saptahadyAvatar border
TS
saptahady
RUU kumpul kebp ;inilah pertarungan sengit dan batil
JAKARTA (voa-islam.com) – Rancangan
Undang-undang KUHP terkait kumpul kebo
menimbulkan pro-kontra di kalangan
masyarakat. Bahkan boleh dikatakan, ini
adalah pertarungan sengit antara hak dan
batil. Kelompok yang pro menilai, RUU
Kumpul Kebo perlu di Undang-undangkan.
Sedangkan yang kontra, menilai kumpul
kebo adalah masalah privasi.
Neng Zubaidah yang pro terhadap RUU
Kumpul Kebo ini mengatakan, kumpul kebo
harus diatur dalam UU. Ketika ditanya
apakah kumpul kebo termasuk HAM? Ia
mengatakan, HAM itu tidak berarti harus
melawan HAM yang lainnya. Itulah
sebabnya perlu ada pembatasan melalui
UU yang mengaturnya. Tentu UU yang
melarang kumpul kebo didasarkan pada
pertimbangan moral, dan nilai-nilai
agama.
Hasil penelitian yang ia lakukan di
Jakarta dan Jakarta, ternyata sangat
mengejutkan. Di Jakarta, 31,7% pernah
terjadi kumpul kebo, sedangkan Banten
20,6 %. Responden ditanya, apakah kumpul
kebo perlu diundangkan? Sebagaian
responden menjawab, 62% menjawa perlu.
Adapun sanksi hukumannya, responden
menjawab, perlu hukum Islam dalam
member sanksi kepada pelaku kumpul kebo.
Bahkan, 31% responden menyatakan
kumpul kebo perlu diatur dalam KUHP yang
mana hukumannya diperberat dari yang
sudah ada, minimal 3 tahun dan maksimal
12 tahun penjara dan membayar denda.
Dari 360 sampel (masing-masing 142
sampel di Jakarta dan 218 di Banten), 63%
responden menyatakan setuju kumpul kebo
diundangkan.
Sementara itu sosiolog dari UI Prof.
Thamrin Amal Tamagola yang berpikiran
liberal itu menilai, kumpul kebo adalah
persoalan privasi. Ia menyebut RUU
Kumpul Kebo sebagai bentuk pemaksaan
terhadap komunal atau kelompok
tertentu, serta pemaksaan terhadap
pribadi-pribadi.
Hal senada juga dikatakan Mariana
Amiruddin, Direktur Eksekutif Yayasan
Jurnal Perempuan. Ia tidak setuju RUU ini
ngatur kamar orang. “Kumpul kebo masuk
urusan pidana itu tidak masuk akal.
Seharusnya yang dipidana itu pencuri,
pembunuh, pelaku mutilasi, korupsi,
rudapaksaan ayah pada anak sendiri atau
guru terhadap muridnya, Jadi kumpul kebo
tak perlu dipidanakan.”
Politisi dari PPP Ahmad Yani yang
mendukung RUU Kumpul Kebo menegaskan,
justru dalam konteks sosiologi, baik
Islam maupun agama lain memiliki rambu
dan acuan moral, bahwa setiap pemeluk
agama harus diikat dalam sebuah
perkwinan. Tanpa melakukan ikatan
perkimpoian, mereka akan diusir dari
kampong halamannya.
“Negeri ini perlu ada pengaturan, terkait
kumpul kebo. Sehingga tidak terjadi main
hakim sendiri di masyarakat. Negara
harus mengatur, tidak boleh membiarkan
kumpul kebo terus berlangsung,” kata
Ahmad Yani.
Ketika dikatakan, justru hukum nasional
itu bersumber dari hukum Islam dan hukum
adat. Tapi Thamrin Tamagola malah
mengatakan, biarkan saja adat yang
mengatur. Yang jelas, pengamat hukum
seperti Trimedya Panjaitan dari FPDIP-
DPR-RI, berharap sanksi pidananya harus
lebih berat, jangan terlalu longgar. Tidak
cukup satu tahun penjara bagi pelaku
kumpul kebo.
0
919
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan