- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kedutaan Amerika Bina 17.000 Orang Antek Berbakat di Indonesia !


TS
haprasetyooo
Kedutaan Amerika Bina 17.000 Orang Antek Berbakat di Indonesia !


Quote:
KEDUTAAN Besar Amerika Serikat di Jakarta punya database yang berisi nama sekitar 17.000 orang Indonesia yang mereka perhatikan segala keperluan dan urusannya, yang mereka rawat dan ruwat, sayang dan lindungi layaknya keluarga sendiri. Inilah kisah kaki tangan Kedutaan Amerika di Indonesia, sebuah cerita infiltrasi dan penaklukan republik, yang meruap dari gulungan kawat rahasia kedutaan yang bocor tanpa sensor di website WikiLeaks per September 2011.
KEBERADAAN dan sepak terjang ‘anak-anak’ Kedutaan Amerika di Jakarta terangkum setidaknya dalam dua telegram bertema “Credible Voices”, dikawatkan berturut-turut pada 5 November dan 11 Desember 2008. Status: CONFIDENTIAL.
KEBERADAAN dan sepak terjang ‘anak-anak’ Kedutaan Amerika di Jakarta terangkum setidaknya dalam dua telegram bertema “Credible Voices”, dikawatkan berturut-turut pada 5 November dan 11 Desember 2008. Status: CONFIDENTIAL.
Spoiler for hasil penyelidikan lebih lanjut nih gan :
Kami mendapati kalau Kedutaan di Jakarta adalah satu-satunya yang menyebutkan secara spesifik jumlah kontak yang mereka koleksi dalam database tersentralisasi yang mereka ruwat, meski sama sekali tak menyebut nama. Ini berbeda dengan, misalnya Kedutaan Amerika di Singapura, yang dalam telegram balasan ke Washington mencantumkan detil informasi empat orang ‘antek Muslim berbakat’ yang mereka plot sebagai penyambung lidah Kedutaan dalam proyek kontra ekstrimisme dan kekerasan.
Penelisikan lebih jauh memberi gambarkan kalau setiap nama yang tertera dalam database kontak Kedutaan Amerika, setidaknya berisi data biologis (nama, tanggal lahir, agama dan mazhab, etnis), biorgrafi singkat, karir dan pekerjaan, siapa audiens kontak, cakupan pengaruhnya dalam negera, posisi kontak atas ajakan “jihad melawan Amerika”, hubungan dengan Kedutaan sebelumnya jika ada, jenis-jenis ketaksetujuan kontak dengan pemerintah Amerika jika ada, catatan pernah tidaknya kontak mengungkapkan sesuatu yang intinya menyerang laku dan kebijakan Amerika dan siapa personel kedutaan yang menjalin hubungan langsung dengan sang kontak. Informasi dalam sebuah telegram dari Manila menunjukkan kalau Kedutaan Amerika menggunakan seabrek jenis outreach untuk menjaring kontak baru sekaligus “memperharui hubungan” dengan orang-orang yang lama absen, sebuah isyarat kalau siapapun nama yang tertera dalam database dalam pantauan konstan staf Kedutaan.
Kami juga mendapati kemungkinan orang-orang yang namanya tertera dalam database kontak Kedutaan Amerika, tak sadar sedang ‘digunakan’, dijadikan pion. Ini terbaca dalam telegram yang menggambarkan kepuasan Kedutaan atas liputan dua teve nasional, Metro TV dan Trans TV, atas jalannya pemilu presiden di Amerika. Telegram lain dari Manila menyebutkan kalau simpati masyarakat di Filipina pada Amerika menjadikan diplomat Amerika di sana kadang tak perlu angkat suara untuk menyemangati sosok-sosok berpengaruh di Manila menyuarakan penentangan atas ekstrimisme dan kekerasan dalam masyarakat.
Kendati, dalam soal yang sama, kami mendapati kemungkinan lain, yakni credible voices dalam proyek kontra ekstrimisme dan kekerasan adalah ‘kontak lama’ kedutaan -- kalau tidak justru informan. Telegram dari Kedutaan Amerika di Singapura menunjukkan kalau empat orang credible voices yang mereka rinci identitasnya adalah informan yang jati dirinya dirahasiakan dan diberi marka “please protect” dalam telegram. Sinyalemen ini, bahwa kontak dalam database kedutaan sekaligus adalah informan yang jatidirinya dilindungi, mungkin bisa memperterang kenapa dalam telegram bewara credible voice dari Washington pada 2 Desember 2008, Glassman menulis: “Saya menyadari kalau banyak dari kita yang bergelut dalam diplomasi publik yang tak terbiasa memandang kontak-kontak kita dalam frame “credible voices”,” katanya. “Tapi sejak hari-hari awal pemerintah Amerika membangun program-program diplomasi publik, kita selalu berupaya menggunakan seabrek program dan kemampuan profesional dalam diplomasi publik di lapangan untuk memahami, melibatkan, memberitakan, dan mempengaruhi publik asing demi kepentingan-kepentingan Amerika, dengan mengidentifikasi dan meruwat sosok-sosok berpengaruh dalam masyarakat negara tuan rumah.”
Salah satu tafsir dari pernyataan Glassman itu adalah mereka yang namanya tertera dalam database kedutaan Amerika adalah orang-orang binaan yang ‘jasa’ dan juga keberadaannya menjadi tulang punggung diplomasi dan seluruh kegiatan Kedutaan, formal maupun kladestin -- dan sebab itu hampir haram hukumnya bagi diplomat Amerika untuk membiarkan orang-orang yang berstatus sebagai aset ini, tersorot cahaya pemberitaan dalam ‘perang opini’ melawan ekstrimisme dan kekerasan. Tafsir ini dikuatkan dengan pernyataan Kedutaan di Jakarta yang bilang kalau dari 17.000 nama dalam database kontak, 6.500 di antaranya adalah kontak yang dikelola sendiri oleh Public Affair Sections, garda depan Kedutaan yang kerap berfungsi sebagai pabrik propaganda. Ini juga dikuatkan dengan pernyataan kalau ‘pengguna’ nama-nama dalam database praktis mencakup seluruh unit kedutaan, termasuk personel FBI dan Komando Militer Amerika di Pasific yang mencantol diri ke Kedutaan Jakarta. Penyataan dalam telegram kalau Kedutaan Amerika menyediakan small grant untuk sejumlah lembaga binaan mereka mengisyaratkan kalau Amerika aktif mendanai periuk nasi antek-antek berbakat mereka.
Penelisikan lebih jauh memberi gambarkan kalau setiap nama yang tertera dalam database kontak Kedutaan Amerika, setidaknya berisi data biologis (nama, tanggal lahir, agama dan mazhab, etnis), biorgrafi singkat, karir dan pekerjaan, siapa audiens kontak, cakupan pengaruhnya dalam negera, posisi kontak atas ajakan “jihad melawan Amerika”, hubungan dengan Kedutaan sebelumnya jika ada, jenis-jenis ketaksetujuan kontak dengan pemerintah Amerika jika ada, catatan pernah tidaknya kontak mengungkapkan sesuatu yang intinya menyerang laku dan kebijakan Amerika dan siapa personel kedutaan yang menjalin hubungan langsung dengan sang kontak. Informasi dalam sebuah telegram dari Manila menunjukkan kalau Kedutaan Amerika menggunakan seabrek jenis outreach untuk menjaring kontak baru sekaligus “memperharui hubungan” dengan orang-orang yang lama absen, sebuah isyarat kalau siapapun nama yang tertera dalam database dalam pantauan konstan staf Kedutaan.
Kami juga mendapati kemungkinan orang-orang yang namanya tertera dalam database kontak Kedutaan Amerika, tak sadar sedang ‘digunakan’, dijadikan pion. Ini terbaca dalam telegram yang menggambarkan kepuasan Kedutaan atas liputan dua teve nasional, Metro TV dan Trans TV, atas jalannya pemilu presiden di Amerika. Telegram lain dari Manila menyebutkan kalau simpati masyarakat di Filipina pada Amerika menjadikan diplomat Amerika di sana kadang tak perlu angkat suara untuk menyemangati sosok-sosok berpengaruh di Manila menyuarakan penentangan atas ekstrimisme dan kekerasan dalam masyarakat.
Kendati, dalam soal yang sama, kami mendapati kemungkinan lain, yakni credible voices dalam proyek kontra ekstrimisme dan kekerasan adalah ‘kontak lama’ kedutaan -- kalau tidak justru informan. Telegram dari Kedutaan Amerika di Singapura menunjukkan kalau empat orang credible voices yang mereka rinci identitasnya adalah informan yang jati dirinya dirahasiakan dan diberi marka “please protect” dalam telegram. Sinyalemen ini, bahwa kontak dalam database kedutaan sekaligus adalah informan yang jatidirinya dilindungi, mungkin bisa memperterang kenapa dalam telegram bewara credible voice dari Washington pada 2 Desember 2008, Glassman menulis: “Saya menyadari kalau banyak dari kita yang bergelut dalam diplomasi publik yang tak terbiasa memandang kontak-kontak kita dalam frame “credible voices”,” katanya. “Tapi sejak hari-hari awal pemerintah Amerika membangun program-program diplomasi publik, kita selalu berupaya menggunakan seabrek program dan kemampuan profesional dalam diplomasi publik di lapangan untuk memahami, melibatkan, memberitakan, dan mempengaruhi publik asing demi kepentingan-kepentingan Amerika, dengan mengidentifikasi dan meruwat sosok-sosok berpengaruh dalam masyarakat negara tuan rumah.”
Salah satu tafsir dari pernyataan Glassman itu adalah mereka yang namanya tertera dalam database kedutaan Amerika adalah orang-orang binaan yang ‘jasa’ dan juga keberadaannya menjadi tulang punggung diplomasi dan seluruh kegiatan Kedutaan, formal maupun kladestin -- dan sebab itu hampir haram hukumnya bagi diplomat Amerika untuk membiarkan orang-orang yang berstatus sebagai aset ini, tersorot cahaya pemberitaan dalam ‘perang opini’ melawan ekstrimisme dan kekerasan. Tafsir ini dikuatkan dengan pernyataan Kedutaan di Jakarta yang bilang kalau dari 17.000 nama dalam database kontak, 6.500 di antaranya adalah kontak yang dikelola sendiri oleh Public Affair Sections, garda depan Kedutaan yang kerap berfungsi sebagai pabrik propaganda. Ini juga dikuatkan dengan pernyataan kalau ‘pengguna’ nama-nama dalam database praktis mencakup seluruh unit kedutaan, termasuk personel FBI dan Komando Militer Amerika di Pasific yang mencantol diri ke Kedutaan Jakarta. Penyataan dalam telegram kalau Kedutaan Amerika menyediakan small grant untuk sejumlah lembaga binaan mereka mengisyaratkan kalau Amerika aktif mendanai periuk nasi antek-antek berbakat mereka.
Quote:
Maksud dari semua ini :
Analisa lebih jauh menunjukkan kalau credible voice adalah proyek intelijen dengan sasaran utama kalangan Muslim di kawasan atau negara dimana Amerika menggelar Perang Melawan Terorisme, dan ini termasuk Indonesia. Credible Voices, dalam banyak hal, adalah kaca pembesar ancaman ekstrimisme dan kekerasan di tingkat lokal dengan meminjam tangan ‘surrogates’, antek dari kalangan pribumi. Ia mesin sensaw akal publik untuk menyembunyikan laku brutal, ekstrim dan berdarah-darah Amerika di belahan dunia lainnya.
Contoh ironis dari semua ini adalah upaya Kedutaan Amerika di Irak menjaring credible voices di Irak. Irak adalah negara jajahan Amerika, Eropa dan Australia dalam satu dekade terakhir. Pencaplokan dan pendudukan Irak oleh militer Amerika dkk itu telah menjadikan sungai Euferat yang membela Baghdad memerah darah. Lebih dari 1 juta orang mati, belum termasuk jutaan lainnya yang cacat dan terusir, menjadi pengungsi di negeri sendiri.
Di tulisan berikutnya, kami akan menyajikan pencapaian-pencapaian antek-antek berbakat Kedutaan Amerika di Indonesia, sebuah prestasi yang sejatinya hanya berarti satu: sobeknya lambung republik.
Analisa lebih jauh menunjukkan kalau credible voice adalah proyek intelijen dengan sasaran utama kalangan Muslim di kawasan atau negara dimana Amerika menggelar Perang Melawan Terorisme, dan ini termasuk Indonesia. Credible Voices, dalam banyak hal, adalah kaca pembesar ancaman ekstrimisme dan kekerasan di tingkat lokal dengan meminjam tangan ‘surrogates’, antek dari kalangan pribumi. Ia mesin sensaw akal publik untuk menyembunyikan laku brutal, ekstrim dan berdarah-darah Amerika di belahan dunia lainnya.
Contoh ironis dari semua ini adalah upaya Kedutaan Amerika di Irak menjaring credible voices di Irak. Irak adalah negara jajahan Amerika, Eropa dan Australia dalam satu dekade terakhir. Pencaplokan dan pendudukan Irak oleh militer Amerika dkk itu telah menjadikan sungai Euferat yang membela Baghdad memerah darah. Lebih dari 1 juta orang mati, belum termasuk jutaan lainnya yang cacat dan terusir, menjadi pengungsi di negeri sendiri.
Di tulisan berikutnya, kami akan menyajikan pencapaian-pencapaian antek-antek berbakat Kedutaan Amerika di Indonesia, sebuah prestasi yang sejatinya hanya berarti satu: sobeknya lambung republik.
Quote:
bagi cendol buat newbie ya gan 

Polling
0 suara
Menurut agan gimana nih postingan seorang newbie ?
0
1.4K
Kutip
3
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan