- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
KISAH SUKSES: Peni Cameron, Industri Kreatif Mengubah PR menjadi RP


TS
VandalzJr
KISAH SUKSES: Peni Cameron, Industri Kreatif Mengubah PR menjadi RP
Spoiler for Bukti No Repsol:
Quote:

Spoiler for Menerima:
Quote:


Spoiler for Menolak:
Quote:

Quote:
Peni Cameron, Industri Kreatif Mengubah PR menjadi RP

Animasi enggak melulu soal teknis! “Market opportunity-nya justru ada di bisnis, bukan di bidang TI-nya,” kata Peni Cameron. Itulah alasan dia fokus dalam bisnis dan pemasaran animasi. Cita-citanya ingin membangun budaya lokal lewat animasi dan membuat Indonesia eksis di mata dunia.
Bagi Peni, animasi bukan sekadar tontonan menghibur, meskipun sejak kecil dia hobi menonton film kartun. Ada alasan lain yang membuatnya jatuh cinta dengan animasi. “Melalui film animasi, kita bisa membangung karakter anak-anak yang menonton,” kata Peni. Pasalnya, animasi kerap menampilkan unsur perjuangan, persahabatan, dan persaingan. Unsur-unsur itu penting bagi pertumbuhan perilaku dan karakter anak.
Tak hanya itu, animasi juga bisa mengembangkan daya imaginasi dan membebaskan orang untuk berekspresi. Dalam animasi, siapapun bisa mewujudkan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Lewat animasi pula, menyindir pihak lain bisa dilakukan tanpa membuat pihak yang disindir merasa tersinggung.
Perkenalan dengan animasi
Peni tidak punya latar belakang pendidikan animasi. Namun, passion-nya justru ada di dunia kreatif itu. Karier Peni di bidang animasi dimulai pada 1996, saat bekerja sebagai Animation Co-Director di PT Adianimas Cipta.
“Waktu itu, teman-teman mengajak saya untuk ikut menggarap (film animasi) Satria Nusantara yang ditayangkan di TPI (Televisi Pendidikan Indonesia). Tetapi baru mulai, ada krismon (krisis moneter). Jadi kami enggak sempat bikin film serinya. Kami malah lebih banyak menggarap iklan,” kata Peni.
Pengalaman pertama itu diakui Peni membuatnya paham mengenai proses pembuatan animasi. Apalagi, pada era 1990-an, teknologi animasi yang ada masih dua dimensi (2D). “Waktu itu belum ada software,” katanya. Jadi, setiap proses?mulai dari menggambar, mewarnai, hingga membuat animasi dilakukan secara manual. Untuk membuat sebuah karya animasi pendek saja, diperlukan banyak SDM. “Kalau sekarang, karena sudah ada software, semua proses bisa dilakukan oleh satu orang,” imbuh Peni. Pembuatan film animasi berdurasi 20-25 menit, misalnya, sekarang sudah bisa dilakukan oleh 4/5 orang.
Terjun langsung ke bidang animasi, membuat Peni melihat bahwa animasi bukan sekadar TI. Kesempatan pasarnya justru ada di bisnisnya. Karena itu, dia memilih fokus pada pemasaran dan ide pembuatan cerita animasi.
Memasarkan animasi
Potensi industri animasi bukan hanya pada filmnya. Menurut Peni, banyak orang belum mengerti perbedaan antara industri film animasi dengan industri animasi. Industri animasi bersifat luas, mencakup banyak hal yang ada dalam animasi serta hal-hal yang bisa dikembangkan dari animasi. “Contohnya karakter, cerita, film, games, hingga merchandise karakter-karakter animasi,” papar Peni. Merchandise ini bisa berupa kaos, handuk, mug, tas, jam tangan, atau mainan.
Melihat besarnya potensi bisnis animasi, pada tahun 2004, Peni dan beberapa temannya mendirikan Asosiasi Industri Animasi dan Konten Indonesia (AINAKI). Namun, membentuk asosiasi saja tak cukup untuk mengembangkan industri di dalam negeri. Peni lalu membentuk perusahaan yang fokus memasarkan animasi karya anak bangsa. Perusahaan itu, PT Citra Andra Media (CAM Solutions/CAMS), berdiri pada tahun 2006.
“Kami sadar asosiasi tak punya dana untuk bergerak. Jadi, harus ada perusahaan yang dibuat untuk menjalankan programnya. Karena yang kurang (di Indonesia) adalah soal marketing, maka dibuatlah perusahaan yang khusus memasarkan animasi,” kata Peni.
CAMS mengurusi produksi dan pemasaran film animasi melalui program Animart. Tahun lalu, melalui program ini, Peni sibuk mencari cara untuk menampilkan film-film animasi lokal di stasiun-stasiun TV dalam negeri. Sekarang, beberapa film animasi garapan Animart dan beberapa partner studionya? seperti Catatan Dian, Kuci, Bakpia vs. Geplak, Bany, dan Tora Tori?sudah bisa dinikmati di layar TV.
Target Peni tahun ini adalah merambah bidang merchandising berbagai karakter animasi lokal. “Bisnis animasi kan mendapat untung dari merchandise,” tutur Peni. Menurutnya, distribusi merchandise ini akan siap akhir tahun ini. Nantinya, dia memprioritaskan TV-TV lokal sebagai distributor merchandise-merchandise itu. “Jadi, bukan supermarket saja,” imbuhnya.
Sambil mempersiapkan produksi merchandise, Peni tetap giat memasarkan animasi. Dia dan timnya bahkan mulai merambah industri perhotelan dengan menawarkan produk hotel animasi. “Hotel animasi ini menghias kamar atau ruang makan di hotel dengan dekorasi animasi-animasi lokal,” kata Peni. Sudah ada beberapa hotel yang tertarik dengan konsep tersebut.
Selain itu, untuk memperkenalkan karakter-karakter animasi lokal, CAMS juga menggelar cartoon show sejak dua bulan yang lalu. “Kami sudah bekerja sama dengan beberapa perusahaan (pabrikan makanan), seperti Garuda Food dan Unican. Mereka sering mengadakan show di mal. Kami menawarkan paket operet kartun Indonesia, seperti Dian dan Kuci, lalu ada lomba mewarnai gambar juga,” papar Peni.
Indonesia Creatice Icon
Satu lagi perhelatan yang mengapresisasi karya anak bangsa, Indonesia Creative Icon (ICI). Acara yang diadakan untuk kedua kalinya ini (pertama tahun 2008) merupakan serangkaian lomba kreatif yang memadukan unsur budaya daerah para generasi muda yang tidak pernah kehabisan ide dalam berkreasi.
Peni Cameron, Penggagas dan Ketua Pelaksana ICI, menyatakan bahwa kegiatan dengan tema “Banjiri Dunia dengan Kreatifitas Indoensia” ini bertujuan untuk mendorong dan mengembangkan industri kreatif masyarakat dengan mengangkat budaya daerah untuk menciptakan peluang bisnis bagi kreator atau produsen, pelaku distribusi dan pasar serta pengguna di tingkat nasional.
“ICI merupakan salah satu wujud kepedulian kami terhadap pengembangan dan pembangunan kreatifitas anak bangsa, yang memerlukan wadah, dorongan dan dukungan penciptaan industri kreatif,” tutur Peni yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur CAM Solutions yang mengadakan ICI.
Didukung oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, ICI merupakan rangkaian acara yang sudah berlangsung sejak 2009 lalu, yaitu Pekan Kreatif RRI dan Pameran Iptek yang diselenggarakan di delapan kota di Indonesia, Ritech Expo (Mei-Agustus 2009). Ajang lomba ini meliputi sembilan spektrum, yaitu animation, digital comic, digital music, music performance, dance performance, fashion, craft, games dan applied science.
“Kami juga sengaja bekerja sama dengan RRI dalam Pekan Kreatif RRI karena radio publik ini mengudara di 60 kota, maka pendengar di daerah-daerah pasti banyak. Namun sayang, hal ini tidak pernah dimanfaatkan secara optimal,” ujar Peni.
Para juara ini menerima hadiah berupa piala ICI, uang tunai, notebook dan tour ke Singapura pada 22-24 Januari 2010. Di negara singa ini, pemenang akan mengikuti rangkaian kegiatan yang bekerja sama dengan Ship for South East Asian Youth Program (SSEAYP).
Peni berharap, ICI dapat menambah wawasan para pemenang dalam hal kebiasaan dan pola hidup untuk membangun kreativitas agar dapat menciptakan karya-karya kreatif. Sekaligus sebagai duta untuk mempromosikan kebudayaan dan pariwisata serta kreativitas daerah dan Indonesia kepada dunia luar.
“Yang pasti, kita harus bikin PR=RP. Artinya, jadikan Pekerjaan Rumah berupa kreativitas yang kita miliki, menjadi RuPiah untuk dibisniskan. Karena kita semua sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya untuk mendapatkan penghasilan yang banyak juga, kan?” jelas Peni, menyimpulkan.

Animasi enggak melulu soal teknis! “Market opportunity-nya justru ada di bisnis, bukan di bidang TI-nya,” kata Peni Cameron. Itulah alasan dia fokus dalam bisnis dan pemasaran animasi. Cita-citanya ingin membangun budaya lokal lewat animasi dan membuat Indonesia eksis di mata dunia.
Bagi Peni, animasi bukan sekadar tontonan menghibur, meskipun sejak kecil dia hobi menonton film kartun. Ada alasan lain yang membuatnya jatuh cinta dengan animasi. “Melalui film animasi, kita bisa membangung karakter anak-anak yang menonton,” kata Peni. Pasalnya, animasi kerap menampilkan unsur perjuangan, persahabatan, dan persaingan. Unsur-unsur itu penting bagi pertumbuhan perilaku dan karakter anak.
Tak hanya itu, animasi juga bisa mengembangkan daya imaginasi dan membebaskan orang untuk berekspresi. Dalam animasi, siapapun bisa mewujudkan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin. Lewat animasi pula, menyindir pihak lain bisa dilakukan tanpa membuat pihak yang disindir merasa tersinggung.
Perkenalan dengan animasi
Peni tidak punya latar belakang pendidikan animasi. Namun, passion-nya justru ada di dunia kreatif itu. Karier Peni di bidang animasi dimulai pada 1996, saat bekerja sebagai Animation Co-Director di PT Adianimas Cipta.
“Waktu itu, teman-teman mengajak saya untuk ikut menggarap (film animasi) Satria Nusantara yang ditayangkan di TPI (Televisi Pendidikan Indonesia). Tetapi baru mulai, ada krismon (krisis moneter). Jadi kami enggak sempat bikin film serinya. Kami malah lebih banyak menggarap iklan,” kata Peni.
Pengalaman pertama itu diakui Peni membuatnya paham mengenai proses pembuatan animasi. Apalagi, pada era 1990-an, teknologi animasi yang ada masih dua dimensi (2D). “Waktu itu belum ada software,” katanya. Jadi, setiap proses?mulai dari menggambar, mewarnai, hingga membuat animasi dilakukan secara manual. Untuk membuat sebuah karya animasi pendek saja, diperlukan banyak SDM. “Kalau sekarang, karena sudah ada software, semua proses bisa dilakukan oleh satu orang,” imbuh Peni. Pembuatan film animasi berdurasi 20-25 menit, misalnya, sekarang sudah bisa dilakukan oleh 4/5 orang.
Terjun langsung ke bidang animasi, membuat Peni melihat bahwa animasi bukan sekadar TI. Kesempatan pasarnya justru ada di bisnisnya. Karena itu, dia memilih fokus pada pemasaran dan ide pembuatan cerita animasi.
Memasarkan animasi
Potensi industri animasi bukan hanya pada filmnya. Menurut Peni, banyak orang belum mengerti perbedaan antara industri film animasi dengan industri animasi. Industri animasi bersifat luas, mencakup banyak hal yang ada dalam animasi serta hal-hal yang bisa dikembangkan dari animasi. “Contohnya karakter, cerita, film, games, hingga merchandise karakter-karakter animasi,” papar Peni. Merchandise ini bisa berupa kaos, handuk, mug, tas, jam tangan, atau mainan.
Melihat besarnya potensi bisnis animasi, pada tahun 2004, Peni dan beberapa temannya mendirikan Asosiasi Industri Animasi dan Konten Indonesia (AINAKI). Namun, membentuk asosiasi saja tak cukup untuk mengembangkan industri di dalam negeri. Peni lalu membentuk perusahaan yang fokus memasarkan animasi karya anak bangsa. Perusahaan itu, PT Citra Andra Media (CAM Solutions/CAMS), berdiri pada tahun 2006.
“Kami sadar asosiasi tak punya dana untuk bergerak. Jadi, harus ada perusahaan yang dibuat untuk menjalankan programnya. Karena yang kurang (di Indonesia) adalah soal marketing, maka dibuatlah perusahaan yang khusus memasarkan animasi,” kata Peni.
CAMS mengurusi produksi dan pemasaran film animasi melalui program Animart. Tahun lalu, melalui program ini, Peni sibuk mencari cara untuk menampilkan film-film animasi lokal di stasiun-stasiun TV dalam negeri. Sekarang, beberapa film animasi garapan Animart dan beberapa partner studionya? seperti Catatan Dian, Kuci, Bakpia vs. Geplak, Bany, dan Tora Tori?sudah bisa dinikmati di layar TV.
Target Peni tahun ini adalah merambah bidang merchandising berbagai karakter animasi lokal. “Bisnis animasi kan mendapat untung dari merchandise,” tutur Peni. Menurutnya, distribusi merchandise ini akan siap akhir tahun ini. Nantinya, dia memprioritaskan TV-TV lokal sebagai distributor merchandise-merchandise itu. “Jadi, bukan supermarket saja,” imbuhnya.
Sambil mempersiapkan produksi merchandise, Peni tetap giat memasarkan animasi. Dia dan timnya bahkan mulai merambah industri perhotelan dengan menawarkan produk hotel animasi. “Hotel animasi ini menghias kamar atau ruang makan di hotel dengan dekorasi animasi-animasi lokal,” kata Peni. Sudah ada beberapa hotel yang tertarik dengan konsep tersebut.
Selain itu, untuk memperkenalkan karakter-karakter animasi lokal, CAMS juga menggelar cartoon show sejak dua bulan yang lalu. “Kami sudah bekerja sama dengan beberapa perusahaan (pabrikan makanan), seperti Garuda Food dan Unican. Mereka sering mengadakan show di mal. Kami menawarkan paket operet kartun Indonesia, seperti Dian dan Kuci, lalu ada lomba mewarnai gambar juga,” papar Peni.
Indonesia Creatice Icon
Satu lagi perhelatan yang mengapresisasi karya anak bangsa, Indonesia Creative Icon (ICI). Acara yang diadakan untuk kedua kalinya ini (pertama tahun 2008) merupakan serangkaian lomba kreatif yang memadukan unsur budaya daerah para generasi muda yang tidak pernah kehabisan ide dalam berkreasi.
Peni Cameron, Penggagas dan Ketua Pelaksana ICI, menyatakan bahwa kegiatan dengan tema “Banjiri Dunia dengan Kreatifitas Indoensia” ini bertujuan untuk mendorong dan mengembangkan industri kreatif masyarakat dengan mengangkat budaya daerah untuk menciptakan peluang bisnis bagi kreator atau produsen, pelaku distribusi dan pasar serta pengguna di tingkat nasional.
“ICI merupakan salah satu wujud kepedulian kami terhadap pengembangan dan pembangunan kreatifitas anak bangsa, yang memerlukan wadah, dorongan dan dukungan penciptaan industri kreatif,” tutur Peni yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur CAM Solutions yang mengadakan ICI.
Didukung oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, ICI merupakan rangkaian acara yang sudah berlangsung sejak 2009 lalu, yaitu Pekan Kreatif RRI dan Pameran Iptek yang diselenggarakan di delapan kota di Indonesia, Ritech Expo (Mei-Agustus 2009). Ajang lomba ini meliputi sembilan spektrum, yaitu animation, digital comic, digital music, music performance, dance performance, fashion, craft, games dan applied science.
“Kami juga sengaja bekerja sama dengan RRI dalam Pekan Kreatif RRI karena radio publik ini mengudara di 60 kota, maka pendengar di daerah-daerah pasti banyak. Namun sayang, hal ini tidak pernah dimanfaatkan secara optimal,” ujar Peni.
Para juara ini menerima hadiah berupa piala ICI, uang tunai, notebook dan tour ke Singapura pada 22-24 Januari 2010. Di negara singa ini, pemenang akan mengikuti rangkaian kegiatan yang bekerja sama dengan Ship for South East Asian Youth Program (SSEAYP).
Peni berharap, ICI dapat menambah wawasan para pemenang dalam hal kebiasaan dan pola hidup untuk membangun kreativitas agar dapat menciptakan karya-karya kreatif. Sekaligus sebagai duta untuk mempromosikan kebudayaan dan pariwisata serta kreativitas daerah dan Indonesia kepada dunia luar.
“Yang pasti, kita harus bikin PR=RP. Artinya, jadikan Pekerjaan Rumah berupa kreativitas yang kita miliki, menjadi RuPiah untuk dibisniskan. Karena kita semua sekolah tinggi-tinggi, ujung-ujungnya untuk mendapatkan penghasilan yang banyak juga, kan?” jelas Peni, menyimpulkan.
Diubah oleh VandalzJr 04-04-2013 07:22
0
3K
Kutip
10
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan