- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
PENERTIBAN PKL Stasiun Kalideres Warga Dukung Penertiban, Pedagang Protes


TS
japek
PENERTIBAN PKL Stasiun Kalideres Warga Dukung Penertiban, Pedagang Protes
Quote:
Puluhan kios dan lapak pedagang di pasar liar Stasiun Semanan, Kalideres, Jakarta Barat, dibongkar, Selasa (9/4) pukul 09.30.
Sekitar pukul 11.00, para pedagang yang marah melempari petugas dengan balok, batu, dan botol. Pedagang menolak ditertibkan karena sudah membayar uang keamanan dan kebersihan kepada petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI). Terjadi aksi saling melempar antara pedagang dan petugas selama sekitar satu setengah jam. Lalu lintas kereta dari Stasiun Kalideres ke Tangerang pun dihentikan.
Sekitar pukul 16.30, puluhan pedagang juga berunjuk rasa dengan memblokade jalan kereta. Bentrokan dengan petugas pun kembali terjadi sekitar pukul 17.00. Setengah jam kemudian, bentrokan berakhir. Para petugas gabungan kembali membongkar deretan kios permanen.
Agus Sutijono dari Humas PT KAI mengatakan, pembongkaran kios bertujuan memperluas areal stasiun. Saat ini, penumpang kereta per hari mencapai 500.000 orang. Menurut rencana, tahun 2016 PT KAI akan meningkatkan jumlah penumpang menjadi 1,2 juta orang per hari.
Tiga kali menunda
Kepala Kepolisian Sektor Kalideres Komisaris Danu Wiyoto yang ditemui di lokasi mengungkapkan, PT KAI sudah tiga kali menunda pembongkaran pasar liar ini dengan harapan memberikan waktu yang cukup kepada pedagang.
”Rencana pembongkaran pertama 14 Januari, kedua 14 Februari, dan ketiga 14 Maret. Tanggal 2 April lalu PT KAI mengumpulkan para pedagang dan memberi tahu bahwa hari ini akan membongkar pasar liar tersebut, tetapi ternyata tidak diindahkan,” kata Danu.
Petugas yang dikerahkan dalam operasi penertiban pedagang kaki lima (PKL) itu terdiri dari 90 anggota Polda Metro Jaya, 23 anggota Polres Jakarta Barat, dan 31 anggota Polsek Kalideres. ”Sebanyak 30 anggota Marinir dan 20 anggota Brimob yang diperbantukan di PT KAI juga memperkuat,” lanjutnya.
Warga senang
Sementara itu, ratusan warga RT 004 dan RT 005 di RW 006 Semanan mengaku senang dengan penertiban PKL itu.
Mereka merasa lapak-lapak itu menutup jalan, saluran air, dan jadi sumber sampah di lingkungan RT 004 dan RT 005. Mereka berharap penertiban itu dilanjutkan dengan pembersihan dan penghijauan lingkungan serta perbaikan saluran air, trotoar, dan jalan.
Puluhan warga RT 004 dan RT 005 berkumpul di beberapa rumah pemuka lingkungan. Mereka berjaga-jaga menghadapi kemungkinan bentrokan melebar ke permukiman warga. Menurut Ketua RT 004 Marjuki (60) dan pemuka lingkungan Maskur, sebagian besar pedagang itu bukan warga RT 004 dan RT 005.
”Warga tidak mendapat keuntungan apa-apa dari mereka selain jalan dan saluran air yang tertutup serta sampah. Permukiman kami jadi rawan banjir,” ujar Marjuki.
Menurut dia, sebenarnya di lingkungan RW 005 sudah ada dua pasar yang memadai. Namun, pasca-Reformasi, pedagang yang awalnya menghuni kedua pasar itu keluar dan menduduki tanah PT KAI di tepian rel.
Tindakan ini diikuti pedagang baru lainnya. Jumlah mereka pun mencapai ratusan. Puluhan kios permanen dan semipermanen dibangun secara liar.
Maskur menjelaskan, awalnya, almarhum kedua orangtuanya, Hamim Taman dan Maswane, yang memiliki tanah seluas 4.000 meter persegi di lingkungan RW 005, mengizinkan puluhan pedagang sayur, bahan pokok, ikan, dan ayam membuka warung di daerah itu. Orangtua Maskur tergerak memanfaatkan lahan setelah melihat sejumlah pedagang menggelar dagangannya di tepian rel kereta pada akhir 1980-an.
Secara berangsur, di atas lahan itu kemudian dibangun kios permanen, sampai akhirnya dibangun pasar binaan Wali Kota Jakarta Barat tahun 1996 dan diresmikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan nama Pasar Semanan Mas.
Putra Betawi kelahiran Semanan lainnya, Rasyid, yang memiliki tanah sekitar 1.500 meter persegi dan berlokasi di sebelah Pasar Semanan Mas, pun mengikuti jejak orangtua Maskur.
”Jadi, sebenarnya sudah ada dua pasar rakyat di sini sampai hari ini. Yang satu saya kelola dan yang lain dikelola anak Pak Rasyid, Soleh Risan,” ujarnya.
Menurut Maskur, sejak pasar liar ramai, penyakit sosial justru berjangkit. ”Jumlah pengonsumsi narkoba dan minuman keras meningkat. Praktik premanisme pun membudaya,”ucap Maskur yang juga Sekjen Gerakan Anti Madat (Geram). (WIN)
Sekitar pukul 11.00, para pedagang yang marah melempari petugas dengan balok, batu, dan botol. Pedagang menolak ditertibkan karena sudah membayar uang keamanan dan kebersihan kepada petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI). Terjadi aksi saling melempar antara pedagang dan petugas selama sekitar satu setengah jam. Lalu lintas kereta dari Stasiun Kalideres ke Tangerang pun dihentikan.
Sekitar pukul 16.30, puluhan pedagang juga berunjuk rasa dengan memblokade jalan kereta. Bentrokan dengan petugas pun kembali terjadi sekitar pukul 17.00. Setengah jam kemudian, bentrokan berakhir. Para petugas gabungan kembali membongkar deretan kios permanen.
Agus Sutijono dari Humas PT KAI mengatakan, pembongkaran kios bertujuan memperluas areal stasiun. Saat ini, penumpang kereta per hari mencapai 500.000 orang. Menurut rencana, tahun 2016 PT KAI akan meningkatkan jumlah penumpang menjadi 1,2 juta orang per hari.
Tiga kali menunda
Kepala Kepolisian Sektor Kalideres Komisaris Danu Wiyoto yang ditemui di lokasi mengungkapkan, PT KAI sudah tiga kali menunda pembongkaran pasar liar ini dengan harapan memberikan waktu yang cukup kepada pedagang.
”Rencana pembongkaran pertama 14 Januari, kedua 14 Februari, dan ketiga 14 Maret. Tanggal 2 April lalu PT KAI mengumpulkan para pedagang dan memberi tahu bahwa hari ini akan membongkar pasar liar tersebut, tetapi ternyata tidak diindahkan,” kata Danu.
Petugas yang dikerahkan dalam operasi penertiban pedagang kaki lima (PKL) itu terdiri dari 90 anggota Polda Metro Jaya, 23 anggota Polres Jakarta Barat, dan 31 anggota Polsek Kalideres. ”Sebanyak 30 anggota Marinir dan 20 anggota Brimob yang diperbantukan di PT KAI juga memperkuat,” lanjutnya.
Warga senang
Sementara itu, ratusan warga RT 004 dan RT 005 di RW 006 Semanan mengaku senang dengan penertiban PKL itu.
Mereka merasa lapak-lapak itu menutup jalan, saluran air, dan jadi sumber sampah di lingkungan RT 004 dan RT 005. Mereka berharap penertiban itu dilanjutkan dengan pembersihan dan penghijauan lingkungan serta perbaikan saluran air, trotoar, dan jalan.
Puluhan warga RT 004 dan RT 005 berkumpul di beberapa rumah pemuka lingkungan. Mereka berjaga-jaga menghadapi kemungkinan bentrokan melebar ke permukiman warga. Menurut Ketua RT 004 Marjuki (60) dan pemuka lingkungan Maskur, sebagian besar pedagang itu bukan warga RT 004 dan RT 005.
”Warga tidak mendapat keuntungan apa-apa dari mereka selain jalan dan saluran air yang tertutup serta sampah. Permukiman kami jadi rawan banjir,” ujar Marjuki.
Menurut dia, sebenarnya di lingkungan RW 005 sudah ada dua pasar yang memadai. Namun, pasca-Reformasi, pedagang yang awalnya menghuni kedua pasar itu keluar dan menduduki tanah PT KAI di tepian rel.
Tindakan ini diikuti pedagang baru lainnya. Jumlah mereka pun mencapai ratusan. Puluhan kios permanen dan semipermanen dibangun secara liar.
Maskur menjelaskan, awalnya, almarhum kedua orangtuanya, Hamim Taman dan Maswane, yang memiliki tanah seluas 4.000 meter persegi di lingkungan RW 005, mengizinkan puluhan pedagang sayur, bahan pokok, ikan, dan ayam membuka warung di daerah itu. Orangtua Maskur tergerak memanfaatkan lahan setelah melihat sejumlah pedagang menggelar dagangannya di tepian rel kereta pada akhir 1980-an.
Secara berangsur, di atas lahan itu kemudian dibangun kios permanen, sampai akhirnya dibangun pasar binaan Wali Kota Jakarta Barat tahun 1996 dan diresmikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan nama Pasar Semanan Mas.
Putra Betawi kelahiran Semanan lainnya, Rasyid, yang memiliki tanah sekitar 1.500 meter persegi dan berlokasi di sebelah Pasar Semanan Mas, pun mengikuti jejak orangtua Maskur.
”Jadi, sebenarnya sudah ada dua pasar rakyat di sini sampai hari ini. Yang satu saya kelola dan yang lain dikelola anak Pak Rasyid, Soleh Risan,” ujarnya.
Menurut Maskur, sejak pasar liar ramai, penyakit sosial justru berjangkit. ”Jumlah pengonsumsi narkoba dan minuman keras meningkat. Praktik premanisme pun membudaya,”ucap Maskur yang juga Sekjen Gerakan Anti Madat (Geram). (WIN)
Sumber
Yang ditebalin dan dimerahi harus dibaca tuh sama anak-anak BEM UI yang sok membela rakyat kecil tapi otaknya cuma 10 cc....
Mana nih Faldo Maldini?

0
1.9K
Kutip
14
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan