- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
D'Cost : Tentang D'Cost , Ide-Ide Kreatifnya , dan Aplikasi TI di Resto Seafood


TS
VW.Shop
D'Cost : Tentang D'Cost , Ide-Ide Kreatifnya , dan Aplikasi TI di Resto Seafood
No Repost : Belum pernah ada di KasKus
D’Cost bisa dikatakan merupakan resto seafood paling inovatif di kelasnya. Sesuai dengan motto-nya “Mutu Bintang Lima, Harga Kaki Lima”, inovasi yang utama dari resto ini adalah harga makanannya yang tergolong murah dengan kualitas yang bisa dijajarkan dengan resto seafood di hotel bintang lima. Untuk menjadikan harganya murah, D’Cost harus mengefektifkan dan mengefisienkan operasional kerja. Salah satu caranya dengan menggunakan perangkat dan sistem TI dalam hal pemesanan tempat dan pemesanan makanan. Dengan menggunakan Ipod yang terhubung dengan sistem pemesanan dan pendelegasian menu ke bagian dapur, maka proses memasak makanan fresh bisa lebih cepat dilakukan. Kecepatan menjadi hal utama di D’Cost. Selain sebagai bagian dari pelayanan ke pelanggan, sistem ini juga dibuat agar dapat mengundang pengunjung lebih banyak lagi sehingga skala ekonomi bisa tercapai.
Didirikan pada 9 September 2006, D’Cost berkembang hingga saat ini memiliki 57 gerai di 17 kota besar di Indonesia. Selain itu, pihak D’Cost juga mengklaim diri sebagai resto pertama dan satu-satunya yang menggunakan aplikasi TI ke dalam manajemen restoran. Dengan aplikasi TI ini manajemen dapat dengan mudah memantau kegiatan restoran dari mulai logistik, penjualan, pembukuan, hingga keamanan di semua gerai secara real time online. Penggunaan TI ini juga disediakan untuk kenyamanan pengunjung resto. Sejak 2010, pengunjung dapat melakukan self ordering melalui iPad tanpa perlu menunggu pelayanan datang mencatat pesanan.
Bertempat di kantor D’Cost di wilayah Sunter, David Vincent Marsudi, Presiden Direktur PT Pendekar Bodoh ditemani Eka Agus Rachman, General Manager Promoton & PR PT Pendekar Bodoh menerima reporter SWA, Darandono dan Denoan Rinaldi, di salah satu ruang di kantor D’Cost Jalan Danau Sunter Barat Blok A3 No. 2 pada Rabu (26/9). Berikut wawancaranya:

Bisa Anda jelaskan ide mendirikan resto seafood di mal. Padahal, kebanyakan resto seafood berada di luar mal?
Seafood diasumsikan sebagai makanan mahal. Seafood yang agak murah dijual di pinggir jalan, warung tenda di trotoar. Sejak awal kami berpikir, mengapa seafood dijual mahal? Padahal Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan produk laut, termasuk seafood. Itu salah satu idenya, mengapa kami memilih seafood sebagai lahan bisnis. Kami ingin menyajikan seafood dengan kualitas baik masyarakat bahwa hanya kalangan berduit saja yang bisa makan seafood karena harganya yang memang mahal. Ini yang menggelitik kami, mengapa di Indonesia tidak ada yang menjalani bisnis seafood murah tapi dengan kualitas baik. Ini yang kami coba jalani. Memang terdapat berbagai kendala ketika menjalaninya. Namun kami terus coba perbaiki.
Mengapa lokasi D’Cost terdapat di mal? Sebenarnya gerai D’Cost juga ada yang stand alone. Kombinasi, ada yang di mal dan stand alone. Mengapa ada di mal? Karena kami lihat kecenderungan gaya hidup orang saat ini senang belanja di mal. Di samping belanja, masyarakat juga cari makan di mal. Dulu, resto yang banyak terdapat di mal adlah resto fast food. Jadi, kami pikir, mengapa kami tidak coba menyediakan sesuatu yang lebih sehat ke masyarakat dengan makanan yang baru dimasak setelah dipesan.
Bagaimana mengenai kreativitas dalam hal menu?
Sejak awal memang kami menyajikan menu yang cukup beragam. Kami coba memahami konsumen dengan memosisikan diri sebagai konsumen. Hal sederhana itu yang kami lakukan. Setelah mengetahui kesukaan konsumen, apakah kami bisa menciptakan makanan itu? Selain itu, karakter konsumen yaitu menginginkan barang yang bagus dan murah. Rata-rata orang menginginkan best deal. Sebagai pengusaha kami mengikuti pola pikir konsumen. Hal ini tercermin dari motto kami “Mutu bintang lima, harga kaki lima”. Kami coba penuhi itu terus, walaupun memang kami belum bisa memenuhi semua. Namun kami berusaha untuk memperbaiki diri setiap saat agar janji kami ke masyarakat bisa terpenuhi.
Apakah ada penambahan menu tertentu pada periode tertentu?
Ya, kami memliki divisi R&D untuk menu. Secara berkala kami ciptakan menu-menu yang kira-kira memang disukai masyarakat. Saat ini ada sekamir 100 menu makanan dan minuman.
Dalam periode waktu berapa lama ada penambahan atau penggantian menu?
Agar konsumen tidak bosan, kami lihat dulu kinerja menu tersebut. Kami ada menu ranking. Jadi menu-menu yang sudah masuk ranking bawah, ya kami keluarkan. Kalau ada menu yang dianggap sudah jenuh, maka menu itu akan diganti. Substitusi atau penambahan menu dilakukan sekamir 3 sampai 6 bulan sekali. Idealnya, setiap tiga bulan, paling tidak terdapat 5-10 menu makanan dan minuman baru.
Selain itu, D’Cost juga memiliki menu spesial atau khas daerah. Karena D’Cost berada di 17 kota, kami sadari bahwa di Indonesia terdapat sedemikian banyak suku yang memiliki taste sendiri-sendiri. Jadi ada beberapa menu lokal dan menu nasional. Menu lokal di tiap daerah biasanya tidak dominan. Tidak boleh lebih dari 20%.
Mengapa diterapkan pola seperti ini?
Harus ada menu nasional agar masyarakat tahu D’Cost. Namun kami menampung aspirasi dari masyarakat setempat yang memiliki kebiasaan dan cita rasa yang berbeda dengan masyarakat di daerah lain. Jadi, kami berusaha mengakomodasi hal ini dengan pendekatan memberi porsi maksimal20% bagi masakan yang ber-taste lokal. Contohnya, di Surabaya ada menu-menu yang memang berbeda dengan daerah lain, seperti ikan Sukang di Surabaya. Untuk di Makassar, biasanya beda di saus.
Dari mana ide menu-menu baru tersebut?
Berasal dari masukan. Kami mencoba budaya di mana orang di bawah bisa memberi inspirasi ke atas. Bukan satu arah dari atas ke bawah. Kami mengharapkan orang-orang di bawah merasa bahwa D’Cost merupakan tempat mereka mencari sandang pangan sehingga mereka betul-betul berjuang di divisinya. Jadi dia akan selalu memonitor lokasi di daerahnya sehingga mereka akan memberi usulan ke atas.
Jadi ada kemungkinan menu lokal untuk jadi menu nasional?
Kalau memang digemari, bisa begitu. Contohnya Rica dari Makassar. Kemudian kami ciptakan makanan yang kira-kira disukai oleh orang Jawa dan Sunda karena dua suku ini yang paling banyak populasinya.
Bagaimana proses memberi masukannya? Misalnya dari konsumen?
Konsumen biasanya memberi masukan melalui saluran ‘SMS complaint”. Kalau banyak konsumen yang memberi masukan terhadap menu tertentu, itu jadi bahan pertimbangan kami untuk menciptakan menu. Biasanya kami coba menu tertentu di daerah-daerah tertentu. Kami lihat responsnya. Kalau menu tersebut kami anggap responsnya bagus, maka kami angkat menjadi menu nasional.
Berapa presentase antara menu yang dibuat R&D dan usulan konsumen?
R&D sendiri, ketika akan membuat menu baru, mereka juga mengamati pasar. Kami selalu mengembalikan apa yang diinginkan konsumen. Bukan apa yang diinginkan kami.
Berarti melihat menu unggulan di resto-resto yang lain juga?
Ya. Tapi beda di harga, ha..ha..ha.. Saya juga mencoba menu, misalnya ikan patin, yang ada di restoran China di Hotel Shangri La Surabaya, Crystal Jade. Mereka menjual harga masakan ikan patin tersebut sekamir Rp 150 ribu karena mereka menggunakan koki dari Hongkong yang biayanya mahal. Sementara harga ikan patin kami, dengan rasa yang sama harganya hanya Rp 25 ribu.
Bagaimana mengenai jam buka resto yang tidak harus buka setiap saat?
Itu bergantung pada daerahnya. Kalau gerai di mal, saat ini 100% buka full day, yaitu buka dari pukul 11.00 hingga 21.00. Namun memang terdapat beberapa gerai stand alone (bukan di mal) yang kami tutup antara pukul 15.00-17.00 saat week day. Hal ini kami lakukan berdasarkan evaluasi di mana pada jam itu, yang memang bukan jam makan. Hal ini dilakukan atas alasan efisiensi. Dengan menjual produk murah, kami sebagai perusahaan harus bisa efisien, karena jika kami tidak efisien maka dampaknya akan dialami masyarakat dengan harga yang tinggi. Saat ini lebih banyak gerai yang di mal dibanding stand alone. Sekamir 85% gerai kami berada di mal. Namun pada saat weekend, gerai yang stand alone buka full day.
Berapa jumlah cabang saat ini dan bagaimana target pertumbuhannya?
Saat ini 57 cabang dan akan buka sesuai dengan angka belakang tahun. Misalnya, tahun ini tahun 2012, maka kami targetkan akan buka cabang sebanganyak 12 cabang. Pada 2013, kami targetkan akan buka 13 cabang.
Mengapa dilakukan pola seperti ini?
Biar mudah untuk mengingat. Ha..ha..ha..
Bagaimana kreativitas di bidang TI?
Sejak awal berdiri, ketika belum ada Ipod, kami menggunakan PDA untuk memesan pesanan. Setelah Ipod keluar, kami beralih menggunakan Ipod karena Ipod lebih murah dari PDA. Namun saat itu, ketika kami menggunakan Ipod sebagai sarana untuk memesan makanan, hal itu belum umum dilakukan resto lain sehingga Manajer Pemasaran Apple dari Singapura, datang ke Jakarta. Dia menanyakan mengapa barangnya bisa digunakan oleh kami sebagai sarana order makanan. “Sudah saya protect, kok you bisa pakai buat order?”, kata manajer itu. Saat itu kami jailbreak Ipod itu. Saat ini kami jadi teman. Kami juga menggunakan Ipad untuk order saat ini.
* Bersambung ke posting dibawah *
Kaskuser yang baik :


Spoiler for No Repost:
D’Cost bisa dikatakan merupakan resto seafood paling inovatif di kelasnya. Sesuai dengan motto-nya “Mutu Bintang Lima, Harga Kaki Lima”, inovasi yang utama dari resto ini adalah harga makanannya yang tergolong murah dengan kualitas yang bisa dijajarkan dengan resto seafood di hotel bintang lima. Untuk menjadikan harganya murah, D’Cost harus mengefektifkan dan mengefisienkan operasional kerja. Salah satu caranya dengan menggunakan perangkat dan sistem TI dalam hal pemesanan tempat dan pemesanan makanan. Dengan menggunakan Ipod yang terhubung dengan sistem pemesanan dan pendelegasian menu ke bagian dapur, maka proses memasak makanan fresh bisa lebih cepat dilakukan. Kecepatan menjadi hal utama di D’Cost. Selain sebagai bagian dari pelayanan ke pelanggan, sistem ini juga dibuat agar dapat mengundang pengunjung lebih banyak lagi sehingga skala ekonomi bisa tercapai.
Didirikan pada 9 September 2006, D’Cost berkembang hingga saat ini memiliki 57 gerai di 17 kota besar di Indonesia. Selain itu, pihak D’Cost juga mengklaim diri sebagai resto pertama dan satu-satunya yang menggunakan aplikasi TI ke dalam manajemen restoran. Dengan aplikasi TI ini manajemen dapat dengan mudah memantau kegiatan restoran dari mulai logistik, penjualan, pembukuan, hingga keamanan di semua gerai secara real time online. Penggunaan TI ini juga disediakan untuk kenyamanan pengunjung resto. Sejak 2010, pengunjung dapat melakukan self ordering melalui iPad tanpa perlu menunggu pelayanan datang mencatat pesanan.
Bertempat di kantor D’Cost di wilayah Sunter, David Vincent Marsudi, Presiden Direktur PT Pendekar Bodoh ditemani Eka Agus Rachman, General Manager Promoton & PR PT Pendekar Bodoh menerima reporter SWA, Darandono dan Denoan Rinaldi, di salah satu ruang di kantor D’Cost Jalan Danau Sunter Barat Blok A3 No. 2 pada Rabu (26/9). Berikut wawancaranya:

Bisa Anda jelaskan ide mendirikan resto seafood di mal. Padahal, kebanyakan resto seafood berada di luar mal?
Seafood diasumsikan sebagai makanan mahal. Seafood yang agak murah dijual di pinggir jalan, warung tenda di trotoar. Sejak awal kami berpikir, mengapa seafood dijual mahal? Padahal Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan produk laut, termasuk seafood. Itu salah satu idenya, mengapa kami memilih seafood sebagai lahan bisnis. Kami ingin menyajikan seafood dengan kualitas baik masyarakat bahwa hanya kalangan berduit saja yang bisa makan seafood karena harganya yang memang mahal. Ini yang menggelitik kami, mengapa di Indonesia tidak ada yang menjalani bisnis seafood murah tapi dengan kualitas baik. Ini yang kami coba jalani. Memang terdapat berbagai kendala ketika menjalaninya. Namun kami terus coba perbaiki.
Mengapa lokasi D’Cost terdapat di mal? Sebenarnya gerai D’Cost juga ada yang stand alone. Kombinasi, ada yang di mal dan stand alone. Mengapa ada di mal? Karena kami lihat kecenderungan gaya hidup orang saat ini senang belanja di mal. Di samping belanja, masyarakat juga cari makan di mal. Dulu, resto yang banyak terdapat di mal adlah resto fast food. Jadi, kami pikir, mengapa kami tidak coba menyediakan sesuatu yang lebih sehat ke masyarakat dengan makanan yang baru dimasak setelah dipesan.
Bagaimana mengenai kreativitas dalam hal menu?
Sejak awal memang kami menyajikan menu yang cukup beragam. Kami coba memahami konsumen dengan memosisikan diri sebagai konsumen. Hal sederhana itu yang kami lakukan. Setelah mengetahui kesukaan konsumen, apakah kami bisa menciptakan makanan itu? Selain itu, karakter konsumen yaitu menginginkan barang yang bagus dan murah. Rata-rata orang menginginkan best deal. Sebagai pengusaha kami mengikuti pola pikir konsumen. Hal ini tercermin dari motto kami “Mutu bintang lima, harga kaki lima”. Kami coba penuhi itu terus, walaupun memang kami belum bisa memenuhi semua. Namun kami berusaha untuk memperbaiki diri setiap saat agar janji kami ke masyarakat bisa terpenuhi.
Apakah ada penambahan menu tertentu pada periode tertentu?
Ya, kami memliki divisi R&D untuk menu. Secara berkala kami ciptakan menu-menu yang kira-kira memang disukai masyarakat. Saat ini ada sekamir 100 menu makanan dan minuman.
Dalam periode waktu berapa lama ada penambahan atau penggantian menu?
Agar konsumen tidak bosan, kami lihat dulu kinerja menu tersebut. Kami ada menu ranking. Jadi menu-menu yang sudah masuk ranking bawah, ya kami keluarkan. Kalau ada menu yang dianggap sudah jenuh, maka menu itu akan diganti. Substitusi atau penambahan menu dilakukan sekamir 3 sampai 6 bulan sekali. Idealnya, setiap tiga bulan, paling tidak terdapat 5-10 menu makanan dan minuman baru.
Selain itu, D’Cost juga memiliki menu spesial atau khas daerah. Karena D’Cost berada di 17 kota, kami sadari bahwa di Indonesia terdapat sedemikian banyak suku yang memiliki taste sendiri-sendiri. Jadi ada beberapa menu lokal dan menu nasional. Menu lokal di tiap daerah biasanya tidak dominan. Tidak boleh lebih dari 20%.
Mengapa diterapkan pola seperti ini?
Harus ada menu nasional agar masyarakat tahu D’Cost. Namun kami menampung aspirasi dari masyarakat setempat yang memiliki kebiasaan dan cita rasa yang berbeda dengan masyarakat di daerah lain. Jadi, kami berusaha mengakomodasi hal ini dengan pendekatan memberi porsi maksimal20% bagi masakan yang ber-taste lokal. Contohnya, di Surabaya ada menu-menu yang memang berbeda dengan daerah lain, seperti ikan Sukang di Surabaya. Untuk di Makassar, biasanya beda di saus.
Dari mana ide menu-menu baru tersebut?
Berasal dari masukan. Kami mencoba budaya di mana orang di bawah bisa memberi inspirasi ke atas. Bukan satu arah dari atas ke bawah. Kami mengharapkan orang-orang di bawah merasa bahwa D’Cost merupakan tempat mereka mencari sandang pangan sehingga mereka betul-betul berjuang di divisinya. Jadi dia akan selalu memonitor lokasi di daerahnya sehingga mereka akan memberi usulan ke atas.
Jadi ada kemungkinan menu lokal untuk jadi menu nasional?
Kalau memang digemari, bisa begitu. Contohnya Rica dari Makassar. Kemudian kami ciptakan makanan yang kira-kira disukai oleh orang Jawa dan Sunda karena dua suku ini yang paling banyak populasinya.
Bagaimana proses memberi masukannya? Misalnya dari konsumen?
Konsumen biasanya memberi masukan melalui saluran ‘SMS complaint”. Kalau banyak konsumen yang memberi masukan terhadap menu tertentu, itu jadi bahan pertimbangan kami untuk menciptakan menu. Biasanya kami coba menu tertentu di daerah-daerah tertentu. Kami lihat responsnya. Kalau menu tersebut kami anggap responsnya bagus, maka kami angkat menjadi menu nasional.
Berapa presentase antara menu yang dibuat R&D dan usulan konsumen?
R&D sendiri, ketika akan membuat menu baru, mereka juga mengamati pasar. Kami selalu mengembalikan apa yang diinginkan konsumen. Bukan apa yang diinginkan kami.
Berarti melihat menu unggulan di resto-resto yang lain juga?
Ya. Tapi beda di harga, ha..ha..ha.. Saya juga mencoba menu, misalnya ikan patin, yang ada di restoran China di Hotel Shangri La Surabaya, Crystal Jade. Mereka menjual harga masakan ikan patin tersebut sekamir Rp 150 ribu karena mereka menggunakan koki dari Hongkong yang biayanya mahal. Sementara harga ikan patin kami, dengan rasa yang sama harganya hanya Rp 25 ribu.
Bagaimana mengenai jam buka resto yang tidak harus buka setiap saat?
Itu bergantung pada daerahnya. Kalau gerai di mal, saat ini 100% buka full day, yaitu buka dari pukul 11.00 hingga 21.00. Namun memang terdapat beberapa gerai stand alone (bukan di mal) yang kami tutup antara pukul 15.00-17.00 saat week day. Hal ini kami lakukan berdasarkan evaluasi di mana pada jam itu, yang memang bukan jam makan. Hal ini dilakukan atas alasan efisiensi. Dengan menjual produk murah, kami sebagai perusahaan harus bisa efisien, karena jika kami tidak efisien maka dampaknya akan dialami masyarakat dengan harga yang tinggi. Saat ini lebih banyak gerai yang di mal dibanding stand alone. Sekamir 85% gerai kami berada di mal. Namun pada saat weekend, gerai yang stand alone buka full day.
Berapa jumlah cabang saat ini dan bagaimana target pertumbuhannya?
Saat ini 57 cabang dan akan buka sesuai dengan angka belakang tahun. Misalnya, tahun ini tahun 2012, maka kami targetkan akan buka cabang sebanganyak 12 cabang. Pada 2013, kami targetkan akan buka 13 cabang.
Mengapa dilakukan pola seperti ini?
Biar mudah untuk mengingat. Ha..ha..ha..
Bagaimana kreativitas di bidang TI?
Sejak awal berdiri, ketika belum ada Ipod, kami menggunakan PDA untuk memesan pesanan. Setelah Ipod keluar, kami beralih menggunakan Ipod karena Ipod lebih murah dari PDA. Namun saat itu, ketika kami menggunakan Ipod sebagai sarana untuk memesan makanan, hal itu belum umum dilakukan resto lain sehingga Manajer Pemasaran Apple dari Singapura, datang ke Jakarta. Dia menanyakan mengapa barangnya bisa digunakan oleh kami sebagai sarana order makanan. “Sudah saya protect, kok you bisa pakai buat order?”, kata manajer itu. Saat itu kami jailbreak Ipod itu. Saat ini kami jadi teman. Kami juga menggunakan Ipad untuk order saat ini.
* Bersambung ke posting dibawah *
Kaskuser yang baik :


Diubah oleh VW.Shop 03-04-2013 11:38
0
6.1K
24


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan