- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Waktu Anang Iskandar Jadi Kapolda Banyak Yg Tak Percaya Jadi Polisi Bisa Lulus Murni


TS
skincopz
Waktu Anang Iskandar Jadi Kapolda Banyak Yg Tak Percaya Jadi Polisi Bisa Lulus Murni

Quote:
ini adalah catatan saya diambil dari tulisan-tulisan yang dimuat di media masa tentang tanggapan para brigadir yang lulus tidak menggunakan uang pelicin atau lobi. Mereka lulus murni. Syukurlah.
Mereka bercerita tentang perjuangan hidup sebelum dinyatakan lulus sebagai calon Brigadir Polisi. Apalagi, beberapa lulusan terbaik berasal dari keluarga biasa. Salah satunya Umi Nurjanah (19), anak pedagang ayam potong di Sarolangun :
Saat itu Umi mengenakan kemeja putih dan rok hitam, empat tahun lalu kembali muncul. Ketika itu dia masih kelas 1 SMA Negeri 1 Sarolangun. Setiap hari, Umi bangun pada pukul 03.00. Waktu bangun yang terlalu pagi bagi anak sekolah kebanyakan. Tapi itulah yang dialami Umi selama bersekolah di SMAN 1 Sarolangun.
Setelah cuci muka dan minum segelas air, dengan tubuh lunglai karena masih mengantuk, Umi mulai membantu pekerjaan ayah dan ibunya yang pedagang ayam potong di Pasar Sarolangun itu.
Dengan telaten, anak pasangan Sumaryanto (43) dan Kusmawati (38) itu mencabuti bulu-bulu pada ayam yang sudah dipotong, lalu membersihkan usus dan hati ayam itu sampai tak ada kotoran lagi. Umi terus melaksanakan tugasnya hingga fajar mulai tampak, dan baru berhenti ketika waktu bersekolah mulai dekat. Setelah mandi dan siap-siap, barulah dia berangkat ke sekolah.
Di sekolah, gadis kelahiran Bernai 23 Mei 1992 itu berusaha untuk tampil seperti anak-anak lain yang keluarganya berekonomi mampu dan setiap pagi tak wajib bangun jam tiga, lalu membersihkan ayam-ayam sebelum dijual ayahnya ke pasar. Dia berusaha tegar, riang tapi giat belajar. Diam-diam, dia memupuk semangatnya untuk jadi polisi dengan sepenuh jiwanya.
“Aku mau mengabdi pada nusa dan bangsa, aku mau memberantas para koruptor!” tekad lulusan terbaik kedua pada penerimaan Bintara Polri tahun 2012 ini.
Keinginannya yang besar untuk jadi polisi ditunjang dukungan yang besar pula dari ayah dan ibunya. Bahkan, ayahnya selalu menjadi pendamping terbaik di saat-saat Umi butuh latihan fisik. Setiap kali latihan berlari, Umi didampingi ayahnya. Ayahnya menyemangati Umi dengan teriakan-teriakan, “Ayo lari nak, lari…,” hingga membuat lelahnya hilang berganti energi.
Begitu lulus SMA tahun 2011, Umi menunggu penerimaan bintara Polri sambil berkuliah di Universitas Jambi Fakultas Hukum. Latihan fisik tak pernah lupa dilakukan warga Jalan Tambak Sari RT 02 Bernai Luar Kecamatan Sarolangun itu.
Saat yang ditunggu-tunggu tiba, pengumuman penerimaan Bintara Polri tahun 2012 dibuka. Umi semangat. Dia langsung mendaftar. Kepercayaan dirinya semakin meningkat begitu mendengar janji saya bahwa penerimaan bintara kali ini akan transparan, humanis, akuntabel dan “bersih”.
Begitu lulus seleksi administrasi, Umi mulai menjalani serangkaian tes yang dirasanya sangat transparan. Dari psikotes sampai tes jasmani, dia dan ratusan peserta tes yang lain diperlihatkan perolehan nilai pada layar infokus beberapa saat setelah tes dilaksanakan. Setiap peserta disarankan mencatat perolehan nilai masing-masing, lalu mencocokkannya pada hari penentuan akhir. “Kami puas dengan tes kali ini, sangat transparan,” beber Umi, diamini beberapa rekannya yang lain sore itu di Mapolda Jambi.
Setiap tes, Umi mencurahkan fokus dan semangatnya dengan sungguh-sungguh. Tekadnya membara, niatnya tak terbendung, Polisi adalah kata akhir pencapaian cita-cita yang sejak kecil sudah dipupuknya dalam hati. Hasilnya, pada sidang penentuan kelulusan akhir calon Brigadir Polri Jumat 24 Februari 2012, dia dinyatakan lulus dengan predikat nilai kedua terbaik! Dia berhasil! Dia lulus tanpa mengeluarkan “uang pelicin” sepeser pun!
Ayahnya yang ikut menyaksikan sidang itu langsung terharu. Usai sidang, Sumaryanto memeluk haru putrinya yang membanggakan itu dengan air berlinangan di pipi.
Anak pedagang ayam potong yang setiap pukul tiga dini hari membersihkan ayam itu, kini telah menjadi calon Brigadir Polisi. Ya, seorang calon Polisi wanita (Polwan) yang tangguh dan semoga bisa mengharumkan nama Jambi dengan semangatnya yang juga tangguh itu. Selamat, Umi…
Pada seleksi calon Bintara Polri di Jambi bulan lalu, banyak yang bertanya-tanya siapa peraih nilai tertinggi alias juara pertama. Dia adalah Indra Adi Prawira (20). Di posisi kedua, Rachmat Hidayat (20). Indra anak sipir Lapas sedang Rachmat anak pedagang cabai di Pasar Angsoduo.
Indra dan Rachmat punya pengalaman yang sama. Sama-sama pernah ikut tes masuk Polri. Indra Akpol sedang Rachmat calon bintara tahun 2011 lalu. Dan, dua-duanya gagal. Dinyatakan tidak lulus dengan nilai mengecewakan. Tapi itu tak membuat mereka putus asa, hingga di ujung-ujungnya mereka meraih prestasi yang membanggakan seperti saat ini –predikat nilai terbaik pada tes calon Bintara Polri di Jambi tahun 2012.
Masih berkesan di ingatan Indra ketika sang ibu, Komdyawati (45), menyarankan ia berhenti kuliah untuk kemudian mengejar cita-cita sebagai abdi masyarakat di bidang hukum, Polisi. Padahal sewaktu itu baru tahun pertama dia kuliah di salah satu universitas setempat pada fakultas administrasi bisnis.
“(Lulus) kuliah belum tentu dapat pekerjaan, ingat adikmu yang masih banyak kebutuhan sekolah,” ujar ibunya.
Kondisi itu membuat Indra harus memutuskan, lanjut kuliah dengan resiko pengeluaran keluarga terus membengkak dan biaya sekolah adik terancam, atau berhenti kuliah lalu mengikuti tes Polri dengan harapan lulus dan bisa membantu perekonomian keluarga. Pilihannya jatuh pada opsi kedua. Dia harus tes Polri, bekerja sebagai Polisi pengayom masyarakat.
Tiga bulan sebelum tes Akpol di awal tahun 2011, Indra, remaja kelahiran Blitar 15 Juni 1991 itu akhirnya merantau ke Kota Jambi. Dia menginap di rumah kakaknya. Sambil menunggu pendaftaran, Indra terus mengasah kemampuannya. Latihan-latihan fisik tak pernah luput dari hari-hari lulusan SMAN 3 Blitar itu.
Hari tes Akpol pun tiba. Indra mengikuti serangkaian tes dengan semangat, dengan harapan lulus setelah mendapat dukungan penuh dari ibunya. Ayahnya, Supriyadi (46), sipir lembaga pemasyarakatan di Blitar, pada akhirnya ikut mendukung keputusannya.
Tapi nasib baik belum berpihak kepada dirinya. Dia gagal pada tes penerimaan Akpol dengan nilai tak memuaskan. Item tes shuttle run (berlari mengikuti rute berbentuk angka 8), tak bisa dilaluinya dengan sempurna. Indra kecewa tapi tak putus asa.
Pembukaan calon Bintara Polri di awal tahun ini, menumbuhkan kembali semangat Indra yang mulai turun. Dia kembali berjuang. Bekal kegagalan pada tes Akpol lalu, dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Indra. “Saya masih khawatir gagal lagi di shutlle run,” tuturnya.
Namun berkat perjuangan dan latihan-latihan rutin yang dilakukannya, Indra berhasil dengan gemilang. Ketika sidang penentuan kelulusan, dia dinobatkan sebagai peraih rangking tertinggi. Juara pertama ditangannya. “Ndak nyangko dapat juara satu,” jelasnya.
Karena lulus di brigadir, Indra, anak sipir penjara ini bertekad merangkak di karir Polisi. Dan, dia sudah berhasil membuktikan bahwa dirinya bisa mandiri, tidak lagi membebani orang tuanya.
Seperti Indra, Rachmat Hidayat juga pernah gagal mengikuti jalur tes masuk Polri. Tahun lalu, dia mencoba peruntungan di bintara Polri. Rangkaian tes dilakoni anak pedagang cabai di Pasar Angsoduo itu, tapi gagal. Pada tes saat itu, dia hanya mendapat ranking 51 ke bawah. Sementara, yang diterima 51 calon brigadir.
Tapi dia tak mau mengalah dengan nasib. Makanya, ketika pembukaan calon bintara kembali dibuka awal tahun ini, lulusan SMA At Taufiq itu langsung mendaftar dengan semangat yang menggebu-gebu.
Padahal, pada waktu itu dia sudah terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Unja semester III. “Waktu tes bae aku masih kuliah, tapi minta libur sebentar,” jelas bungsu lima bersaudara ini.
Seperti peserta tes lain, Rachmat mengaku tenang. Sebab, seluruh proses tes berlangsung transparan dan terlihat adil. Sejak awal tes dia sudah mendapat gambaran nilai yang diraihnya. Makanya, semangatnya makin bertumbuh dari tahap per tahap sampai akhirnya dia dinyatakan lulus sebagai peraih nilai tertinggi kedua setelah Indra.
“Waktu lulus, Mak aku datang, dio nangis nengok aku lulus, juaro keduo pulok,” kenang Rachmat.
Mereka bercerita tentang perjuangan hidup sebelum dinyatakan lulus sebagai calon Brigadir Polisi. Apalagi, beberapa lulusan terbaik berasal dari keluarga biasa. Salah satunya Umi Nurjanah (19), anak pedagang ayam potong di Sarolangun :
Saat itu Umi mengenakan kemeja putih dan rok hitam, empat tahun lalu kembali muncul. Ketika itu dia masih kelas 1 SMA Negeri 1 Sarolangun. Setiap hari, Umi bangun pada pukul 03.00. Waktu bangun yang terlalu pagi bagi anak sekolah kebanyakan. Tapi itulah yang dialami Umi selama bersekolah di SMAN 1 Sarolangun.
Setelah cuci muka dan minum segelas air, dengan tubuh lunglai karena masih mengantuk, Umi mulai membantu pekerjaan ayah dan ibunya yang pedagang ayam potong di Pasar Sarolangun itu.
Dengan telaten, anak pasangan Sumaryanto (43) dan Kusmawati (38) itu mencabuti bulu-bulu pada ayam yang sudah dipotong, lalu membersihkan usus dan hati ayam itu sampai tak ada kotoran lagi. Umi terus melaksanakan tugasnya hingga fajar mulai tampak, dan baru berhenti ketika waktu bersekolah mulai dekat. Setelah mandi dan siap-siap, barulah dia berangkat ke sekolah.
Di sekolah, gadis kelahiran Bernai 23 Mei 1992 itu berusaha untuk tampil seperti anak-anak lain yang keluarganya berekonomi mampu dan setiap pagi tak wajib bangun jam tiga, lalu membersihkan ayam-ayam sebelum dijual ayahnya ke pasar. Dia berusaha tegar, riang tapi giat belajar. Diam-diam, dia memupuk semangatnya untuk jadi polisi dengan sepenuh jiwanya.
“Aku mau mengabdi pada nusa dan bangsa, aku mau memberantas para koruptor!” tekad lulusan terbaik kedua pada penerimaan Bintara Polri tahun 2012 ini.
Keinginannya yang besar untuk jadi polisi ditunjang dukungan yang besar pula dari ayah dan ibunya. Bahkan, ayahnya selalu menjadi pendamping terbaik di saat-saat Umi butuh latihan fisik. Setiap kali latihan berlari, Umi didampingi ayahnya. Ayahnya menyemangati Umi dengan teriakan-teriakan, “Ayo lari nak, lari…,” hingga membuat lelahnya hilang berganti energi.
Begitu lulus SMA tahun 2011, Umi menunggu penerimaan bintara Polri sambil berkuliah di Universitas Jambi Fakultas Hukum. Latihan fisik tak pernah lupa dilakukan warga Jalan Tambak Sari RT 02 Bernai Luar Kecamatan Sarolangun itu.
Saat yang ditunggu-tunggu tiba, pengumuman penerimaan Bintara Polri tahun 2012 dibuka. Umi semangat. Dia langsung mendaftar. Kepercayaan dirinya semakin meningkat begitu mendengar janji saya bahwa penerimaan bintara kali ini akan transparan, humanis, akuntabel dan “bersih”.
Begitu lulus seleksi administrasi, Umi mulai menjalani serangkaian tes yang dirasanya sangat transparan. Dari psikotes sampai tes jasmani, dia dan ratusan peserta tes yang lain diperlihatkan perolehan nilai pada layar infokus beberapa saat setelah tes dilaksanakan. Setiap peserta disarankan mencatat perolehan nilai masing-masing, lalu mencocokkannya pada hari penentuan akhir. “Kami puas dengan tes kali ini, sangat transparan,” beber Umi, diamini beberapa rekannya yang lain sore itu di Mapolda Jambi.
Setiap tes, Umi mencurahkan fokus dan semangatnya dengan sungguh-sungguh. Tekadnya membara, niatnya tak terbendung, Polisi adalah kata akhir pencapaian cita-cita yang sejak kecil sudah dipupuknya dalam hati. Hasilnya, pada sidang penentuan kelulusan akhir calon Brigadir Polri Jumat 24 Februari 2012, dia dinyatakan lulus dengan predikat nilai kedua terbaik! Dia berhasil! Dia lulus tanpa mengeluarkan “uang pelicin” sepeser pun!
Ayahnya yang ikut menyaksikan sidang itu langsung terharu. Usai sidang, Sumaryanto memeluk haru putrinya yang membanggakan itu dengan air berlinangan di pipi.
Anak pedagang ayam potong yang setiap pukul tiga dini hari membersihkan ayam itu, kini telah menjadi calon Brigadir Polisi. Ya, seorang calon Polisi wanita (Polwan) yang tangguh dan semoga bisa mengharumkan nama Jambi dengan semangatnya yang juga tangguh itu. Selamat, Umi…
Pada seleksi calon Bintara Polri di Jambi bulan lalu, banyak yang bertanya-tanya siapa peraih nilai tertinggi alias juara pertama. Dia adalah Indra Adi Prawira (20). Di posisi kedua, Rachmat Hidayat (20). Indra anak sipir Lapas sedang Rachmat anak pedagang cabai di Pasar Angsoduo.
Indra dan Rachmat punya pengalaman yang sama. Sama-sama pernah ikut tes masuk Polri. Indra Akpol sedang Rachmat calon bintara tahun 2011 lalu. Dan, dua-duanya gagal. Dinyatakan tidak lulus dengan nilai mengecewakan. Tapi itu tak membuat mereka putus asa, hingga di ujung-ujungnya mereka meraih prestasi yang membanggakan seperti saat ini –predikat nilai terbaik pada tes calon Bintara Polri di Jambi tahun 2012.
Masih berkesan di ingatan Indra ketika sang ibu, Komdyawati (45), menyarankan ia berhenti kuliah untuk kemudian mengejar cita-cita sebagai abdi masyarakat di bidang hukum, Polisi. Padahal sewaktu itu baru tahun pertama dia kuliah di salah satu universitas setempat pada fakultas administrasi bisnis.
“(Lulus) kuliah belum tentu dapat pekerjaan, ingat adikmu yang masih banyak kebutuhan sekolah,” ujar ibunya.
Kondisi itu membuat Indra harus memutuskan, lanjut kuliah dengan resiko pengeluaran keluarga terus membengkak dan biaya sekolah adik terancam, atau berhenti kuliah lalu mengikuti tes Polri dengan harapan lulus dan bisa membantu perekonomian keluarga. Pilihannya jatuh pada opsi kedua. Dia harus tes Polri, bekerja sebagai Polisi pengayom masyarakat.
Tiga bulan sebelum tes Akpol di awal tahun 2011, Indra, remaja kelahiran Blitar 15 Juni 1991 itu akhirnya merantau ke Kota Jambi. Dia menginap di rumah kakaknya. Sambil menunggu pendaftaran, Indra terus mengasah kemampuannya. Latihan-latihan fisik tak pernah luput dari hari-hari lulusan SMAN 3 Blitar itu.
Hari tes Akpol pun tiba. Indra mengikuti serangkaian tes dengan semangat, dengan harapan lulus setelah mendapat dukungan penuh dari ibunya. Ayahnya, Supriyadi (46), sipir lembaga pemasyarakatan di Blitar, pada akhirnya ikut mendukung keputusannya.
Tapi nasib baik belum berpihak kepada dirinya. Dia gagal pada tes penerimaan Akpol dengan nilai tak memuaskan. Item tes shuttle run (berlari mengikuti rute berbentuk angka 8), tak bisa dilaluinya dengan sempurna. Indra kecewa tapi tak putus asa.
Pembukaan calon Bintara Polri di awal tahun ini, menumbuhkan kembali semangat Indra yang mulai turun. Dia kembali berjuang. Bekal kegagalan pada tes Akpol lalu, dimanfaatkan sebaik mungkin oleh Indra. “Saya masih khawatir gagal lagi di shutlle run,” tuturnya.
Namun berkat perjuangan dan latihan-latihan rutin yang dilakukannya, Indra berhasil dengan gemilang. Ketika sidang penentuan kelulusan, dia dinobatkan sebagai peraih rangking tertinggi. Juara pertama ditangannya. “Ndak nyangko dapat juara satu,” jelasnya.
Karena lulus di brigadir, Indra, anak sipir penjara ini bertekad merangkak di karir Polisi. Dan, dia sudah berhasil membuktikan bahwa dirinya bisa mandiri, tidak lagi membebani orang tuanya.
Seperti Indra, Rachmat Hidayat juga pernah gagal mengikuti jalur tes masuk Polri. Tahun lalu, dia mencoba peruntungan di bintara Polri. Rangkaian tes dilakoni anak pedagang cabai di Pasar Angsoduo itu, tapi gagal. Pada tes saat itu, dia hanya mendapat ranking 51 ke bawah. Sementara, yang diterima 51 calon brigadir.
Tapi dia tak mau mengalah dengan nasib. Makanya, ketika pembukaan calon bintara kembali dibuka awal tahun ini, lulusan SMA At Taufiq itu langsung mendaftar dengan semangat yang menggebu-gebu.
Padahal, pada waktu itu dia sudah terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Unja semester III. “Waktu tes bae aku masih kuliah, tapi minta libur sebentar,” jelas bungsu lima bersaudara ini.
Seperti peserta tes lain, Rachmat mengaku tenang. Sebab, seluruh proses tes berlangsung transparan dan terlihat adil. Sejak awal tes dia sudah mendapat gambaran nilai yang diraihnya. Makanya, semangatnya makin bertumbuh dari tahap per tahap sampai akhirnya dia dinyatakan lulus sebagai peraih nilai tertinggi kedua setelah Indra.
“Waktu lulus, Mak aku datang, dio nangis nengok aku lulus, juaro keduo pulok,” kenang Rachmat.
bersambung....
0
8.9K
Kutip
27
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan