- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Cerpen : Tetaplah Tersenyum, Kawan
TS
parazigaleri
Cerpen : Tetaplah Tersenyum, Kawan
Fresh graduate dari SD benar-benar terasa masa-masa SD itu masa dalam pendidikan yang paling panjang. Bayangin aja, jenjang pendidikan lain Cuma 3 tahun dan SD 6 tahun. Tapi, ngga jarang orang yang melupakan masa SD-nya. Memang hidup tuh pilihan. Ngga salah tapi percaya dari sana kita belajar dasar-dasar untuk hidup dan berfikir. Jadi, kalau masih SD udah begajulan SD, SMP, SMA juga gitu? Ngga juga sih.
Ok, waktunya untuk berjalan meninggalkan kenangan. Nostalgia memang bagus. Tapi kalau kebanyakan itu membuat kita berjalan di tempat dan berfikir untuk mengulangi masa lalu itu terus. Apalagi kalau punya kisah cinta waktu SD. Sungguh terlalu, masih SD aja udah mulai main cinta-cintaan yah. Tapi itu kenyataan.
Sekarang bukan Kelas 6 lagi. Tapi kelas 7, lebih tepatnya 1 SMP. Semua kenangan sudh saatnya untuk di timbun dalam peti masa lalu di pulau nostalgia. Gue sudah harus mulai membiasakan diri dengan sekolah itu. Beruntung tak ada lantai dua. Semuanya mendatar tanpa ada satu set pun tangga. Beberapa hal unik Gue temukan di sini. Teman 100% baru. Karena semuanya kontras dengan apa-apa yang ada pada SD Gue dulu. Terlebih Gue dapat shift siang.
Selalu terkenang dengan dia. Itu adalah masalah yang begitu menyiksa. Tiap pertengahan jam pelajaran Gue terkadang menoleh ke luar jendela dan melihat langit selatan; arah rumahnya. Dialah Zhafira, cinta pertama penantian terpanjang. 7,5 tahun. Terdengar aneh tapi itu nyata. Memang tak pernah ada habisnya cerita-cerita itu. Hingga Gue berada di SMP 10 Gue ngga bisa memalingkan hati. Aneh juga, begitu banyak bintang berpijar Cuma satu yang terangnya terlihat.
Beberapa teman seperti Ari Gautama, temen Gue yang dipanggil tokek karena badannya ceking itu memang memberi inspirasi. Menjelang semester II musibah menimpanya sehingga harus merelakan salah satu kakinya. Dia anak yang periang dan suka bercanda, sedikit suka meledek orang lain, tapi selalu membuat orang yang diledeknya juga ketawa geli. Beda dengan Zulfikar, menjengkelkan jadi jelas apa yang terjadi sama dia kan?
Berhari-hari Ia tidak Masuk, berminggu-minggu, dan berbulan bulan. Kecelakaan di terowongan apron bekas bandar udara kemayoran itu membuatnya harus sementara menggunakan sepasang tongkat. Tapi ia berusaha untuk datang padahal belum bisa betul pakai tongkatnya. Sesekali terlihat kesulitan. Pernah suatu, hari waktu pulang sekolah dia sedikit terpeleset dengan tongkatnya. Cukup mengagetkan 20 orang dalam radius 5 meter.
Waktunya pelajaran bahasa indonesia, kali ini kompetensi yang harus di selesaikan ada 2 yaitu menulis dan membacakan puisi dan menilai cara pembacaan puisi orang lain. Oke-oke dulu waktu SD Gue sering ikut Theater. Terasa bergunanya untuk memunculkan gesture dan PeDe yang kadang nge-drop kalau udah berdiri di depan teman-teman. Gue lirik si Ari. Dia ngga mau puisinya di lihat. Bener-bener kejutan katanya. “Emangnya apanya kejutan. Kejutan mah ulang tahun sana”, ledek Gue. “Udah giliran lu tuh.” Kata Moko.
Membacakan puisi berceritakan kronologi dan penyesalannya sewaktu ketika ia menolak ajakan ayaknya yang akan mengantarkannya pergi ke suatu tempat ketimbang bermain sepeda sama temannya membuat Gue tersentuh dan teman-teman tidak tanggung-tanggung memberikan nilai seratus untuk dia. Dia juga ikut menangis, entah tangis penyesalan apa lagi. Absesnsi yang banyak Ari habiskan karena dia pakai untuk pengobatan alternatifnya membuat ketentuan sekolah memaksanya untuk tinggal kelas. Jatuh dan ketimpa tangga, ibarat harapan putus tapi mau ngga mau harus di jalani. Dia terima dengan sabar.
Itulah Ari “Tokek” udah nginspirasi dan memberi kita banyak canda tawa dan kenangan. Walaupun dia ngga naik kelas, tapi dia selalu berusaha untuk tetep bisa ketawa dan bercanda untuk orang sekitarnya. Walaupun mungkin ada duka di dalam hati dan penyesalannya, tapi dia ngga mau terpuruk dalam kesedihan terlalu lama. [END] [Berdasarkan kisah nyata | Kesamaan tokoh dan tempat hanya kebetulan belaka]
Maap gan kalau Jelek, masih nyubi
Ok, waktunya untuk berjalan meninggalkan kenangan. Nostalgia memang bagus. Tapi kalau kebanyakan itu membuat kita berjalan di tempat dan berfikir untuk mengulangi masa lalu itu terus. Apalagi kalau punya kisah cinta waktu SD. Sungguh terlalu, masih SD aja udah mulai main cinta-cintaan yah. Tapi itu kenyataan.
Sekarang bukan Kelas 6 lagi. Tapi kelas 7, lebih tepatnya 1 SMP. Semua kenangan sudh saatnya untuk di timbun dalam peti masa lalu di pulau nostalgia. Gue sudah harus mulai membiasakan diri dengan sekolah itu. Beruntung tak ada lantai dua. Semuanya mendatar tanpa ada satu set pun tangga. Beberapa hal unik Gue temukan di sini. Teman 100% baru. Karena semuanya kontras dengan apa-apa yang ada pada SD Gue dulu. Terlebih Gue dapat shift siang.
Selalu terkenang dengan dia. Itu adalah masalah yang begitu menyiksa. Tiap pertengahan jam pelajaran Gue terkadang menoleh ke luar jendela dan melihat langit selatan; arah rumahnya. Dialah Zhafira, cinta pertama penantian terpanjang. 7,5 tahun. Terdengar aneh tapi itu nyata. Memang tak pernah ada habisnya cerita-cerita itu. Hingga Gue berada di SMP 10 Gue ngga bisa memalingkan hati. Aneh juga, begitu banyak bintang berpijar Cuma satu yang terangnya terlihat.
Beberapa teman seperti Ari Gautama, temen Gue yang dipanggil tokek karena badannya ceking itu memang memberi inspirasi. Menjelang semester II musibah menimpanya sehingga harus merelakan salah satu kakinya. Dia anak yang periang dan suka bercanda, sedikit suka meledek orang lain, tapi selalu membuat orang yang diledeknya juga ketawa geli. Beda dengan Zulfikar, menjengkelkan jadi jelas apa yang terjadi sama dia kan?
Berhari-hari Ia tidak Masuk, berminggu-minggu, dan berbulan bulan. Kecelakaan di terowongan apron bekas bandar udara kemayoran itu membuatnya harus sementara menggunakan sepasang tongkat. Tapi ia berusaha untuk datang padahal belum bisa betul pakai tongkatnya. Sesekali terlihat kesulitan. Pernah suatu, hari waktu pulang sekolah dia sedikit terpeleset dengan tongkatnya. Cukup mengagetkan 20 orang dalam radius 5 meter.
Waktunya pelajaran bahasa indonesia, kali ini kompetensi yang harus di selesaikan ada 2 yaitu menulis dan membacakan puisi dan menilai cara pembacaan puisi orang lain. Oke-oke dulu waktu SD Gue sering ikut Theater. Terasa bergunanya untuk memunculkan gesture dan PeDe yang kadang nge-drop kalau udah berdiri di depan teman-teman. Gue lirik si Ari. Dia ngga mau puisinya di lihat. Bener-bener kejutan katanya. “Emangnya apanya kejutan. Kejutan mah ulang tahun sana”, ledek Gue. “Udah giliran lu tuh.” Kata Moko.
Membacakan puisi berceritakan kronologi dan penyesalannya sewaktu ketika ia menolak ajakan ayaknya yang akan mengantarkannya pergi ke suatu tempat ketimbang bermain sepeda sama temannya membuat Gue tersentuh dan teman-teman tidak tanggung-tanggung memberikan nilai seratus untuk dia. Dia juga ikut menangis, entah tangis penyesalan apa lagi. Absesnsi yang banyak Ari habiskan karena dia pakai untuk pengobatan alternatifnya membuat ketentuan sekolah memaksanya untuk tinggal kelas. Jatuh dan ketimpa tangga, ibarat harapan putus tapi mau ngga mau harus di jalani. Dia terima dengan sabar.
Itulah Ari “Tokek” udah nginspirasi dan memberi kita banyak canda tawa dan kenangan. Walaupun dia ngga naik kelas, tapi dia selalu berusaha untuk tetep bisa ketawa dan bercanda untuk orang sekitarnya. Walaupun mungkin ada duka di dalam hati dan penyesalannya, tapi dia ngga mau terpuruk dalam kesedihan terlalu lama. [END] [Berdasarkan kisah nyata | Kesamaan tokoh dan tempat hanya kebetulan belaka]
Maap gan kalau Jelek, masih nyubi
anasabila memberi reputasi
1
955
0
Komentar yang asik ya
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan