- Beranda
- Komunitas
- News
- Sejarah & Xenology
Kopi: Biji yang Menjelajahi Dunia


TS
adesyknk82
Kopi: Biji yang Menjelajahi Dunia
Biji yang Menjelajahi Dunia
Kisah tentang pengabdian seorang pria terhadap sebatang anak pohon kopi digambarkan sebagai ”babak yang paling menarik dalam sejarah penyebaran tanaman kopi”, demikian menurut buku ”All About Coffee”. Anak pohon tersebut telah turut berjasa untuk menumbuhkan industri kopi yang kini meraup 70 miliar dolar AS dalam setahun. Angka ini, menurut jurnal ”Scientific American”, hanya dilampaui oleh bahan bakar minyak dalam perdagangan global dengan transaksi dolar AS.
CERITA yang menarik tentang kopi dimulai di dataran tinggi Etiopia, tempat tumbuhnya tanaman kopi liar. Turunannya, dinamai Coffea arabica, menghasilkan dua pertiga produksi kopi dunia. Namun, kapan persisnya ditemukan bahwa biji kopi dapat dikonsumsi, tidak diketahui dengan jelas. Akan tetapi, kopi arabika telah dibudidayakan di Semenanjung Arab pada abad ke-15 M. Meskipun ada larangan untuk mengekspor benihnya, orang Belanda berhasil mendapatkan baik pohon maupun benihnya, pada tahun 1616. Mereka segera membuka perkebunan kopi di Ceylon, sekarang Sri Lanka, dan Jawa, sekarang bagian dari Indonesia.
CERITA yang menarik tentang kopi dimulai di dataran tinggi Etiopia, tempat tumbuhnya tanaman kopi liar. Turunannya, dinamai Coffea arabica, menghasilkan dua pertiga produksi kopi dunia. Namun, kapan persisnya ditemukan bahwa biji kopi dapat dikonsumsi, tidak diketahui dengan jelas. Akan tetapi, kopi arabika telah dibudidayakan di Semenanjung Arab pada abad ke-15 M. Meskipun ada larangan untuk mengekspor benihnya, orang Belanda berhasil mendapatkan baik pohon maupun benihnya, pada tahun 1616. Mereka segera membuka perkebunan kopi di Ceylon, sekarang Sri Lanka, dan Jawa, sekarang bagian dari Indonesia.
Pada tahun 1706, orang Belanda mengirim sebatang anak pohon dari perkebunan mereka di Jawa ke kebun raya di Amsterdam, Belanda. Pohon itu bertumbuh subur. Belakangan, turunannya dikirim ke jajahan Belanda di Suriname dan Kepulauan Karibia. Pada tahun 1714, walikota Amsterdam memberikan sebatang turunan pohon ini kepada Raja Louis XIV dari Prancis. Sang raja menyuruh agar pohon ini ditanam di sebuah rumah kaca di Jardin des Plantes, Kebun Kerajaan, di Paris.
Orang Prancis sangat ingin turut serta dalam perdagangan kopi. Mereka membeli biji dan pohonnya lalu mengirimnya ke Pulau Réunion. Biji-biji itu gagal dibudidayakan, dan menurut beberapa narasumber, semua pohon itu mati kecuali satu batang yang bertahan hidup. Walaupun demikian, 15.000 biji dari satu pohon itu ditanam pada tahun 1720, dan akhirnya sebuah perkebunan dapat dibuka. Begitu berharganya pohon-pohon tersebut sehingga barang siapa didapati merusak satu pohon saja akan dijatuhi hukuman mati! Orang Prancis berharap bisa membuka perkebunan di Kepulauan Karibia, tetapi dua kali usaha mereka gagal.
Gabriel Mathieu de Clieu, perwira angkatan laut Prancis yang sedang cuti di Paris, melakukan misi pribadi untuk membawa pohon ini ke perkebunannya di Martinik dalam perjalanan pulangnya dari Prancis. Dia berlayar ke pulau itu pada bulan Mei 1723 bersama sebatang turunan pohon yang ditanam di Paris.
Untuk perjalanan itu, de Clieu menaruh tanamannya yang berharga dalam sebuah kotak yang sebagian terbuat dari kaca agar pohon itu dapat memperoleh sinar matahari dan tetap hangat pada waktu cuaca mendung, demikian keterangan dalam buku All About Coffee. Salah satu penumpang kapal itu, yang boleh jadi iri terhadap de Clieu dan tidak ingin dia menikmati keberhasilannya, berupaya merebut tanaman itu namun gagal. Pohonnya selamat. Pohon itu juga selamat dari pengadangan bajak laut Tunisia, badai yang ganas, dan yang terburuk dari semuanya adalah kekurangan air tawar pada waktu kapal layar itu berhenti bergerak karena memasuki daerah angin mati. ”Air tawar sedemikian langka,” tulis de Clieu, ”sehingga selama sebulan lebih saya terpaksa berbagi ransum saya yang sudah sedikit itu dengan tanaman yang merupakan tumpuan harapan dan kebahagiaan serta sumber kesenangan saya.”
Pengabdian de Clieu tidak sia-sia. Tanamannya tiba dengan selamat di Martinik dalam kondisi segar, dan tumbuh subur serta berkembang biak di lingkungan tropis. ”Dari satu tanaman itu, Martinik menyediakan benih secara langsung dan tidak langsung ke semua negeri di benua Amerika kecuali Brasil, Guyana Prancis, dan Surinam[e],” kata Gordon Wrigley dalam bukunya yang berjudul Coffee.
Sementara itu, Brasil dan Guyana Prancis juga menginginkan tanaman kopi. Di Suriname, orang Belanda masih memiliki turunan pohon yang ditanam di Amsterdam tetapi dijaga sangat ketat. Namun, pada tahun 1722, Guyana Prancis berhasil mendapatkan benih hasil curian seorang penjahat yang melarikan diri ke Suriname. Sebagai ganti benih-benih tersebut, kalangan berwenang di Guyana Prancis setuju untuk membebaskannya, dan mereka pun memulangkannya.
Pada mulanya, berbagai upaya pencurian untuk memasok benih sehat ke Brasil mengalami kegagalan. Kemudian, Suriname dan Guyana Prancis terlibat dalam sengketa perbatasan dan meminta Brasil menyediakan seorang juru damai. Brasil mengutus Francisco de Melo Palheta, seorang perwira tentara, ke Guyana Prancis, menginstruksikan dia untuk menyelesaikan sengketa itu dan membawa pulang beberapa tanaman kopi.
Pertemuan tersebut sukses, dan gubernur mengadakan jamuan perpisahan. Sebagai tanda penghargaan bagi tamu kehormatan ini, istri gubernur menghadiahi Palheta sebuah karangan bunga yang indah. Namun, dalam karangan itu tersembunyi biji dan benih sehat kopi. Jadi, dapat dikatakan bahwa pada tahun 1727, industri kopi Brasil yang sekarang bernilai miliaran dolar lahir dalam sebuah karangan bunga.
Jadi, anak pohon yang dipindahkan dari Jawa ke Amsterdam pada tahun 1706, bersama turunannya yang ditanam di Paris, telah menyediakan semua bibit tanaman untuk Amerika Tengah dan Selatan. Wrigley menjelaskan, ”Oleh karena itu, seluruh basis genetis industri kopi arabika berasal dari sumber yang sangat terbatas.”
Dewasa ini, kurang lebih 15 miliar pohon kopi ditanam di lebih dari 25 juta ladang keluarga di kira-kira 80 negeri. Produksinya menghasilkan 2,25 miliar cangkir kopi yang diminum setiap hari.
Ironisnya, problem yang dihadapi sekarang adalah kelebihan produksi kopi. Masalahnya diperumit oleh keadaan politik, ekonomi, dan kartel yang sangat kuat, yang semuanya ini membuat petani kopi di banyak negeri tetap miskin atau bahkan melarat. Situasi ini mengejutkan, apalagi kalau kita bayangkan bagaimana de Clieu berbagi ransum airnya yang sangat berharga dengan sebatang anak pohon kopi hampir 300 tahun yang silam.
Orang Prancis sangat ingin turut serta dalam perdagangan kopi. Mereka membeli biji dan pohonnya lalu mengirimnya ke Pulau Réunion. Biji-biji itu gagal dibudidayakan, dan menurut beberapa narasumber, semua pohon itu mati kecuali satu batang yang bertahan hidup. Walaupun demikian, 15.000 biji dari satu pohon itu ditanam pada tahun 1720, dan akhirnya sebuah perkebunan dapat dibuka. Begitu berharganya pohon-pohon tersebut sehingga barang siapa didapati merusak satu pohon saja akan dijatuhi hukuman mati! Orang Prancis berharap bisa membuka perkebunan di Kepulauan Karibia, tetapi dua kali usaha mereka gagal.
Gabriel Mathieu de Clieu, perwira angkatan laut Prancis yang sedang cuti di Paris, melakukan misi pribadi untuk membawa pohon ini ke perkebunannya di Martinik dalam perjalanan pulangnya dari Prancis. Dia berlayar ke pulau itu pada bulan Mei 1723 bersama sebatang turunan pohon yang ditanam di Paris.
Untuk perjalanan itu, de Clieu menaruh tanamannya yang berharga dalam sebuah kotak yang sebagian terbuat dari kaca agar pohon itu dapat memperoleh sinar matahari dan tetap hangat pada waktu cuaca mendung, demikian keterangan dalam buku All About Coffee. Salah satu penumpang kapal itu, yang boleh jadi iri terhadap de Clieu dan tidak ingin dia menikmati keberhasilannya, berupaya merebut tanaman itu namun gagal. Pohonnya selamat. Pohon itu juga selamat dari pengadangan bajak laut Tunisia, badai yang ganas, dan yang terburuk dari semuanya adalah kekurangan air tawar pada waktu kapal layar itu berhenti bergerak karena memasuki daerah angin mati. ”Air tawar sedemikian langka,” tulis de Clieu, ”sehingga selama sebulan lebih saya terpaksa berbagi ransum saya yang sudah sedikit itu dengan tanaman yang merupakan tumpuan harapan dan kebahagiaan serta sumber kesenangan saya.”
Pengabdian de Clieu tidak sia-sia. Tanamannya tiba dengan selamat di Martinik dalam kondisi segar, dan tumbuh subur serta berkembang biak di lingkungan tropis. ”Dari satu tanaman itu, Martinik menyediakan benih secara langsung dan tidak langsung ke semua negeri di benua Amerika kecuali Brasil, Guyana Prancis, dan Surinam[e],” kata Gordon Wrigley dalam bukunya yang berjudul Coffee.
Sementara itu, Brasil dan Guyana Prancis juga menginginkan tanaman kopi. Di Suriname, orang Belanda masih memiliki turunan pohon yang ditanam di Amsterdam tetapi dijaga sangat ketat. Namun, pada tahun 1722, Guyana Prancis berhasil mendapatkan benih hasil curian seorang penjahat yang melarikan diri ke Suriname. Sebagai ganti benih-benih tersebut, kalangan berwenang di Guyana Prancis setuju untuk membebaskannya, dan mereka pun memulangkannya.
Pada mulanya, berbagai upaya pencurian untuk memasok benih sehat ke Brasil mengalami kegagalan. Kemudian, Suriname dan Guyana Prancis terlibat dalam sengketa perbatasan dan meminta Brasil menyediakan seorang juru damai. Brasil mengutus Francisco de Melo Palheta, seorang perwira tentara, ke Guyana Prancis, menginstruksikan dia untuk menyelesaikan sengketa itu dan membawa pulang beberapa tanaman kopi.
Pertemuan tersebut sukses, dan gubernur mengadakan jamuan perpisahan. Sebagai tanda penghargaan bagi tamu kehormatan ini, istri gubernur menghadiahi Palheta sebuah karangan bunga yang indah. Namun, dalam karangan itu tersembunyi biji dan benih sehat kopi. Jadi, dapat dikatakan bahwa pada tahun 1727, industri kopi Brasil yang sekarang bernilai miliaran dolar lahir dalam sebuah karangan bunga.
Jadi, anak pohon yang dipindahkan dari Jawa ke Amsterdam pada tahun 1706, bersama turunannya yang ditanam di Paris, telah menyediakan semua bibit tanaman untuk Amerika Tengah dan Selatan. Wrigley menjelaskan, ”Oleh karena itu, seluruh basis genetis industri kopi arabika berasal dari sumber yang sangat terbatas.”
Dewasa ini, kurang lebih 15 miliar pohon kopi ditanam di lebih dari 25 juta ladang keluarga di kira-kira 80 negeri. Produksinya menghasilkan 2,25 miliar cangkir kopi yang diminum setiap hari.
Ironisnya, problem yang dihadapi sekarang adalah kelebihan produksi kopi. Masalahnya diperumit oleh keadaan politik, ekonomi, dan kartel yang sangat kuat, yang semuanya ini membuat petani kopi di banyak negeri tetap miskin atau bahkan melarat. Situasi ini mengejutkan, apalagi kalau kita bayangkan bagaimana de Clieu berbagi ransum airnya yang sangat berharga dengan sebatang anak pohon kopi hampir 300 tahun yang silam.
Spoiler for kopi yg umum:
Spoiler for penyebaran kopi:
Sumber: Dari buku ”Uncommon Grounds
Diubah oleh adesyknk82 26-04-2013 11:14
0
3.9K
23


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan