapet Rp 1 milyar adalah rejeki nomplok dan sangat bodoh bila berhenti di tengah jalan. Ngapain berenti? Orang kitanya ga keluar uang sama sekali kok? Begitu piker mereka barangkali.
Lucunya seringkali mereka tersisih di babak awal padahal belum menggunakan sarana bantuan satu pun (50 - 50, phone a friend etc). Walaupun pertanyaannya susah, walaupun ga tau jawabannya, tetep aja mereka ga mau pake bantuan. Kenapa? Karena mereka mau pake bantuan itu buat nanti, kalo udah sampai di pertanyaan-pertanyaan terakhir. Buat mereka memilih satu dari 4 jawaban, peluangnya tetap besar. 25% kemungkinan menjawab benar, buat mereka sangat layak untuk dicoba.
Beda banget kan sama di Indonesia? Di sini kalo udah dapet Rp 32 juta di titik aman pertama, langsung bawaannya pengen berenti. Mereka sayang untuk mempertaruhkan Rp 32 juta yang sudah di tangan, apalagi kalo 3 bantuan sudah dipake semuanya.
Dengan uang Rp 32 juta itu, mereka sudah membayangkan banyak manfaat yang bisa diperoleh. Menyekolahkan anak, menikahkan adik, pergi ke Bali bersama keluarga atau bisa juga dijadikan modal usaha, pokoknya banyaklah. Belum lagi saudara-saudaranya yang ikut menyarankan untuk berhenti saja.
Itu sebabnya Orang kita udah girang kalo udah dapet uang sejumlah itu. Wajahnya penuh tawa kepuasan seakan-akan tahap yang telah dilaluinya itu adalah puncak dari segala kemenangan. Bayangkan! Beberapa waktu kemudian acara ‘Who wants to be a millionaire’ hadiah utamanya dinaikkan menjadi Rp 3 M. Titik aman keduanya sudah Rp 100 juta. Saya yakin sampai kapan pun ga akan pernah ada orang kita yang akan mendapatkan hadiah utama.
Keliatan kan perbandingannya? Buat orang indonesia resikonya terlalu besar untuk kehilangan Rp 32 juta. Sedangkan bagi peserta di Cina, kehilangan Rp 500 juta untuk memenangkan Rp 1 milyar tidak ada resikonya. Kalau menang ya dapet satu milyar. Kalo kalah ya kembali ke filosofi di atas: ‘Adalah wajar kalo gue dateng ga bawa apa2 dan pulang juga ga bawa apa2.”
Sumber
Semoga kisah ini mampu menginspirasi agan dimanapun berada,
n sebagai apresiasinya, mohon
Spoiler for please:
moga manfaat.
Diubah oleh Fikrijember 24-04-2013 15:46
0
1.7K
Kutip
8
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan