- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ujian N(B)asional, Salah Siapa?


TS
alometnet
Ujian N(B)asional, Salah Siapa?

Barangkali, selain perkara kenaikan BBM, penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) adalah kebijakan yang tak henti-hentinya digugat. Hanya saja, tahun ini sedikit berbeda. Jika sebelumnya materi gugatan lebih ke arah substansi keberadaannya, maka kali ini menohok pada pelaksanaannya. Pemerintah, gagal melaksanakan UN serentak. Pelaksanaannya di 11 provinsi tertunda akibat keterlambatan percetakan naskah soal.
Lazim terjadi di negeri kita, saling tuding mencuat ketika suatu kebijakan gagal memenuhi target. Anggota Komisi X Bidang Pendidikan DPR Ahmad Zainuddin menuding masalah keterlambatan itu ada di Kemendikbud karena tidak segera menyelesaikan proses anggaran untuk percetakan. Kendati Zainuddin juga mengakui sebulan lalu masih sekitar 80 persen lebih anggaran Kemendikbud yang “diblokir”, termasuk anggaran UN. Sebaliknya, Mendikbud tampaknya tak ingin berdebat perkara “pemblokiran” anggaran dan lebih menegaskan bahwa pangkalbalanya ada di percetakan.
Ironisnya, percetakan PT Ghalia Indonesia Printing (PT Ghalia) malah menyebut pencetakan soal molor dari jadwal karena mepetnya waktu pengerjaan yang diberikan Kemendikbud. Kamil Zacky, kuasa hukum, PT Ghalia menyatakan hanya diberi waktu 25 hari pengerjaan. Padahal waktu yang kami butuhkan untuk pencetakan lembaran soal 60 hari. Materi sebanyak 20 paket naskah yang berbeda dengan soal ujian tahun lalu juga menambah waktu kerja.
Dan ketika publik tengah mereka-reka siapa yang sesungguhnya bersalah, Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menemukan sejumlah kejanggalan terkait dengan pemenangan PT Ghalia. Selain tidak berkompeten, nilai penawaran PT Ghalia juga di atas kompetitor lelang paket 3.
Intinya, secara tersirat FITRA sesungguhnya telah mengindikasikan adanya tindak korupsi di sini. Dan dari sudut pandang publik, terjadi kesalahan mulai dari sisi perancangan anggaran, pelaksanaan tender, percetakan hingga distribusi.
Pendayagunaan Proses Bisnis
Saling tuding atas kegagalan memang lazim di negeri kita. Hal ini merupakan imbas cengkraman tangan-tangan asing yang mereduksi anak bangsa kita menjadi sosok-sosok yang kurang bertanggungjawab. Seperti mustahil berharap pada evaluasi kegagalan ada pihak-pihak yang dengan segera mengacungkan tangan dan menyatakan dirinya bersalah. Dan hal ini semakin terpupuk dengan gelapnya proses bisnis dari tahapan program-program tersebut.
CEO Alomet & Friends, Mathiyas Thaib mendefinisikan proses bisnis sebagai kumpulan proses kerja yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan hubungan sebab akibat satu sama lainnya serta memiliki tujuan akhir di dalam sebuah organisasi perusahaan atau lembaga. Dalam suatu rangkaian program kerja terdapat ratusan bahkan ribuan proses kerja dan kegiatan yang harus dilakukan guna mencapai target.
Karena sifatnya terkait, kegagalan pada satu proses kerja dan aktivitas akan menghambat pelaksanaan proses kerja dan aktivitas lainnya. Muara dari ketidaktercapaian “mata rantai” yang berefek domino ini menyebabkan pencapaian target pun terhambat, dan bahkan gagal. Agar setiap proses kerja dan aktivitas tersebut dapat dimonitoring perlu diidentifikasi secara mendetail dalam suatu gambar diagram proses.
Terlambatnya jadual UN, termasuk saling tuding ini, adalah akibat ketidakjelasan proses bisnis ini. Secara sederhana, berlandasan informasi-informasi di atas, kondisi ini dapat disusun menjadi suatu rangkaian kesalahan. Pertama, hambatan “pemblokiran” dana Kemendikbud, termasuk anggaran UN, oleh DPR telah menghambat pelaksanaan pekerjaan. Kedua, terhambatnya pencairan menyebabkan waktu tender terhambat, dan akhirnya PT Ghalia mengeluh diberi tenggat yang sangat mendesak. Ketiga, adanya “main mata” panitia lelang sehingga PT Ghalia yang tidak berkompeten menang tender, dan akhirnya tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Tentu saja hal ini masih rangkaian sederhana. Untuk dapat membaca secara utuh, maka dibutuhkan gambaran proses bisnis dari perencanaan sampai pelaksanan distribusi soal UN. Penggambaran ini bukan flow card yang hanya berisi item-item proses bisnis. Gambaran proses bisnis yang dimaksud adalah menguraian proses kerja dan aktivitas terkait. Mulai dari kerja panitia lelang hingga tim pembuat soal. Mulai dari perkara pengangaran di DPR hingga rangkaian aktivitas supir angkut paket-paket truk ke sekolah-sekolah.
Penyusunan ini akan melibatkan DPR, Kemendikbud hingga PT Ghalia. Melalui gambaran komprehensif inilah baru publik dapat benar-benar melihat di mana letak kesalahan yang sesungguhnya. Dan para oknum otomatis tidak dapat mengelak.
Fenomena ini memang teknis. Namun, hanya ini satu-satunya cara agar para stakeholder dapat benar-benar memonitoring dan mengevaluasi program-program pemerintah. Dan celakanya stigma “detail is devil”, meminjam istilah Amien Rais, sudah mengejala dalam mindset bangsa kita.
Keengganan bangsa kita menguraikan dan mendetailkan program-program seperti ini juga dilatarbelakangi keinginan untuk memetik keuntungan (baca korupsi). Sebagaimana ilustrasi komisioner KPK Bambang Wijayanto yang menyebut begitu banyak sumber-sumber pajak sebagai pendapatan negara yang belum dieksploitasi, baik karena tidak teridentifikasi atau memang karena sengaja untuk tidak diidentifikasai dan dieksploitasi, untuk dapat dijadikan bancakan atau sapi perahan atau ATM para pejabat pajak yang berkolaborasi dengan para politikus dan pejabat negara lainnya untuk biaya politik.
Menariknya, amburadulnya pelaksanaan UN tidak hanya kali ini saja. Sejak beberapa tahun ke belakang, riak-riaknya sudah terasa, seperti keterlambatan distribusi naskah ke sekolah-sekolah. Herannya, kejadian ini terus berulang dan bahkan semakin parah. Pendayagunaan proses bisnis dapat memangkas kesalahan-kesalahan yang berkesinambungan ini. Jangan sampai tahun depan publik kembali bersorak kecewa “lagi-lagi Ujian N(B)asional. (hendri teja)
0
615
0


Komentar yang asik ya


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan