- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Eko Yuli Sarwono, Mengajar Matematika dengan Barang Bekas
TS
deviiruchie
Eko Yuli Sarwono, Mengajar Matematika dengan Barang Bekas
Quote:
Guru matematika SMP Negeri Purworejo, Jawa Tengah ini adalah guru matematika yang sudah banyak mendapat penghargaan. Oleh Depdiknas Jawa Tengah, Eko sering diundang untuk memberikan tip dan trik cara mengajar matematika kepada sejumlah guru. Walau Eko mengaku tidak sarjana seperti guru-guru lain, pria setengah baya itu tidak berkecil hati. Ia mempunyai cara unik dalam mengimplementasikan pelajaran sekolah kepada anak didiknya. Selain membuat sejumlah alat peraga sendiri,
Eko juga merangsang murid dengan sejumlah hadiah. “Setiap soal saya berikan harga sesuai tingkat kesulitan. Yang paling sulit harganya Rp 5 ribu, yang agak gampang Rp 3 ribu dan seterusnya. Bahkan ada yang saya hadiahi semangkuk bakso kepada murid yang bisa mengerjakan soal dengan baik,” ujarnya. Memang Eko ini adalah guru yang benar-benar unik. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari ia berjualan bakso berkeliling kampung. Namun demikian ia mengaku tak pernah mengeluh. Ia sangat mencintai pekerjaannya sebagai guru dan selalu berdoa agar anak didiknya pandai dan berhasil.
Kisah Sri Kadarsih lain lagi. Guru SD di Desa Kenteng, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini benar-benar pantang menyerah. Setiap pagi berangkat sekolah yang berjarak sekitar 15 kilometer dengan medan jalan yang terjal dan belum diaspal. Belum lagi jika cuaca panas menyengat. Seluruh jalan berdebu akibat tiupan angin, badannya akan berubah warna menjadi putih, karena debu kapur yang banyak di daerah sekitar. Yang lebih memperihatinkan, semua murid di daerah yang tergolong terpencil ini adalah anak petani yang kondisi ekonominya sangat minim. “Tidak jarang setiap kali ada pelajaran sekolah, ada beberapa anak yang pingsan karena belum sarapan,” ujarnya getir.Namun demikian Sri tidak putus asa. Walau dengan fasilitas yang serba terbatas, ia harus berkreasi dengan metode belajar dan mengajar . Ia sering mengajak murid-muridnya berjalan ke hutan untuk mengenalkan lingkungan. Sri Kadarsih yang sudah mengabdi selama 15 tahun ini pada 2008 lalu mendapat pnghargaan sebagai Guru Teladan Tingkat Nasional untuk kategori Guru daerah Terpencil.
Bagi Eko Cahyono juga tidak ada kata menyerah. Niatnya memang luar biasa dalam upaya ikut mencerdaskan bangsa. Anak muda ini rela kehilangan sepeda motor kesayangannmya untuk memujudkan impiannya membuat perpustakaan. Bermula dari hanya mengumpulkan koran dan tabloid, kini pemuda asal desa Sukopuro, Jabung, Kabupaten Malang ini mempunyai ratusan buku koleksinya. Uniknya, semua pengunjung yang meminjam buku di perpustakaan tidak dipungut biaya alias gratis. Mimpi Eko yang belum tercapai adalah mempunyai perpustakaan yang layak dan tidak berpindah-pindah tempat. Dia mengaku sangat sedih jika sampai perpustakaan yang ia rintis ini sampai tutup mengingat tanah lokasi yang digunakan perpustakaan ini masih menyewa.
Kadang-kadang kita tidak habis mengerti. Mengapa orang-orang itu yang dalam kondisi serba terbatas namun semangat untuk mencerdaskan bangsa luar biasa. Walau tanpa bantuan pemerintah, dengan kesadaran tinggi ia menekuni pekerjaannya tanpa mengeluh. Termasuk Djudju Djunaedi atau biasa disapa Abah Udju. Kakek asal Purwakarta ini bahkan dengan berjalan kaki keliling kampung untuk menawarkan buku-buku koleksinya. Walau dengan imbalan sekadarnya, Abah Udju tanpa mengeluh tetap menekuni pekerjaanya.
Semangat dan ketekunan orang-orang itu sudah tidak perlu dioperdebatkan lagi. Di tengah kondisi pendidikan di negeri kita yang masih carut marut, ternyata ada segelintir orang yang benara-benar menginspirasi kita.
Eko juga merangsang murid dengan sejumlah hadiah. “Setiap soal saya berikan harga sesuai tingkat kesulitan. Yang paling sulit harganya Rp 5 ribu, yang agak gampang Rp 3 ribu dan seterusnya. Bahkan ada yang saya hadiahi semangkuk bakso kepada murid yang bisa mengerjakan soal dengan baik,” ujarnya. Memang Eko ini adalah guru yang benar-benar unik. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari ia berjualan bakso berkeliling kampung. Namun demikian ia mengaku tak pernah mengeluh. Ia sangat mencintai pekerjaannya sebagai guru dan selalu berdoa agar anak didiknya pandai dan berhasil.
Kisah Sri Kadarsih lain lagi. Guru SD di Desa Kenteng, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta ini benar-benar pantang menyerah. Setiap pagi berangkat sekolah yang berjarak sekitar 15 kilometer dengan medan jalan yang terjal dan belum diaspal. Belum lagi jika cuaca panas menyengat. Seluruh jalan berdebu akibat tiupan angin, badannya akan berubah warna menjadi putih, karena debu kapur yang banyak di daerah sekitar. Yang lebih memperihatinkan, semua murid di daerah yang tergolong terpencil ini adalah anak petani yang kondisi ekonominya sangat minim. “Tidak jarang setiap kali ada pelajaran sekolah, ada beberapa anak yang pingsan karena belum sarapan,” ujarnya getir.Namun demikian Sri tidak putus asa. Walau dengan fasilitas yang serba terbatas, ia harus berkreasi dengan metode belajar dan mengajar . Ia sering mengajak murid-muridnya berjalan ke hutan untuk mengenalkan lingkungan. Sri Kadarsih yang sudah mengabdi selama 15 tahun ini pada 2008 lalu mendapat pnghargaan sebagai Guru Teladan Tingkat Nasional untuk kategori Guru daerah Terpencil.
Bagi Eko Cahyono juga tidak ada kata menyerah. Niatnya memang luar biasa dalam upaya ikut mencerdaskan bangsa. Anak muda ini rela kehilangan sepeda motor kesayangannmya untuk memujudkan impiannya membuat perpustakaan. Bermula dari hanya mengumpulkan koran dan tabloid, kini pemuda asal desa Sukopuro, Jabung, Kabupaten Malang ini mempunyai ratusan buku koleksinya. Uniknya, semua pengunjung yang meminjam buku di perpustakaan tidak dipungut biaya alias gratis. Mimpi Eko yang belum tercapai adalah mempunyai perpustakaan yang layak dan tidak berpindah-pindah tempat. Dia mengaku sangat sedih jika sampai perpustakaan yang ia rintis ini sampai tutup mengingat tanah lokasi yang digunakan perpustakaan ini masih menyewa.
Kadang-kadang kita tidak habis mengerti. Mengapa orang-orang itu yang dalam kondisi serba terbatas namun semangat untuk mencerdaskan bangsa luar biasa. Walau tanpa bantuan pemerintah, dengan kesadaran tinggi ia menekuni pekerjaannya tanpa mengeluh. Termasuk Djudju Djunaedi atau biasa disapa Abah Udju. Kakek asal Purwakarta ini bahkan dengan berjalan kaki keliling kampung untuk menawarkan buku-buku koleksinya. Walau dengan imbalan sekadarnya, Abah Udju tanpa mengeluh tetap menekuni pekerjaanya.
Semangat dan ketekunan orang-orang itu sudah tidak perlu dioperdebatkan lagi. Di tengah kondisi pendidikan di negeri kita yang masih carut marut, ternyata ada segelintir orang yang benara-benar menginspirasi kita.
Quote:
Pada hari rabu 21 September 2013 muridku kelas 8 a,b,c,d dan f, mengadakan pameran Matematika ,yang di pamerkan adalah karya siswa maksutnya hasil itungan dan garapan siswa di pamerkan,Memang sangat unik dan menyenangkan .Cara penyajianya adalah setiap kelas secara berkelompok mengisi stan yang di sediakan....pokoke apik tenan.Pameran ini bertujuan meningkatkan motifasi belajar matematika siswa..Tapi ya maklum lah temen2 guru belum berminat mengunjungi...hehehee pokoe lanjutlah .Setelah pameram aku traktir bakso semuanya ..kebetulan aku jualan bakso ya sodakohlah,Kali ini aku habis 1.800 ribu rupiyah uang pribadi, mau tahu dari mana uangnya...aku ngutang di bank BMT Purworejo.Tapi aku puas banget...semoga muridku tambah seneng Matematika,dan nilainya meningkat.Amin
Berikut gambarnya :
Spoiler for Eko:
Menurut ane ini adalah orang paling berjasa gan buat anak-anak bangsa ini agar tetap maju
Kalo berkenan minta
0
1.9K
Kutip
19
Balasan
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan