Kaskus

Entertainment

blasbenedictAvatar border
TS
blasbenedict
Tiga Mesin Jahit Berbuah Omzet Rp 970 juta


SURYA Online, TUBAN - Ahmad Abdul Kholik sama sekali tak bisa menjahit. Namun, pria kelahiran 8 Mei 1982 ini berhasil sukses dari dari tiga unit mesin jahit yang dikembangkannya menjadi usaha konveksi beromzet Rp 970 juta.

Kolik, demikian ia biasa dipanggil, lahir dari keluarga petani di Dusun Mendalan, Desa Mandirejo, Kecamatan Meraurak, Kabupaten Tuban. Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan membuatnya terdidik menjadi pekerja keras. Ketika masih SMA, ia bekerja di perusahaan mebel karena dua adiknya butuh biaya sekolah. “Pulang sekolah saya ikut bekerja di perusahaan mebel. Pekerjaan saya waktu itu hanya mengampelas mebel yang sudah jadi, sebelum dicat,” kata anak kedua dari pasangan Bajur (67) dan Kunyati (47).

Kolik melanjutkan pendidikan ke STIE Muhammadiyah Tuban. Tabungan selama bekerja di perusahaan mebel menjadi modal untuk memasok alat tulis di sejumlah sekolah di Tuban hingga semester akhir masa kuliah.

“Saya tidak mampu bersaing dengan toko-toko alat tulis. Karena itu, saya memilih untuk langsung masuk ke sekolah,” kisahnya. Suatu saat ada guru menawari proyek pengadaan atribut seragam sekolah. Tawaran itu dianggap sebagai kesempatan besar. Kolik langsung mencari rekan kerja untuk memenuhi pesanan atribut sekolah itu karena ia tidak bisa menjahit.

Hasilnya disukai pihak sekolah. Sejak itu, pesanan atribut sekolah terus mengalir. Melihat prospeknya bagus, ia memutuskan untuk membangun perusahaan konveksi pada 1996. Saat itu ia masih semester VI. Bekal pertama konveksi itu adalah tiga mesin jahit dan tiga karyawan. Tiga mesin jahit itu dibeli dari uang pinjaman dari teman sebesar Rp 10 juta.

Awalnya, ia hanya menangani satu sekolah, SMPN 7 Tuban agar fokus dan kualitas terjaga. Kepercayaan itu benar-benar tumbuh. Dengan kualitas terjaga dan komitmen yang terus berjalan baik, pada 2008 Kolik mulai mendapat kontrak sekitar Rp 80 juta selama setahun. Semakin hari, seragam garapannya makin dikenal. Pada 2009, pihak SMPN 7 memperbolehkan Kolik mengajukan tender ke sekolah lain.

“Minder juga karena ada pesaing dari Bojonegoro, Lamongan, dan Surabaya yang harganya sedikit lebih murah,” ujarnya.

Untungnya, Kolik punya nama baik dan kualitas. Dengan rekomendasi dari beberapa guru yang telah mengenalnya, beberapa sekolah akhirnya tetap memilih UD Fortuna untuk menggarap seragam sekolah.
- See more at: http://surabaya.tribunnews.com/2013/....AF76JHqn.dpuf
0
2.9K
16
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan