arifin.lhoAvatar border
TS
arifin.lho
CUMA MODAL TONGKAT ROTAN DARI TUKANG BECAK, TNI SAMPAI WALIKOTA MALANG SEGAN LHO,,
Spoiler for MAYOR (POL) MIRAN:

Bagi warga kota Malang yang lahir di era 60-80-an mungkin tidak asing dengan Muhammad Miran. Sosok satu ini adalah perwira polisi yang disegani mulai dari rakyat jelata hingga wali kota. Meski sudah pensiun, nama Miran masih melekat di sebagian besar masyarakat Malang.

Tidak sulit menemukan kediaman Miran. Karena kiprahnya sebagai aparat negara terkenal, maka banyak pula masyarakat yang mengenalnya. Miran tinggal di daerah Kepuh, Kecamatan Sukun, Malang. Jika Anda menanyakan alamat rumah Miran pada warga Kepuh, tanpa ragu mereka akan memberitahukannya pada Anda.

Lulus dari Sekolah Perwira di Malang pada 1970, dirinya langsung bergabung menjadi anggota dari Satuan Brimob Polresta Malang.
Sembari meniti karirr dari bawah ini, Miran juga memanfaatkan waktunya untuk menimba ilmu di Universitas Merdeka Malang. "Saya disamping ikut Brimob, juga ikut kuliah sebetulnya di Jurusan Ilmu Sosial Politik Unmer," terang Miran.

Sayangnya, karena urusan dinas, Mayor Miran memutuskan untuk mundur setelah berkuliah selama 3 tahun. "Saya belum menempuh sarjana muda dari Unmer itu, terus fokus ke pekerjaan," lanjut Miran.

Meski memulai profesinya dari bawah, Mayor Miran melakukannya dengan sepenuh hati. Hal ini terbukti dari ketegasan dan kejujurannya yang diakui publik Malang. Saat melihat pelanggaran lalu lintas misalnya, Mayor Miran pun tidak akan tutup mata, mulai dari tukang becak hingga perwira TNI pun akan diperingatkan.

Uniknya, berbeda dengan oknum polisi yang sering memanfaatkan momen tersebut untuk mencari pendapatan tersendiri, Miran tidak melakukannya.

Hal ini pula yang membuat Miran diusulkan oleh Wali kota Malang dan Gubernur Jawa Timur menerima penghargaan Abdi Satya Bakti di tahun 1997.
Penghargaan tersebut diberkan langsung oleh Presiden Soeharto. Saat itu ia menjabat sebagai Kepala satuan Samapta bhayangkara (Kasat Sabara). "Saya tidak tahu kok bisa mendapat penghargaan ini. Tahu-tahu sudah dipanggil untuk ke Jakarta," ujar Miran.

Pria kelahiran Magetan 21 Maret 1944 ini masih terlihat bugar dan gagah, tak berbeda jauh dengan foto ketika masih bertugas sebagai polisi. Sosoknya juga sederhana dan ramah, tampak dari pakaian yang dia kenakan. Saat dijumpai, Miran mengenakan polo shirt dipadu celana pendek warna putih. Tak lupa senyum hangat selalu menghiasi wajahnya.

Dengan semangat dia menceritakan pengalamannya ketika bertugas sebagai pelindung masyarakat. Pria bersahaja itu mulai menjadi polisi sejak 1 Juli 1964. Pengabdiannya pada masyarakat dia tunjukkan dengan senantiasa bersikap jujur dan tanpa pamrih. Miran pantang menerima imbalan atau suap dari orang yang melanggar lalu lintas.

"Saya orangnya kenceng (tegas), kalau ada yang melanggar pasti saya peringatkan," ungkapnya. Sikap tegas yang ditunjukkan ayah tiga anak tersebut membuat dia disegani dan dihormati warga Kota Malang.

Kini, Miran sudah purna tugas dari polisi. Tetapi, namanya akan selalu menjadi legenda di Malang. Banyak para pekerja yang ingin menikmati masa pensiun dengan bersantai ria. Tapi hal ini tidak berlaku bagi Muhammad Miran. Polisi yang pernah berpangkat sebagai mayor ini sempat menjadi kepala security di sebuah supermarket di kawasan Blimbing, Malang.

Rasanya tidak percaya mendengar seseorang berpangkat tinggi kemudian beralih menjadi petugas keamanan di supermarket setelah pensiun. Tapi Miran benar-benar melakukannya. Selama dua tahun, pada 1999 dan 2000 Miran menekuni "pangkat" barunya.

"Daripada menganggur di rumah lebih baik beraktivitas," katanya dengan santai. Miran tidak gengsi melakoni aktivitas barunya itu.

"Tidak ada bedanya jadi polisi sama kepala keamanan. Bedanya cuma jumlah gajinya saja," ujar dia lantas tertawa. Namun, pilihan Miran menjadi satpam kurang disetujui oleh istrinya, Sutinah. Wanita 66 tahun itu merasa tidak perlu mengejar materi lagi karena sudah berkecukupan.

"Namanya manusia, kalau merasa kurang ya kurang terus. Tapi bapak tidak perlu sampai bekerja seperti itu," kata Sutinah. Dia sering mendapat omongan dari teman-temannya, tentang pekerjaan barunya sebagai satpam. "Bapak itu memang rajin, tapi kadang suka ngerjain hal-hal yang bukan kerjaannya. Seperti merapikan trolley, itu kan bukan tugasnya," jelas wanita yang pernah berprofesi sebagai bidan tersebut.

Miran juga lekat dalam ingatan warga Kota Malang sebagai polisi 'penertib becak'. Karena pada masa itu, banyak becak yang tak mematuhi aturan. Misalkan parkir sembarangan, melanggar aturan lalu lintas, dan lainnya. Jika melanggar aturan, Miran tak segan-segan untuk menegur, bahkan menggembosi ban becak yang nakal.

Meski dikenal tegas, Miran bukannya tak punya belas kasihan. Jika mendapati sopir truk, angkutan kota, atau bus ketahuan sekali melanggar rambu-rambu, misalkan berhenti di depan tanda dilarang parkir atau dilarang stop, Miran terlebih dulu memperingatkannya.

"Kalau sampai ketahuan sama saya sekali lagi, saya tilang! Awas, ingat-ingat!" kata Miran pada merdeka.com (03/04).

Mulai tukang becak, anggota TNI hingga wali kota Malang tidak berani coba-coba menantang Miran. Ketegasan yang diterapkan Miran memang sudah diterapkannya sejak masuk ke korps kepolisian. Ketegasan itu pun dia praktikkan di lapangan kepada semua sopir kendaraan umum dan tukang becak yang memang melakukan pelanggaran.

Para sopir dan pengemudi becak segan juga dengan Mayor Miran. "Sopir-sopir se Kotamadya Malang itu mesti kena sama saya semua Mas," terang Miran.

Pria yang saat ini berusia 69 tahun ini sangat lekat di benak warga Malang pada tahun 1970 sampai 1999. Selama bekerja, Miran dikenal sebagai polisi yang tegas, disiplin, dan jujur. Tak ada sedikit pun uang suap yang pernah mampir ke kantongnya. Dalam menjalankan kewajibannya, Miran juga tak pernah pandang bulu.

"Ora njalukan duwit (Tidak meminta uang) itu yang sulit. Tapi saya nggak pernah. Saya nggak mau," ungkap Miran pada merdeka.com, di kediamannya, Rabu (3/4).

Ketika disinggung tentang pengabdiannya pada Kota Malang, Miran menjelaskan bahwa dirinya selalu berusaha bekerja dengan disiplin dan didasari dari lubuk hati yang paling dalam.

"Saya mengabdi pada masyarakat Kota Malang itu tanpa pamrih. Saya tidak mata duitan. Jika kita bekerja dari lubuk hati yang paling dalam, semua masyarakat juga bisa menilai,"
Tidak hanya sebagai polisi yang bertugas mengatur jalan raya, Miran juga sering diminta untuk menertibkan sekaligus menjaga keamanan pertandingan sepakbola di Malang.

Sekitar tahun 90-an, klub sepakbola Malang, Arema dan Persema, sebelum dibangunnya stadion Kanjuruhan, menggunakan satu stadion saja untuk melakoni laga home yaitu di Stadion Gajayana.

Untuk laga home ini, khususnya pertandingan Arema, pihak kepolisian selalu mengirimkan jumlah personil yang lebih dibandingkan ketika Persema menjadi tuan rumah.

Ini karena jumlah penonton pertandingan Arema selalu membludak dan sangat ramai diminati dibandingkan dengan pertandingan Persema.

Setiap kali ada pertandingan Arema, Miran juga selalu menjadi salah satu pengaman jalannya pertandingan. Di tahun tersebut, atmosfir kompetisi Galatama atau awal dibentuknya Liga Indonesia, nama kompetisi sepakbola Indonesia pada tahun 90an, selalu identik dengan yang namanya suporter rusuh, walaupun masih saja sama seperti sekarang.

Menurut salah satu Aremania yang ikut merasakan era tersebut, Miran adalah salah satu komandan polisi di lapangan ketika pertandingan Arema atau Persema berlangsung.

"Ketika ada pertandingan Arema atau Persema, tidak ada suporter yang berani bikin rusuh karena ada Miran," ungkap Eko, salah seorang Aremania kepada merdeka.com, Rabu (3/04).

Eko juga menuturkan bahwa secara fisik, Miran tidak memiliki tubuh yang tinggi besar. Namun, dia mempunyai keberanian menertibkan puluhan bahkan ratusan suporter yang menyemut di salah satu pintu masuk ke Stadion Gajayana.

Eko juga menuturkan bahwa pernah ada satu kejadian, sekitar tahun 95-an atau awal digulirkannya Ligina 1 atau 2, kala itu Arema menjamu Persipura di Gajayana. Terjadi perkelahian antara seorang suporter dari Arema dan Persipura.

Perkelahian bermula dari saling adu ejek antarsuporter yang mana pendukung tim Arema sebagai tuan rumah, nama Aremania belum digunakan seperti sekarang, merasa tersinggung dan marah ketika ada rekan mereka terluka di kepala karena dipukul oleh suporter tamu.

Kala itu, banyak juga pendukung dari tim Mutiara Hitam tersebut yang ternyata membawa senjata berupa pentungan yang disembunyikan di balik baju mereka. Dikarenakan suasana menjadi tidak kondusif, Miran dengan ketegasannya menggelandang kedua orang yang paling terlihat dan terlibat adu pukul tersebut keluar stadion.

"Miran tidak pandang bulu, tidak peduli orang Malang atau pendukung tim lain, kalau salah ya salah," jelas Eko.

"Tidak peduli, kalau memang perlu ditindak ya harus ditindak supaya kondisi kota Malang tetap kondusif," jelas Miran.
Bapak tiga anak ini dikenal sangat tegas dalam menegakkan peraturan. Suatu ketika, Miran pernah ditugaskan menutup jalan untuk sebuah acara.

Untuk alasan keamanan, maka Miran pun menutup jalan tempat acara tersebut berlangsung. Padahal, jalan tersebut merupakan salah satu jalan yang cukup ramai di Kota Malang. Hal ini pun membuat beberapa pengendara protes kepada wali kota yang saat itu dijabat Kol (Purn) HM Soesamto.

Alih-alih mengultimatum Miran, wali kota justru menunjukkan kepasrahannya. "Sing duwe dalan Miran, wes opo jare Miran ae (Yang punya jalan kan Miran, apa kata Miran saja)," kata Miran dengan bercanda menirukan perkataan HM Soesamto. Saat wali kota hendak melewati jalan tersebut, dia juga memilih untuk memutar.

Sampai sekarang, Miran adalah polisi legendaris di Malang. Namanya tak pernah habis dibicarakan.

Sumber

klo berkenan bagi emoticon-Blue Guy Cendol (L)

maaf klo emoticon-Blue Repostnubie jangan di emoticon-Blue Guy Bata (L)
tien212700Avatar border
tien212700 memberi reputasi
1
55.3K
647
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan