- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Belajar Hidup dari seorang Taspirin


TS
firzasan
Belajar Hidup dari seorang Taspirin
Assalam alaekum gan .. 
Perkenal kan ane Firza, TS Thread ini
Ah lama kalau ane ngomong terus .. Langsung aja gan Bukti ane gw Repost
No repsol kan
nah no Cingcong Langsung aja
Quote:
Tasripin tak kuasa menahan air mata jatuh dari pelupuk matanya. Bocah 13 tahun yang harus menanggung beban sebagai kepala keluarga untuk membiayai hidup tiga adiknya ini sedih sekaligus terharu. Tangannya gemetar saat menerima sebuah amplop coklat besar berisi lembaran uang tunai. Komandan Kodim 0701 Banyumas memeluk Taspirin erat. Tangisnya meledak. Semakin menjadi.
Jumat siang,19 April 2013, mungkin jdi bagian catatan bersejarah hidup Taspirin. Dia tak pernah menyangka, orang nomor satu di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhyono, mengutus staf khususnya utk memberikan bantuan kepadanya. Ya, amplop coklat itu titipan bantuan dari SBY.
"Saya datang siang ini sebagai utusan presiden. Bantuan ini diharapkan dapat digunakan untuk melanjutkan sekolah dan mencukupi kebutuhan Tasripin. Pemerintah Provinsi diharapkan ikut memperhatikan nasib bocah ini," kata Haryanto, Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi.
Haryanto tak hanya mampir ke rumah Tasripin untuk mengantarkan amplop layaknya kurir. Nmun dia dan rombongan juga memantau kondisi rumah Tasripin yg kini sdah jauh brbeda ketimbang sebelumnya setelah diperbaiki.
Rumah papan yg pengap sudah menjadi lebih terang dan banyak ventilasi. Lantai juga sudah disemen ulang. Dinding rumahnya kini dicat warna hijau muda dipadu hijau tua. Lingkungan sekitar rumahnya pun tampak sangat bersih. Tak ada lagi semak-semak tinggi.
Tak sedikit pun kata keluar dari mulut Tasripin saat melihat penampilan baru rumahnya. Ia terhenyak. Seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Dengan ekspresi wajah lugu, Tasripin dan ketiga adiknya melangkah masuk ke dalam rumah. Mereka kemudian menoleh ke kiri dan ke kanan. Seakan tengah mengingat-ingat rupa ruang-ruang itu sebelumnya. Sejumlah furnitur telah melengkapi ruang demi ruang di rumah itu. Sumbangan dari para donatur.
SBY menepati janjinya. Sebelumnya, dalam akun Twitter @SBYudhoyono Kamis 18 April 2013, sekitar pukul 10.30, ia menanggapi kisah kegigihan Tasripin dalam memenuhi kebutuhan hidup adik-adiknya, setelah masyarakat dan pengguna internet melaporkan informasi itu. SBY merespons informasi tersebut dan menyatakan akan mengutus stafnya untuk bekerja sama dengan Gubernur Jawa Tengah dalam mengatasi persoalan Tasripin.
Respons SBY pada kondisi Tasripin berbuah baik. Sejumlah bantuan datang silih berganti meringankan hidupnya, termasuk memperbaiki rumahnya di Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah.
Sedikitnya 40 anggota KODIM 0701 Banyumas dikerahkan untuk memperbaiki dan membangun rumah Tasripin yang sudah tak layak huni. Proses pembangunan dipimpin langsung oleh Komandan KODIM 0701 Banyumas, Letkol Infantri Helmi Tachejadi. Untuk merenovasi rumah Tasripin, para anggota TNI ini rela melakukan iuran.
Rumah Tasripin di kaki Gunung Slamet ini memang jauh dari standar kelayakan. Beda dengan rumah sebelahnya yang berlantai keramik dan bertembok, rumah yang ditempati Tasripin dan adik-adiknya terbuat dari papan berukuran sekitar 5 meter x 6 meter. Hanya 2 kursi panjang dan satu meja kayu yang menjadi perabot diruang yg lantainya beralaskan semen pecah-pecah itu. Ruangan di rumah itu pengap.
Tasripin dan ketiga adiknya, Dandi (7), Riyanti (6), dan Daryo (4), tidur di dipan kayu beralaskan karpet plastik. Ketika malam datang, dinginnya angin gunung menelusup masuk melalui celah papan rumahnya, mereka hanya berselimutkan sarung.
'Diungsikan' ke hotel mewah
Quote:
Selama menunggu proses 'bedah rumah' rampung, Tasripin dan ketiga adiknya diboyong oleh Komandan Kodim 0701 Banyumas ke sebuah hotel berbintang di Kota Purwokerto. Tasripin tak pernah bermimpi bisa bermalam di sebuah hotel mewah. Setiap hari yang ada di kepalanya hanya berpikir bagaimana cara membiayai hidup adik-adiknya.
Namun Rabu malam,17 April 2013, untuk pertama kali dalam hidup, mereka menginjakkan kaki di sebuah hotel mewah. Jarak hotel itu kira-kira hanya 25 kilometer dari rumahnya. Namun, Tasripin mengaku slama ini hnya skedar berjalan-jalan kekota pun ia belum pernah.
Kaki-kaki kecil itu melangkah perlahan memasuki ruang megah di hadapan mereka. Lantai keramik yang mereka jejaki licin dan mengkilap. Berbeda dengan lantai semen retak di rumahnya. Tasripin tak mampu menyembunyikan kecanggungannya. Begitu pula tiga adiknya.
Tasripin lebih banyak diam dan duduk tenang di sofa lobi hotel. Ketiga adiknya mengikutinya. Saat hendak naik ke kamar hotel yang berada di lantai dua dengan menggunakan lift, mereka tampak gugup. Belum lagi sampai di kamar, Tasripin masih bingung juga dengan kunci pintu yang menggunakan kartu khusus.
Meski awalnya sempat telihat bingung dengan situasi kamar yang nyaman dilengkapi dengan pendingin ruangan dan televisi layar datar, ketiga adik Tasripin pun akhirnya dapat tertidur nyenyak di kasur empuk.
Dia memandangi adik-adiknya satu per satu, ketika mereka tertidur dalam satu tempat tidur sambil berselimut nyaman, bukan lagi sarung seperti malam-malam sebelumnya. Bahagia.
Berjuang Hidup Mandiri
Tasripin bukan hidup sebatang kara. Dia terpaksa bekerja keras menghidupi adik-adiknya. Setiap pagi dengan telaten Tasripin memandikan adik-adiknya, tak lupa menyuapi Daryo, si bungsu. Mencuci, memasak, dan membersihkan rumah, juga jadi bagian dari tugasnya.
Sementara ayah dan kakak tertua mereka, Kuswito (42) dan Natim (21) merantau ke Kalimantan sebagai pekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit. Satinah, ibu mereka, meninggal dua tahun lalu, di usia 37 tahun, akibat terkena longsoran batu saat menambang pasir di dekat rumahnya.
Ayahnya beberapa kali mengirim uang melalui bibi Tasripin sebanyak Rp800 ribu. Uang itu untuk membayar listrik dan kebutuhan mendesak. Namun sebelum kiriman berikutnya datang, uang itu sudah habis. Tak jarang Tasripin bingung saat adik-adiknya menangis minta dibelikan jajan sementara uang kiriman ayahnya sudah habis.
Untuk memenuhi kebutuhan mereka, tetangganya tak jarang memberikan utang di warung. Tawaran untuk mengasuh mereka juga datang, namun Tasripin menolak.
Meski hidup jauh dari ayahnya, Tasripin bertekad hidup mandiri. Dia bekerja membantu tetangganya menjadi buruh tani, bekerja di sawah, mengeringkan gabah, hingga mengangkut hasil panen.
Tasripin tidak mengeluh meski harus naik bukit sejauh 2 kilometer dari sawah ke rumah juragannya. Tasripin berangkat ke sawah pukul 07.00 dan pulang pukul 12.00. Bayarannya tak menentu. Kadang beras, kadang upah berupa uang sebesar Rp30.000.
Dengan penghasilannya itu, Tasripin masih sulit memenuhi kebutuhannya dan ketiga adiknya. Bahkan, sabun dan shampo menjadi barang mewah buat mereka. Tak heran mereka pun sangat rentan terkena penyakit. Adik Tasripin, Riyanti, misalnya. Karena sering kali mandi tidak menggunakan sabun dan shampo, dia menderita penyakit gatal-gatal dan koreng di bagian kepala.
Malu dengan penyakit yang dideritanya, Riyanti pun selalu menggunakan kerudung untuk menutupi gatal di kepala. Penyakit ini membuat dia terlihat lebih minder dan tertutup dibandingkan dengan kakaknya Dandi dan adiknya Daryo. Menurut warga, Riyanti tidak dapat main dan berbaur dengan teman-teman sebayanya, karena mereka selalu menjauh saat dia datang untuk ikut bermain.
Jka sabun dan shampo jdi barang mahal bgi Tasripin dan ketiga adiknya, apalagi sekolah. Dari keempat anak itu, hanya Daryo yang bersekolah di pendidikan anak usia dini (PAUD). Kedua adiknya, Dandi dan Riyanti, tidak melanjutkan sekolah.
Tasripin sebenarnya masih terlilit biaya sekolah lebih dari Rp 100.000 di SD Negeri Sambirata 3. Namun apa daya, perekonomian keluarganya tak memungkinkan mimpinya itu. Cita-citanya menjadi guru pun telah dianggapnya kandas.
Rindu dekapan ayah
Rumah baru, lengkap dengan furnitur, hingga bantuan uang tunai dari Presiden SBY, belum cukup rupanya bagi Taspirin dan ketiga adiknya. Tasripin ingin menggenapi kebahagiaanya itu dengan dapat berkumpul kembali bersama ayahnya Kuswito dan kakaknya Natim yang bekerja di Kalimantan. Dia berharap agar mereka segera pulang untuk membantu mengurus ketiga adiknya.
"Pak, sini pulang. Saya sudah capek mengurus adik-adik, saya masih ingin bekerja agar dapat melanjutkan sekolah," ucapnya lirih.
Doa Taspirin ini rupakan diamini. Jika tidak ada aral melintang, Tasripin dan adik-adiknya segera bertemu ayahnya. Hari ini, Jumat 19 April 2013, ayahnya itu telah sampai Surabaya dan sedang dalam perjalanannya pulang.
"Ayahnya sdah sampai di Surabaya, sekarang sedang dijemput," kata Salim Segaf Al Jufri, Menteri Sosial, di Kantor Kemensos.
Salim berharap, setelah berkumpul, keluarga itu bisa hidup bersama di kampung halaman. "Kami harapkan orangtuanya kembali dan tinggal bersama anak-anaknya, itulah yang paling indah dan paling bagus."
Salim mengaku telah menugasi tim reaksi cepat (TRC) sejak 13 April lalu untuk memberikan bantuan. Selain mendata, tim melakukan pendekatan pada bocah yang mengupayakan nafkah buat tiga adiknya itu.
Sementara itu, Salim menyatakan, solusi yang tepat atas persoalan bocah tersebut adalah membuat anak-anak itu hidup bersama orangtuanya, bukan disalurkan ke panti asuhan. "Anak-anak itu juga harus tetap melanjutkan sekolah."

Perkenal kan ane Firza, TS Thread ini

Ah lama kalau ane ngomong terus .. Langsung aja gan Bukti ane gw Repost
Spoiler for NoRepsol:


nah no Cingcong Langsung aja
Spoiler for Taspirin:
Spoiler for :
Spoiler for Taspirin:
Tasripin tak kuasa menahan air mata jatuh dari pelupuk matanya. Bocah 13 tahun yang harus menanggung beban sebagai kepala keluarga untuk membiayai hidup tiga adiknya ini sedih sekaligus terharu. Tangannya gemetar saat menerima sebuah amplop coklat besar berisi lembaran uang tunai. Komandan Kodim 0701 Banyumas memeluk Taspirin erat. Tangisnya meledak. Semakin menjadi.
Jumat siang,19 April 2013, mungkin jdi bagian catatan bersejarah hidup Taspirin. Dia tak pernah menyangka, orang nomor satu di Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhyono, mengutus staf khususnya utk memberikan bantuan kepadanya. Ya, amplop coklat itu titipan bantuan dari SBY.
"Saya datang siang ini sebagai utusan presiden. Bantuan ini diharapkan dapat digunakan untuk melanjutkan sekolah dan mencukupi kebutuhan Tasripin. Pemerintah Provinsi diharapkan ikut memperhatikan nasib bocah ini," kata Haryanto, Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi.
Haryanto tak hanya mampir ke rumah Tasripin untuk mengantarkan amplop layaknya kurir. Nmun dia dan rombongan juga memantau kondisi rumah Tasripin yg kini sdah jauh brbeda ketimbang sebelumnya setelah diperbaiki.
Rumah papan yg pengap sudah menjadi lebih terang dan banyak ventilasi. Lantai juga sudah disemen ulang. Dinding rumahnya kini dicat warna hijau muda dipadu hijau tua. Lingkungan sekitar rumahnya pun tampak sangat bersih. Tak ada lagi semak-semak tinggi.
Tak sedikit pun kata keluar dari mulut Tasripin saat melihat penampilan baru rumahnya. Ia terhenyak. Seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Dengan ekspresi wajah lugu, Tasripin dan ketiga adiknya melangkah masuk ke dalam rumah. Mereka kemudian menoleh ke kiri dan ke kanan. Seakan tengah mengingat-ingat rupa ruang-ruang itu sebelumnya. Sejumlah furnitur telah melengkapi ruang demi ruang di rumah itu. Sumbangan dari para donatur.
SBY menepati janjinya. Sebelumnya, dalam akun Twitter @SBYudhoyono Kamis 18 April 2013, sekitar pukul 10.30, ia menanggapi kisah kegigihan Tasripin dalam memenuhi kebutuhan hidup adik-adiknya, setelah masyarakat dan pengguna internet melaporkan informasi itu. SBY merespons informasi tersebut dan menyatakan akan mengutus stafnya untuk bekerja sama dengan Gubernur Jawa Tengah dalam mengatasi persoalan Tasripin.
Respons SBY pada kondisi Tasripin berbuah baik. Sejumlah bantuan datang silih berganti meringankan hidupnya, termasuk memperbaiki rumahnya di Dusun Pesawahan, Desa Gununglurah, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah.
Sedikitnya 40 anggota KODIM 0701 Banyumas dikerahkan untuk memperbaiki dan membangun rumah Tasripin yang sudah tak layak huni. Proses pembangunan dipimpin langsung oleh Komandan KODIM 0701 Banyumas, Letkol Infantri Helmi Tachejadi. Untuk merenovasi rumah Tasripin, para anggota TNI ini rela melakukan iuran.
Rumah Tasripin di kaki Gunung Slamet ini memang jauh dari standar kelayakan. Beda dengan rumah sebelahnya yang berlantai keramik dan bertembok, rumah yang ditempati Tasripin dan adik-adiknya terbuat dari papan berukuran sekitar 5 meter x 6 meter. Hanya 2 kursi panjang dan satu meja kayu yang menjadi perabot diruang yg lantainya beralaskan semen pecah-pecah itu. Ruangan di rumah itu pengap.
Tasripin dan ketiga adiknya, Dandi (7), Riyanti (6), dan Daryo (4), tidur di dipan kayu beralaskan karpet plastik. Ketika malam datang, dinginnya angin gunung menelusup masuk melalui celah papan rumahnya, mereka hanya berselimutkan sarung.
'Diungsikan' ke hotel mewah
Spoiler for Spoiler:
Spoiler for Taspirin:
Selama menunggu proses 'bedah rumah' rampung, Tasripin dan ketiga adiknya diboyong oleh Komandan Kodim 0701 Banyumas ke sebuah hotel berbintang di Kota Purwokerto. Tasripin tak pernah bermimpi bisa bermalam di sebuah hotel mewah. Setiap hari yang ada di kepalanya hanya berpikir bagaimana cara membiayai hidup adik-adiknya.
Namun Rabu malam,17 April 2013, untuk pertama kali dalam hidup, mereka menginjakkan kaki di sebuah hotel mewah. Jarak hotel itu kira-kira hanya 25 kilometer dari rumahnya. Namun, Tasripin mengaku slama ini hnya skedar berjalan-jalan kekota pun ia belum pernah.
Kaki-kaki kecil itu melangkah perlahan memasuki ruang megah di hadapan mereka. Lantai keramik yang mereka jejaki licin dan mengkilap. Berbeda dengan lantai semen retak di rumahnya. Tasripin tak mampu menyembunyikan kecanggungannya. Begitu pula tiga adiknya.
Tasripin lebih banyak diam dan duduk tenang di sofa lobi hotel. Ketiga adiknya mengikutinya. Saat hendak naik ke kamar hotel yang berada di lantai dua dengan menggunakan lift, mereka tampak gugup. Belum lagi sampai di kamar, Tasripin masih bingung juga dengan kunci pintu yang menggunakan kartu khusus.
Meski awalnya sempat telihat bingung dengan situasi kamar yang nyaman dilengkapi dengan pendingin ruangan dan televisi layar datar, ketiga adik Tasripin pun akhirnya dapat tertidur nyenyak di kasur empuk.
Dia memandangi adik-adiknya satu per satu, ketika mereka tertidur dalam satu tempat tidur sambil berselimut nyaman, bukan lagi sarung seperti malam-malam sebelumnya. Bahagia.
Berjuang Hidup Mandiri
Spoiler for Spoiler:
Spoiler for Taspirin:
Sementara ayah dan kakak tertua mereka, Kuswito (42) dan Natim (21) merantau ke Kalimantan sebagai pekerja di sebuah perkebunan kelapa sawit. Satinah, ibu mereka, meninggal dua tahun lalu, di usia 37 tahun, akibat terkena longsoran batu saat menambang pasir di dekat rumahnya.
Ayahnya beberapa kali mengirim uang melalui bibi Tasripin sebanyak Rp800 ribu. Uang itu untuk membayar listrik dan kebutuhan mendesak. Namun sebelum kiriman berikutnya datang, uang itu sudah habis. Tak jarang Tasripin bingung saat adik-adiknya menangis minta dibelikan jajan sementara uang kiriman ayahnya sudah habis.
Untuk memenuhi kebutuhan mereka, tetangganya tak jarang memberikan utang di warung. Tawaran untuk mengasuh mereka juga datang, namun Tasripin menolak.
Meski hidup jauh dari ayahnya, Tasripin bertekad hidup mandiri. Dia bekerja membantu tetangganya menjadi buruh tani, bekerja di sawah, mengeringkan gabah, hingga mengangkut hasil panen.
Tasripin tidak mengeluh meski harus naik bukit sejauh 2 kilometer dari sawah ke rumah juragannya. Tasripin berangkat ke sawah pukul 07.00 dan pulang pukul 12.00. Bayarannya tak menentu. Kadang beras, kadang upah berupa uang sebesar Rp30.000.
Dengan penghasilannya itu, Tasripin masih sulit memenuhi kebutuhannya dan ketiga adiknya. Bahkan, sabun dan shampo menjadi barang mewah buat mereka. Tak heran mereka pun sangat rentan terkena penyakit. Adik Tasripin, Riyanti, misalnya. Karena sering kali mandi tidak menggunakan sabun dan shampo, dia menderita penyakit gatal-gatal dan koreng di bagian kepala.
Malu dengan penyakit yang dideritanya, Riyanti pun selalu menggunakan kerudung untuk menutupi gatal di kepala. Penyakit ini membuat dia terlihat lebih minder dan tertutup dibandingkan dengan kakaknya Dandi dan adiknya Daryo. Menurut warga, Riyanti tidak dapat main dan berbaur dengan teman-teman sebayanya, karena mereka selalu menjauh saat dia datang untuk ikut bermain.
Jka sabun dan shampo jdi barang mahal bgi Tasripin dan ketiga adiknya, apalagi sekolah. Dari keempat anak itu, hanya Daryo yang bersekolah di pendidikan anak usia dini (PAUD). Kedua adiknya, Dandi dan Riyanti, tidak melanjutkan sekolah.
Tasripin sebenarnya masih terlilit biaya sekolah lebih dari Rp 100.000 di SD Negeri Sambirata 3. Namun apa daya, perekonomian keluarganya tak memungkinkan mimpinya itu. Cita-citanya menjadi guru pun telah dianggapnya kandas.
Rindu dekapan ayah
Rumah baru, lengkap dengan furnitur, hingga bantuan uang tunai dari Presiden SBY, belum cukup rupanya bagi Taspirin dan ketiga adiknya. Tasripin ingin menggenapi kebahagiaanya itu dengan dapat berkumpul kembali bersama ayahnya Kuswito dan kakaknya Natim yang bekerja di Kalimantan. Dia berharap agar mereka segera pulang untuk membantu mengurus ketiga adiknya.
"Pak, sini pulang. Saya sudah capek mengurus adik-adik, saya masih ingin bekerja agar dapat melanjutkan sekolah," ucapnya lirih.
Doa Taspirin ini rupakan diamini. Jika tidak ada aral melintang, Tasripin dan adik-adiknya segera bertemu ayahnya. Hari ini, Jumat 19 April 2013, ayahnya itu telah sampai Surabaya dan sedang dalam perjalanannya pulang.
"Ayahnya sdah sampai di Surabaya, sekarang sedang dijemput," kata Salim Segaf Al Jufri, Menteri Sosial, di Kantor Kemensos.
Salim berharap, setelah berkumpul, keluarga itu bisa hidup bersama di kampung halaman. "Kami harapkan orangtuanya kembali dan tinggal bersama anak-anaknya, itulah yang paling indah dan paling bagus."
Salim mengaku telah menugasi tim reaksi cepat (TRC) sejak 13 April lalu untuk memberikan bantuan. Selain mendata, tim melakukan pendekatan pada bocah yang mengupayakan nafkah buat tiga adiknya itu.
Sementara itu, Salim menyatakan, solusi yang tepat atas persoalan bocah tersebut adalah membuat anak-anak itu hidup bersama orangtuanya, bukan disalurkan ke panti asuhan. "Anak-anak itu juga harus tetap melanjutkan sekolah."
Spoiler for Penutupan:
Maaf gan klw ada salah kata Klw Bagus Tolong Kasih TS 
No



Diubah oleh firzasan 22-04-2013 22:06
0
4.4K
Kutip
34
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan