halfboldprinceAvatar border
TS
halfboldprince
Resah Warga Di Tanah Gembira


emoticon-I Love KaskusSelamat Malam Agan-Agan Aganwati Serta Momod emoticon-I Love Kaskus

Langsung Aja Deh emoticon-Request

Terbungkuk-bungkuk Nyonya Mimi memikul kursi reyot, salah satu barang berguna yang berhasil ia turunkan dari atas tumpukan tripleks bekas-bekas sisa penggusuran lahan itu. Melangkah limbung beberapa depa, akhirnya perempuan 53 tahun ini menyerah.

»Di sanalah saya pernah tinggal,” kata Nyonya Mimi, yang terduduk di atas pecahan ubin, sekonyong-konyong seraya menunjuk ke salah satu sudut kosong di Jalan Gembira, Kelurahan Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, kepada Tempo, Rabu siang, pekan lalu.

Lahan seluas lapangan bola kaki, yang tadinya dihuni 81 kepala keluarga itu, kini nyaris rata dengan bumi. Sehari sebelumnya dua buldoser milik Pemerintah Daerah DKI Jakarta meluluhlantakkan puluhan bedeng liar dan rumah semi permanen di tengah sumpah serapah pemiliknya.

Rencananya, di atas lahan tersebut bakal terpancang gedung dan rumah tahanan baru milik Komisi Pemberantasan Korupsi. Bangunan anyar ini dipersiapkan untuk menggantikan gedung lama di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, yang sebagian langit-langitnya sudah keropos termakan usia.

Mengaku menguasai lahan pemerintah, Nyonya Mimi tak punya pilihan lain untuk bermukim. Sudah tiga tahun pemulung ini tinggal di Jalan Gembira. »Di tempat lain sewanya mahal,” kata ibu beranak empat ini sambil mengusapkan tangan ke dahinya yang lembap karena keringat.

Selain Nyonya Mimi, ada 53 kepala keluarga lain memilih bertahan di sana. Namun, tinggal dua rumah permanen yang masih berdiri di antara rongsokan sampah, tripleks, dan puing bekas penggusuran. Dua rumah itu memiliki sertifikat resmi sebagai empunya bangunan yang sah.


Menurut Nora, salah satu pemilik rumah bersertifikat, bersikukuh tak bakal melepas rumahnya. Katanya, ia dan kontraktor proyek tengah bernegosiasi harga. »Ini kawasan segitiga emas, seharusnya harga belinya lebih mahal,” kata Mora, yang enggan menyebutkan harga penawarannya.


Resah karena diminta angkat kaki dari Jalan Gembira, juga dirasakan Ronal, 57 tahun. Ia mengklaim, kelurahan setempat terlambat mewartakan rencana penggusuran. »Paling tidak pemberitahuan itu satu bulan, masak ini hanya 13 hari?” kata Ronal dengan nada geram.


Sambil berkacak pinggang, pria kelahiran Sumatera Utara itu pun berkata dengan lantang, »Saya ini adalah warga negara Indonesia yang baik. Ada tanah pemerintah yang terbengkalai dan tidak terpakai, maka daripada kosong, maka kami buatlah gubuk.”


Lurah Guntur Hifzillah, 36 tahun, tentu saja menyangkal mentah-mentah tudingan Ronal. Ia mengaku sudah menjembatani dan mensosialisasikan rencana pembangunan gedung kepada warga sejak lama. »Komnas HAM yang sempat membantu mediasi juga sudah angkat tangan,” katanya.


Bahkan, menurut Hifzillah, mediasi dan sosialisasi telah dilakukan sampai Lurah Guntur berganti hingga tiga kali. Hifzillah ingat betul saat dia mengunjungi bedeng liar dan rumah semi permanen itu satu per satu. Tapi segala daya dan upayanya menguap bersama angin.


Laksana batu karang, tekad warga untuk bertahan di Jalan Gembira tak tergoyahkan. Uang pindah yang ditawarkan KPK sebesar Rp 300 ribu per keluarga pun tak mempan. Hingga 13 hari sebelum penggusuran turunlah talak itu: suka tak suka warga harus pindah.


Senada dengan Hifzillah, Kepala Biro Umum KPK Daryoto mengatakan, pihaknya telah berulang kali meminta penghuni di Jalan Gembira untuk pindah. "Pengosongan lahan tidak tiba-tiba. KPK sudah mensosialisaikan rencana pembangunan sejak Maret 2011," katanya sehari sebelum penggusuran.


Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama sempat menawarkan agar warga korban penggusuran untuk pindah ke Rumah Susun Pulogebang, Jakarta Timur. Tapi sebagian warga menolak. »Kami masih tetap ingin bertahan di Jalan Gembira,” kata Ronal.


Atas usulan dari pelaksana tugas Wali Kota Jakarta Selatan Syamsudin Noor, ujar Hifzillah, bekas penghuni Jalan Gembira menetap di bangunan milik Karang Taruna Guntur. »Sementara ini mereka ditampung di sana dengan status pengungsi bencana sosial,” kata Hifzillah.


Ribut soal penggusuran, Halim, 55 tahun, jiran di seberang Jalan Gembira justru terkesan menyambut baik pengosongan itu. Menurut Halim, ia tidak iba dengan penghuninya. »Orang-orang itu punya sepeda motor dan mobil. Banyak juga yang ngontrak-ngontrakin bangunan di sana.”



Mampir Di Thread Lain Punya Ane Gan emoticon-Request
Share Ide Kreatif Agan Di Sini

''Kaskuser yang Baik Meninggalkan Jejak/Komeng Serta Rate5

Ga Nolak Cendol Gan
Spoiler for cendol:
-2
1.2K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan